Azhari melihat Usman dengan senyuman yang khas sebagai sosok seorang wanita yang memiliki atitude yang baik. Melihat calon mertuanya itu membuat Usman sangat beruntung. Bagaimana tidak, wanita itu memiliki kecantikan yang menurunkannya ke putrinya. Hanya yang berbeda itulah, terasa ketenangan dan kesejukan saat menatap wajah ayu sang calon mertua.
"Silahkan duduk, Nak Usman," titah Azhari mempersilahkan pemuda itu. "Anggap saja rumah sendiri," imbuhnya.
"Iya, Bu. Terima kasih," balas Usman. Ia duduk di tempat yang ditunjuk oleh wanita yang akan menjadi ibu mertuanya. 'Hemm ... selain wajahnya yang cantik, kata-katanya juga bikin adem,' pikir Usman dalam hati.
"Kalau boleh tahu, kenal Farisha dari mana? Kelihatannya kamu lebih muda dari anak saya?" tanya Azhari. Penasaran karena anaknya bisa menemukan seorang pemuda yang lebih muda.
"Dia orang dari desa, Bu. Kebetulan aku sudah kenal dia dari lama. Benarkah itu, Usman?" ujar Farisha memberi kode. Ia menggeser badan lelaki itu dengan senggolannya.
"Eh, iya-iya, Tante. Kita ketemu sudah lama," jawab Usman spontan. Walau dirinya dan Farisha kenalnya baru dua hari.
"Tante? Kamu panggil tante ke siapa? Ke Farisha atau ke saya?" tanya Azhari yang merasa aneh dengan ucapan pemuda itu. Ia terus menatap pemuda di depannya yang terlihat gugup.
"Dia orangnya suka bercanda, Bu. Kalau panggil aku kadang pakai tante segala. Walaupun aku sudah kayak tante-tante, ya Bu? Hehehehe," kekeh Farisha. Ia yang menjawab semua pertanyaan karena ia sudah bilang Usman hanya perlu mengiyakan semua yang dikatakannya.
"Eh, iya, Bu. Aku hanya bercanda," ucap Usman membenarkan. Walau setiap harinya Usman sudah memanggil Farisha 'tante' tapi di depan calon mertua ia harus bertindak seperti seorang yang humoris kalau begitu.
"Ooh, jadi seperti itu? Syukurlah kalau kamu orangnya suka bercanda. Kamu mau menikah dengan anakku yang sudah berumur ini, Alhamdulillah sekali. Tapi ibu harap kamu tidak menyakiti anak ibu yang cantik ini!" tutur Azhari yang memberi peringatan kecil.
"Iya, Bu. Aku akan menjaga anak ibu dengan baik. Walau aku orang yang tidak punya, aku akan berusaha yang terbaik untuk bisa membahagiakan Farisha!"
"Syukurlah kalau begitu! Kamu dan anakku semoga hidup langgeng dan bisa bersama selamanya tanpa ada yang saling menyakiti. Kelihatannya ibu akan segera mendapatkan cucu dari kalian setelah kalian menikah. Ibu ini sudah semakin tua dan tidak memiliki keinginan lain selain anak ibu bahagia. Sekarang ibu sudah sedikit tenang karena sebentar lagi putriku akan segera menikah."
"Eh, iya Tante. Aku pasti akan melakukan yang terbaik. Ibu tenang saja, aku mencintai anak ibu bukan karena harta atau kecantikannya. Aku melihat Farisha yang dewasa dan mandiri. Aku ingin seperti itu dan aku jatuh cinta pada Farisha."
Dalam hati Usman, ia sudah beruntung sekali. Walau ia tidak tahu itu cinta atau nafsu belaka. Yang ia tahu, ia ingin segera menikah dengan Farisha. Tapi ia juga tidak tahu ke depannya bagaimana.
Tak lama setelah itu, datang seorang wanita yang membawakan minuman untuk semua yang ada di ruang tamu tersebut. Wanita itu menunduk lalu meletakan minuman ke meja.
"Silahkan diminum, emm, ini, Den." Pembantu itu pun merasa aneh setelah melihat Usman. Lelaki itu tidak lebih tampan dari orang-orang yang sering datang ke rumah untuk bertemu Farisha dan ditolak. Tapi melihat Usman sungguh berbeda jauh.
Seharusnya Usman akan langsung ditolak oleh keluarga itu. Siapapun yang melihatnya pasti akan merasa aneh dan akan bilang Farisha tidak akan pernah cocok menikah dengan Usman. Melihat Usman yang memiliki penampilan yang kampungan. Walaupun pakaian yang dikenakan pemuda itu cukup berkelas. Tidak akan bisa menyembunyikan wajahnya dan tinggi badan yang tidak pernah cocok dengan Farisha yang lebih tinggi.
"Kalau begitu, saya mohon undur diri, Nyonya, Den," tandasnya lalu segera meninggalkan tempat itu dengan tergesa-gesa.
"Terima kasih, Bik!" ucap Farisha. Wanita itu lalu mempersilahkan Usman. "Ayo minum dulu, Man!" perintahnya dan dirinya juga minum teh yang disediakan itu.
"Kita tunggu ayahnya Farisha terlebih dahulu baru kita makan di meja makan. Alangkah baiknya kalau kamu bertemu dengan ayahnya Farisha." Meskipun begitu, Azhari pun cemas.
Azhari tidak akan bisa membayangkan kalau sampai Benny datang dan membuat kekacauan lagi di rumah itu. Kalau rumah itu ada Benny, selalu tidak benar dan rumah itu bagaikan ada di dalam neraka. Dengan orang yang sekejam itu.
"Iya, Bu. Aku akan bertemu dengan ayahnya Farisha. Semoga kita bisa berkenalan dengan baik. Aku sudah tidak sabar lagi."
"Sebentar lagi mungkin akan datang. Dia sudah mengatakan kalau beliau akan datang setelah kalian ke sini." Semakin perasaan was-was menghantui Azhari. Ia tahu betul penampilan Usman tidak akan pernah cocok jika dibandingkan dengan putrinya. Tapi ia akan menghormati semua keputusan sang putri. Karena ia hanya ingin Farisha bahagia.
Tak seberapa lama, muncullah sosok yang terlihat gagah. Dengan perut agak membuncit, memiliki tubuh yang tinggi dan gagah pada zamannya masih muda. Tapi sekarang banyak lemak dan terlihat buruk. Itu karena efek minuman dan sering main dengan wanita bayaran.
Usman yang melihat pria tegap dan tinggi itu pun mengulurkan tangannya pada Benny. Namun Benny terlihat murka pada Usman. Pasalnya pemuda itu bukanlah calon menantu yang diinginkannya.
"Kamu siapa, hah? Kamu yang berani-beraninya mendekati anak saya, hemm? Lebih baik kamu pergi dari rumah ini!" bentak Benny dengan suara keras menggelegar.
Seketika badan Usman gemetaran karena ucapan Benny. Ia sering sekali mendapatkan perlakuan yang sama seperti itu dari pamannya yang bernama Kardi. Sekarang pun ia masih diperlakukan seperti itu. Bahkan itu adalah calon mertuanya sendiri.
"Dia ini calon suamiku, hehh!" balas Farisha tanpa ada rasa takut pun pada ayahnya. "Mulai sekarang, aku nggak mau kamu jodoh-jodohkan lagi, Benny!" gertaknya dengan mata yang melotot ke arah pria arogan tersebut.
"Kamu berani-beraninya mau mempermalukan keluarga, hah? Kamu mau menikah dengan anak yang miskin, ini? Hehh ... dari mukanya saja sudah terlihat orang miskin, kok!" cibir Benny dengan senyuman mengejek.
"Hah? Miskin? Kamu nggak pernah ngaca, Benny? Kamu yang menikahi ibuku di saat kamu dalam keadaan miskin, hah? Kamu yang memanfaatkan harta kakekku selama ini! Kamu hanya lelaki bajingan yang tidak tahu diri! Lelaki miskin!"
"Farisha ... itu ayahmu, Nak. Ayah kandungmu ... kamu nggak boleh berkata seperti itu," ungkap Azhari mengingatkan anak perempuannya.
"Ayah? Ayah bajingan seperti dia, bukan ayah untukku. Bagiku kamu orang yang nggak pantas ada di rumah ini, Benny! Kamu yang orang miskin dan kamu orang bajingan!" teriak Farisha dengan emosi yang memuncak. Saking emosinya ia melayangkan tamparan ke pipi Benny.
Karena Benny orang yang tidak punya hati, bahkan pada anaknya sendiri, pria itu pun membalas perbuatan putrinya. Ia menampar Farisha dengan keras. Kemudian ia memukul dengan siku lalu menendangnya hingga tersungkur.
***