"Kenapa Anda menolong kami?"
Pertanyaan yang sedari tadi Rein tahan akhirnya keluar. Aneh saat Reni tiba-tiba nolong ia dan Meri. Serius. Mereka kan gak saling kenal.
Orang asing yang nawarin bantuan harus dicurigai. Jarang ada orang yang mau bantu secara ikhlas.
"Tolong diam dan urus temanmu. Aku harus konsentrasi nyetir. Kamu mau kita kecelakaan?"
Bulu kuduk Rein merinding dengar kata-kata 'kecelakaan'. Lebih-lebih kalimat mati. Siapa yang mau mati di usia muda?
Gak ada!
Rein jadi ingat soal 'kecelakaan' yang itu.
'Kecelakaan' yang membawa petaka.
Penasaran orang yang menolong Rein dan Meri, so..., orang tersebut adalah, nona Reni.
Kebetulan atau sengaja?
Atau sudah direncanakan?
Tiba-tiba inilah yang terjadi. Dengar.
"Rein, tadi itu apa? Aku akan bernasib sepertimu, one night stand?"
Rasa merinding Rein makin bertambah dengar perkataan Meri. Apa-apaan, one night stand tak sesederhana itu.
Orang mabuk seperti Meri tiba-tiba kok bicara soal one night stand?
Ah iya. Meri hampir jadi korban pemerkosaan Rey!
So..., Meri setengah sadar?
Ah gak tahu!
Yang jelas, kalau Rein tak cepat bantu Meri, mungkin orang itu sudah hilang keperawanan. Lepas status gadis.
Pelakunya rekan sekantor. Sekarang Rein berpikir pembalasan cocok untuk sekretaris gila tersebut. Pelajaran yang buat orang tersebut jera.
Eh, ada yang salah!
"Hahaha, tolong jangan dengar apapun yang teman saya bilang. Dia mabuk," ujar Rein. Ia mati-matian nutup mulut Meri biar gak ngomong lagi.
Perempuan satu itu bikin repot. Rein gak bakal biarin Meri nyentuh cairan bening yang katanya berperisa bluberi tersebut.
Apanya coba yang rasa bluberi?
Memangnya buah?
Tak ada respon apapun dari nona Reni, yang ada, orang itu justru mengatakan hal yang tak pernah Rein pikir sebelumnya.
"Kalian akan ku bawa ke apartemenku. Jangan khawatir, aku melakukan ini sebab tahu bagaimana cara mengatasi orang awam yang mabuk. Selain itu apartemenku dekat," ujar nona Reni dengan mata fokus ke jalanan.
Benar lho, yang ada kecelakaan seperti yang ia bilang. Soal niat, Reni melakukan hal baik sesuai yang ia ingin. Hati nuraninya bilang harus menolong.
"Hey, siapa yang katamu orang awam. Aku karyawan di perusahaan ternama tahu. kamu siapa, hanya sekretaris yang sok baik. Dibalik sikap baikmu ini, pasti mikir hal buruk, kan?"
Rein mengaduh sakit. Tangannya digigit Meri. Setelahnya orang pun langsung nyerocos. Menyisakan Rein yang rasanya ingin nangis akibat gigitan sang sahabat.
Ingat ya, tenaga Meri gak bisa dianggap main-main. Mirip Hulk. Ini anak lagi mabuk aja ngomongnya lancar.
"Tolong jaga dia, kita hampir sampai."
Gak usah disuruh pun Rein bakal ngelakuin itu kok. Dasar. Dia lagi pusing.
"Sok sekali, aku gak mau berurusan dengan orang sepertimu. Heik."
"Mer..., diam ya. Nanti kita minum air rasa bluberi lagi deh."
Rein kehabisan akal, jadilah, kata-kata tersebut keluar dari mulutnya.
"Rein, ada kunang-kunang. Mana berat lagi Aku mau tidur, heik."
Dalam hati Rein berpikir, orang mabuk tahu kalau ia ingin tidur...?
Terserah, yang penting sahabatnya gak aneh-aneh. Tidur lebih baik. Gak napas sekalian. Eh, gak kok, yang ini gak serius.
Lantas benar saja, Meri terjatuh dipanggkuan Rein setelah sebelumnya sempat muntah. Hiks. Mau mabuk atau tidak, Meri tetap aja jorok.
Mana muntahnya di baju Rein.
Nasib.
"Hiks, nasib sekali sih hidupku ini."
Rein menatap nanar. Mau marah, gak bisa. Itu kan teman sendiri. Orang mabuk harus banyak dimaklumin.
"Jangan lupa bersihkan mobilku."
Rein sontak memicing. Peka sekali sih itu si sekretaris. Rein pikir, ini bukan mobil Reni melainkan mobil sang atasan.
***
Berselang beberapa waktu kemudian orang-orang itu akhirnya sampai di tempat tujuan. Rein sih mau gak mau nurut. Sudah dapat tumpangan gratis. Setelah dilihat-lihat, apartemen nona Reni memang gak jauh.
Bugh!
Suara Rein meletakkan Meri ke salah satu sofa. Tidak, Rein tak melakukan itu sendirian, ada nona Reni yang ikut menolong.
"Pergi bersihkan bajumu, biar aku yang mengurus temanmu ini. Letak kamar mandinya di sebelah kanan dekat dapur. Kira-kira tiga meter dari sini, pergi ke arah Utara."
Rein sempat memicingkan mata lihat gerak-gerik nona Reni. Jangan sampai orang itu berbuat macam-macam ke sahabatnya.
Orang asing tetap saja orang asing.
Bukannya tak tahu terima kasih, tapi Rein merasa aneh saat sekretaris perusahaan Samira Corp tersebut bantu dia.
"Apa yang kau tunggu, cepat."
Tuh kan, marah terus, mana bisa percaya.
"Awas kalau Anda buat Meri makin parah. Saya tak akan melepaskan Anda begitu saja, sekalipun Anda sekretaris Samira Corp."
Setelah mengatakan itu, baru Rein beranjak pergi, meninggalkan nona Reni yang sempat natap kesal. Ia berniat baik lho.
Kalau jujur, ia bingung lihat Rein dan Meri di pinggir jalan. Kedua orang tersebut mirip gelandangan.
Oleh sebab itulah, entah dapat rasa peduli dari mana, perempuan itu spontan menghentikan mobil saat baru saja pulang dari minimarket.
Kasihan. Entahlah, tak ada yang tahu secara pasti. Yang jelas nona Reni spontan berhenti saat lihat keduanya. Kata hati yang mengendalikan.
Yang jelas semua itu terjadi begitu mudah.
Kebetulan yang aneh kan, baik ketiga orang itu pun juga memikirkan hal tersebut.
Rein sedang berpikir soal banyak hal. Seperti..., pertemuan mereka direncanakan atau tidak. Ia pusing dibagian itu.
Oke, bersih-bersih baju selesai. Rein kesal sebab bajunya basah. Hiks, kok jadi begini sih!?
Hey, bukan hanya di baju tapi mobil nona Reni juga. Semua itu harus Rein yang bersihkan.
Sok acuh, sekalian tambahan cuek seolah tak terjadi apa-apa, Rein pun melewati nona Reni yang sibuk menangani Meri. Saat berbalik, pandangan kedua orang tersebut bertemu.
"Eh mau kemana?" Nona Reni ke Rein. Orang itu bawa centong air, sabun dan kain di tangan.
Terlihat seperti petugas kebersihan saja. Cocok tuh jadi OB.
"Mau bersihin mobil," jawab Rein cuek.
Biar cepat dia langsung aja. Rein cepat tanggap lho.
"Sana ganti baju dulu. Udara malam gak bagus untuk kesehatan. Baju kamu basah. Aku heran, kau membersihkan baju atau mandi?"
Kurang ajar. Ia bersih-bersih kok. Kok malah disebut mandi?
Dasar Reni menyebalkan.
Ingat ya, kesal. Kalau lagi kesal, bingung, pusing atau fokus sekalipun, Rein suka mengerucutkan bibir.
Itu sudah menjadi kebiasaan sejak kecil.
Makin komplet kalau seandainya Rein menghentak-hentakkan kaki. Tapi gaklah, ini kan ranah orang dewasa.
"Memangnya Anda ikhlas saya pakai salah satu baju Anda?" Rein bertanya, ia masih pakai cara bicara formal.
Kepengen aja sih, gak ada maksud tertentu untuk hal tersebut.
"Aku gak bakal nawarin kalau gak mengizinkan. Kamarku ada di sebelah timur, sekitar lima meter dari sini. Warna pintunya merah dengan tulisan life is work."
Gila kerja, itulah yang langsung terlintas di otak Rein. Pantas aja nona Reni jadi sekretaris, letak rumah pun dibuat seperti rumus Matematika dan Fisika yang harus dihafal.
Untungnya Rein pun connect, kalau gak, yang ada bingung sendiri.
Tanpa membuang banyak waktu, Rein pun melangkahkan kaki ke tempat yang nona Reni bilang. Cukup untuk debatnya, sekarang lebih baik langsung.
"Ingat, jangan sentuh apapun selain baju kaos warna biru polos. Tolong bersikap sopan dan bermartabat di kediaman orang lain."
Pedas, Rein mencibir pelan. Lagian siapa yang ingin macam-macam. Rein gadis sopan dan polos kok. Mana mau berbuat yang tidak-tidak.
Berlebihan.
Yes, kamarnya ketemu. Sekarang tinggal cari baju yang Reni maksud. Mata Rein menyipit lihat sebuah buku terjatuh.
Terjatuh ya, bukan sengaja Rein jatuhin.
Buku apa itu?
Bukan sekedar buku tapi foto pun juga ikut jatuh. Gawat, benda apa itu!?
*****