Keadaan keduanya semakin hening, setelah Ji Min mengatakan hal tersebut Jung Ki semakin terdiam dan tidak bisa mengatakan apapun.
Ada sedikit ketukan yang mampu membuat Jung Ki terdiam, tapi terkadang Jung Ki jika tidak paham dengan apa yang dia dapatkan.
Begitu tabu dan semu, Jung Ki tidak bisa tersadar atau bahkan kembali. Semuanya sudah diambil, dan Jung Ki hanya bisa menyelesaikan apa yang dia ambil, dan bertangungjawab dengan apa yang dia pilih.
"Maafkan aku," ucap Ji Min tersadar jika apa yang dia aktakaan baru saja benar-benar membuat keduanya mendapatkan masalah.
Canggung yang begitu jelas, dan keadaan hening yang begitu mencekam.
"Kau tidak salah Kak, para orang tua memang menginginkan semua anak laki-lakinya mencintai seseorang sewajarnya. Itu tidak salah," jawab Jung Ki sedikit terkekeh kikuk dan kembali membereskan beberapa peralatan yang perlu dia cuci dan meninggalkan Ji Min yang masih memikirkan apa yang baru saja dia katakan dan apa saja yang dia keluarkan baru saja membuat Jung Ki dan dirinya menjadi semakin canggung.
Canggung lebih dari sebelumnya, dan itu membuat Ji Min menyadari jika itu bukanlah kesalahannya melainkan kesalahan bersama.
Ji Min salah memulaimya dan Jung Ki juga salah membalasnya. Masalah seperti ini memang sering terjadi, hanya saja terkadang smeuanya terlalu keras terjadi.
"Kak," panggil Jung Ki sampai pria manis itu menggorayangkan lengan bajunya untuk menyadarkan Ji Min dsri lamunannya. "Ya?" Ji Min mulai tersadar.
"Ada yang akan membayar," jawab Jung Ki dengan menujuk pria dewasa tadi yang sejadi tadi sudsh berdiri di depan Ji Min. "Ah, maaf paman. Aku sedikit tidak fokus," jawab Ji Min dengan melirik meja mana yang pria dan satu putrinya itu diduduki beberapa menit yang lalu.
"Limabelas ribu won, paman." Ji Min tersenyum tipis sangat lebar untuk menutupi rasa malu baru saja. "Ini, uangnya." Pria itu memberikannya.
"Tidak masalah jika kau sedang tidak fokus, anak muda. Kau hanya harus lebih banyak minum air putih untuk membuatmu kembali fokus. Semoga harimu menyenangkan!" Pria itu pamit pergi dengan uang pas dan mengending putrinya yang masih kecil dan keluar dari caffenya.
"Kau melamun karena apa, Kak?" tanya Jung Ki saat dia selesai dengan kasir dan pembayaran minuman yang beberapa pelanggan bayar. "Tidak, aku hanya sedikit tidak fokus." Ji Min kembali menjawab dengan jawaban yang sama.
"Jangan membuatku takut Kak, kau benar-benar sangat aneh," celetuk Jung Ki dengan membuat minuman untuknya dan Ji Min. "Kau mau es kopi atau kopi hangat, Kak?" tanya Jung Ki dengan menyiapkan dua gelas untuknya dan untuk Jung Ki.
"Es, tolong buatkan aku yang lebih banyak es batu. Aku benar-benar butuh sesuatu untuk menyetrumku," minta Ji Min yang dibalas anggukkan kepala dari Jung Ki sebagai balasan. "Aku tahu apa yang kau butuhkan, Kak." Jung Ki diam dengan sibuk membuat minuman untuknya dan dirinya sendiri, Ji Min yang menghela nafas lega melihat caffe sedang sepi memilih merenggangkan tubuhnya pelan.
Dia bahkan sampai bisa menyenderkan tubuhnya ke sisi lain meja dam tersenyum lega. "Hari yang sibuk sekarang, Jung Ki." Pria manis itu yang sedang sibuk mengurus sesuatu menganggukkan kepalanya setuju. "Kau benar."
"Sangat ramai sekarang, beberapa stok minuman mulai menipis, haruskah aku mengambilnya untuk beberapa pesanan mendadak banyak nanti malam?" tanya Jung Ki membuat Ji Min terkekeh kecil.
"Biarkan aku saja," ucap Ji Min dengan berjalan lebih dulu mengambil kunci yang dia biasa letakan di satu paku untuk menujukkan tempat yang sama dan berjalan menjauh.
"Kau butuh apa saja, katakan padaku," ucap Ji Min membuat Jung Ki terkekeh kecil. "Aku sudah menulisnya, aku tahu jika kau akan merasa iba padaku. Tolong ambilkan beberapa Kak Ji Min. Menu yang selalu keluar membuatku harus mendapat stok bahannya lebih banyak." Ji Min menganggukkan kepalanya pelan, pria itu mwngambil satu kertas kecil yang Jung Ki tulis isinya hanya beberapa bubuk dan bahan tanpa gula.
"Aish, kau ini," kesal Ji Min saat melihat jika tidak hanya satu kertas melainkan tiga. "Aku butuh bantuanmu, Kak Ji Min." Jung Ki mengatakannya dengan wajah sedikit memelas, Ji Min hanya berjalan ke salah satu pintu dan menutupnya kembali.
Gudang penyimpanan stok bahan ada di bawah tanah, dan Ji Min harus turun tangga beberapa dan pergi mengambilnya lebih dari duapuluh menit lamanya.
Jung Ki kembali menyelesaikan minuman untuknya dan Ji Min, pria itu juga dengan sesekali melihat ke arah pintu takut-takut jika seseornag datang dan dia terlambat menyapanya.
Benar saja, saat Jung Ki baru akan menutup cup minuman untuknya seseorang dengan membuka pintu caffe sesikit kasar.
Orang yang selalu membuat Jung Ji selalu merasa bersalah, pria yang selalu membuat Jung Ki merasa dia sanhat berdosa, dan wajah yang selalu membuat Jung Ki merasa sangat ketakutan.
Masih pria yang sama, dimana pria biadab itu memberikan luka begitu banyak pada Jung Ki dan meras biasa saja tanpa merasa bersalah sedikit saja.
"Baiklah," ucapnya begitu datang dia langsung melempar tasnya yang berisi beberapa buku kuliahnya dengan kasar. "Kak Ji Hoon, mau apa kau datang ke tempat kerjaku?" tanya Jung Ki yang cukup terkejur saat pria putih dan cantik itu melemparinya dengan tas berisi beberapa buku dan berhasil membuat minuman milik Ji Min jatuh dan pecah, lalu miliknya yang tumpah kemana-mana.
"Aku benci mengatakan ini padamu, Jung Ki." Ji Hoon terlihat berjalan mendekat ke arah Jung Ki berniat mengambil tasnya dengan baik. "Tapi kau benar-benar benalu di rumahku," ucapnya sebagai penegasan. "Kau selalu membuatku terlihat bersalah di depan ibu dan ayahku, kau selalu mencari perhatian dari ayahku, berusaha menjadi yang paling hebat untuk mendapat pujian dari ibuku."
"Apa tinggal di rumahku saja kau masih belum merasa cukup, Jung Ki?" tanya Ji Hoon membuat Jung Ki hanya terdiam dengan kepala yang menunduk sedikit merasakan beban beratnya begitu menumpu padanya hari ini. Hanya karena kalimatnya. Milik Jeon Ji Hoon putra dari pamannya.
"Kak, pergi dan keluarlah dari sini sekelum rekan kerjaku kembali. Kau datang hanya untuk membuat masalah di sini, pulanglah saja. Di sini ada CCTV kau bisa saja mendapat masalah karena yang bisa membuka pin CCTV hanya bosku." Jung Ki berusaha menyerahkan tas milik kakak sepupu laki-lakinya agar tidak kembali membuat masalah di tempat kejeanya.
Lagipula untuk apa Jeon Ji Hoon datang. Walaupun pria itu memilki kampus yang sangat dekat dari tempat kerjanya kenapa baru hari ini datang?
Sudah dua tahun Ji Hoon berkuliah di salah satu universitas terdekat dengan caffe ini. Hanya saja pria itu memilih tidak datang, dan membiarkannya bekerja dengan damai.
Apa hanya karena tadi malam?
Soal ibunya yang memuji bagaimana Jung Ki melakukan beberapa hal yang membantu perekonomian paman dan bibinya dan Ji Hoon tidak melakukannya.
"Kau mengusirku?" tanya Ji Hoon sedikit tidak percaya karena Jung Ki benar-benar melakukannya padanya, bahkan dengan wajah datar dan tatapan kemana-mana. "Pergilah Kak." Lagi, Jung Ki mengarakannya lagi.
"Aku tidak perduli mau sampai kapan kau melakukan hal buruk padaku, aku hanya ingin kau tidak melakukannya di sini. Tempat ini terlalu terbuka, selain kau akan semakin dirugikan, kau akan mendapatkan banyak masalah. Jadi, kau pulang saja Kak." Tangan Ji Hoon mengerap keras, pria itu sedikit kesal dan tidak terima karena Jung Ki benar-benar mengusirnya dengan tidak baik-baik saja.
Wajah datar, tatapan malas, dan bibir yang terlihat benar-benar memancing kepalan tangan Ji Hoon untuk memukulnya sampai bibirnya kembali pecah lagi.
"Jadi seperti ini auramu jika sedang bekerja? Meremehkanku bahkan saat kau tidak berdaya, saat kemarin malam aku---"
"Jeon Jung Ki," panggil seseorang yang hampir keluar dari satu pintu dengan dua karsud sedikit berat keluar dari pintu sisi dalam. "Kak Ji Min," jawab Jung Ki dengan memberikan tas Ji Hoon dengan cara melempar karena sejak tadi pria itu masih tidak ingin menerima, Jung Ki berjalan cepat menuju Ji Min dengan mengambil satu kardus isi lainnya.
"Astaga," keluhnya begitu dia sampai di tempat yang dua tuju saat matanya tertutup kardus dengan anak tangga yang menanjak. "Maafkan aku soal minumanmu, aku akan membuatkannya lagi dan membersihkan kekacauan ini, Kak." Begitu Ji Min melihat beberapa minuman yang tumpah dan menjadi kacau dengan beberapa air yang menetes kemana-mana Ji Min mulai ikut membersihkannya tidak melihat jika masih ada Ji Hoon di sana.
Ji Min dan Jung Ki membersihkan beberapa set yang terkena air kopi dan beberapa es batu yang mulai mencair. Jung Ki mengambil lap pel san beberapa kain bersih untuk membersihkannya.
"Kau," sadar Ji Min saat melihat Ji Hoon masih berdiri di tempatnya membuat Ji Min terkejut. Pria itu meninggalkan lap basah tadi dan menggantinya dengan yang baru. "Kau ingin pesan minuman apa?" tanya Ji Min dengan saat melihat pria itu tidak lebih tua darinya dan tidak lebih muda dari Jung Ki juga.
"Apa kalian bekerja berdua saja di sini?" Peetanyaan aneh terdengar membuat Ji Min merasa telunganya gatal, pria itu menyatukan alisnya kecil dan melirik pria tadi melihat ke arah Jung Ki dengan serius. "Ya, ada yang bisa ku bantu?" tanya Ji Min setelah dia bisa melihat tatapan intimidasi dari pria tadi pada rekan kerjanya.
Ji Hoon maish tidak menjawab, pria itu hanya melirik pada Jung Ki yang sibuk dengan meja dan beberapa pelrengkapan yang terkena air, membilasnya, mengeringkannya beberapa kali dengan tisu. Lalu mengepel ulang beberapa kali lantai karena satu minuman pecah membuat lantai menjadi basàh tidak karuan.
"Kau mendengar pertanyaanku?" tanya Ji Min berusaha menyadarkan pelanggannya yang sejak tadi terus menerut melihat ke arah Jung Ki tanpa suara.
Fokusnya hanya pda Jung Ki, dan tayapannya terlalu tajam. "Satu es kopi manis untukku," jawab Ji Hoon mengambil duduk di kursi paling jauh, dan sengaja dekat dengan pintu keluar.
Jung Ki hanya bisa menghela nafasnya berat, sepertinya Ji Hoon ingin bermain-main dengan Jung Ki di tempat kerjanya. "Kau mengenalnya? Pria itu terus melihatmu." Ji Min terlihat memberikan satu kertas oesanan dan pertanyaan dengan suara berbisik pada Jung Ki.
"Aku tidak mengenalnya."