Yu Jiaojiao berjalan menuju pintu kamar Gu Tingwei, pura-pura mau keluar. Namun saat ia sampai di pintu, tiba-tiba ia berbalik sambil mengeluarkan sebuah foto, berusaha menggoyahkan Gu Tingwei.
"Anak baikku, coba kamu lihat foto apa ini?" tanya Yu Jiaojiao.
Gu Tingwei melihat foto itu dan mukanya langsung berubah! Itu adalah foto saat ia masih belum mengerti apa-apa dan mau saja dirayu oleh Yu Jiaojiao untuk mengenakan pakaian wanita.
Tidak hanya mengenakan gaun yang cantik, Gu Tingwei juga dipakaikan rambut palsu dan didandani dengan kosmetik. Ia tampak cantik dan imut bagaikan putri kerajaan.
Gu Tingwei terdiam, "..."
Yu Jiaojiao menggoda lagi, "Kalau kamu tidak setuju syuting bersamaku, maka Mama akan memasang foto ini di internet."
Lagi-lagi Gu Tingwei tidak merespon.
"Coba saja, bagaimana kalau saudara-saudaramu melihat foto ini?"
Aura ruangan menjadi sunyi seketika. Akhirnya dengan susah payah, Gu Tingwei membuka mulutnya, "Aku pergi!"
***
Setelah pulang dari Taman Mo, Tangtang dan Mo Heng tinggal di rumah selama beberapa hari, tidak keluar sama sekali. Setelah menolak kunjungan ataupun penawaran untuk main ke rumah Mo Qishan dan Fang Lanxin, akhirnya mereka berdua keluar pada hari yang cerah.
Agar tak menarik perhatian orang, Mo Heng tidak menggunakan mobil perusahaan. Ia memilih untuk memanggil taksi.
Mo Heng dan Tangtang. Dua topi, dua kacamata hitam, dan dua buah masker menutup wajah mereka dengan sempurna.
Taksi itu tidak menyediakan bangku anak sehingga Mo Heng hanya bisa memeluk Tantang di pangkuannya.
Sebelumnya saat Tangtang naik mobil, gadis kecil itu terlalu mengantuk sehingga tidak sempat melihat dengan teliti kotak besar hitam yang beroda empat ini.
Kali ini, Tangtang sangat bersemangat. Dengan mata yang berkilau karena penasaran, ia melihat ke sana kemari sambil mengulum jempolnya.
Tidak lama kemudian, akhirnya ia tidak bisa duduk diam lagi. Tangtang memanjat keluar dari pelukan Mo Heng, kedua tangannya menempel di jendela mobil, lalu menatap ke luar jendela dengan fokus.
"Wow…" Tangtang berseru.
Kota yang asing, keramaian orang dan mobil, serta gedung-gedung yang tinggi. Bagi putri duyung, semua ini terlihat begitu baru dan menarik. Pemandangan sekilas melintas melalui matanya yang bulat, membuatnya kewalahan.
Mo Heng menyentuh kepala Tangtang sambil bertanya, "Tangtang suka di sini tidak?"
Tangtang menganggukkan kepalanya, "Suka!"
Jawaban itu membuat hati Mo Heng melembut. Kebersamaan mereka selama beberapa hari ini membuat Mo Heng mengagumi kemampuan belajar putri duyung ini. Hanya saja, segala tingkah laku Tangtang adalah hasil tiruan darinya.
Semalam contohnya, Mo Heng tanpa sengaja membiarkan Tangtang masuk ke kamar mandi dan melihatnya buang air kecil sambil berdiri. Kemudian setelah itu, ia melihat Tangtang yang mau buang air kecil membuka celananya dan berdiri.
Pagi ini juga, setelah Mo Heng menghangatkan susu, ia pergi mencari Tangtang. Kemudian ia melihat Tangtang sedang berdiri di atas bangku kecil di depan wastafel, sedang mengulurkan tangannya sambil berusaha meraih pisau cukur milik Mo Heng.
Mo Heng merasa lucu setiap kali teringat adegan itu.
Masih ada beberapa hari sebelum syuting dimulai, Mo Heng meminta Chen Qiong mencari ahli pendidikan anak yang berkelas untuk memberikan bimbingan kepada Tangtang.
Ahli pendidikan ini memiliki lembaga pelatihannya sendiri, ia biasanya melakukan bimbingan one by one. Setelah bersusah payah, Chen Qiong akhirnya berhasil memasukkan Tangtang ke lembaga tersebut.
Begitu Mo Heng masuk ke dalam bersama Tangtang, karyawati bagian resepsionis segera membawa mereka ke ruang bermain.
"Guru Zhou akan segera datang, mohon Pak Mo tunggu sebentar."
Mo Heng menganggukkan kepalanya lalu menurunkan Tangtang. "Tangtang, kamu main sendiri dulu ya, Kakak mau telepon sebentar."
Ruang bermain itu penuh dengan berbagai macam mainan yang disukai anak-anak. Ada boneka, mobil-mobilan, seluncuran, dan masih banyak lagi. Mulut Tangtang terbuka lebar, seketika ia tidak tahu apa yang harus dimainkan terlebih dahulu.
Muka Tangtang yang lugu terlihat sungguh imut, membuat karyawati berteriak di dalam hati.
'Anak ini adalah anak haram Mo Heng!'