Chereads / The Retro: Art and Death / Chapter 31 - Festival?

Chapter 31 - Festival?

Sesuai janjinya dengan Hendery, rekan Tristan di Humas Polri untuk membahas perihal kerja sama penelitian menggunakan data base besar milik Polri, Jam delapan pagi, Bella sudah sampai di depan Markas Besar Polri itu. Serangkaian pemeriksaan dijalani dosen itu, mulai dari metal detector, hingga pemeriksaan kendaraan. Bella sangat mewajari keketatan protokol keamanan itu, karena bagaimanapun juga ini adalah markas kepolisian terbesar, tidak sembarangan orang bisa masuk kecuali memiliki kepentingan. Terimakasih kepada Tristan yang secara tidak langsung sudah membukakan gerbang untuknya.

"Silakan masuk, Bu. Lapor saja ke bagian administrasi untuk bertemu Kapten Hendery," ujar petugas keamanan yang memeriksanya itu.

Bella tersenyum dan mengangguk, "Baik, Pak. Terimakasih banyak," ujarnya sopan. Bella lantas kembali ke mobilnya, memarkirkan dengan benar di tempat yang diarahkan oleh petugas tadi.

Selesai memarkirkan mobilnya, Bella langsung menuju meja administrasi yang berjarak hanya beberapa meter.

"Permisi, Selamat Pagi," sapa Bella ramah pada petugas administrasi disana.

"Pagi, Bu. Ada yang bisa Saya bantu?"

"Saya ingin bertemu dengan Kapten Hendery dari Divisi Humas. Sebelumnya sudah ada janji temu," ujarnya.

"Oh, baik. Sebentar ya, Bu. Saya hubungi beliau terlebih dahulu."

Bella hanya mengangguk sebagai respon, lantas memperhatikan petugas itu yang menghubungi Hendery melalui telepon kantor. Beberapa menit kemudian, wanita paruh baya itu sudah selesai dengan teleponnya.

"Katanya ditunggu saja Bu, Kapten Hendery sedang menuju kesini," ujarnya.

"Oh, gak Saya saja yang ke ruangannya?"

"Tidak usah, Bu. Silakan ditunggu saja."

"O-oh, baik. Terimakasih." Agak canggung, Bella akhirnya duduk di kursi tunggu seberang meja administrasi itu. Rekan Tristan itu sepertinya terlalu baik sampai sampai Ia yang menemui Bella terlebih dahulu. Padahal Bella yang punya kepentingan.

Tak lama kemudian, seorang petugas kepolisian yang tampaknya seumuran Tristan muncul di hadapan Bella. Pria itu tampak berbicara dengan petugas administrasi tadi, lalu Ia menoleh pada Bella setelah si petugas menunjuk Bella yang tengah duduk.

"Oh ini ya, Ibu Bella? Dosen dari ISC Jakarta?" tanyanya ramah.

Bella berdiri dan mengulurkan tangannya sopan, "Betul, Saya Arabella, ini dengan Kapten Hendery ya? Rekannya Kapten Tristan?"

"Iya, betul. Saya sudah dengar sebagian tentang penelitian Anda dari Tristan waktu itu. Kebetulan sekali Bu, karena Kami sedang mencari sumber daya riset baru. Kalau begitu langsung saja kita ke ruang meeting untuk membahas data base yang Anda butuhkan," ujarnya panjang lebar.

"Baik, Pak."

****

"Jadi memang yang dibutuhkan data tahanan umum ya Bu? Bukan hanya yang di tahanan dengan tingkat keamanan tinggi?" tanya Hendery memastikan setelah Bella menjelaskan panjang lebar konsep penelitian beserta apa yang dibutuhkannya. Hendery sedari tadi hanya menyimak, memahami tanpa bicara.

Bella lantas mengangguk, "Betul, Kapten Hendery. Karena skala penelitiannya akan dibuat lebih beragam dan luas, akan melibatkan multigolongan, seperti itu."

"Baik. Tapi kalau data di kita, itu yang dispesifikasi hanya mana yang tahanan di penjara kemanan tinggi saja Bu. Apa gak masalah?"

"Pasalnya kan datanya sangat banyak, apa gak kesulitan nanti untuk memilah lagi?" lanjut Hendery.

Bella menggeleng, "Tidak masalah, Kapten. Nanti Saya dan tim akan tetapkan batasannya seperti apa. Justru data yang masih bercampur seperti itu yang Kami butuhkan," ujarnya.

Hendery lantas mengangguk paham, "Baik Bu kalau begitu. Akan Saya siapkan datanya hari ini, mungkin hari Senin nanti bisa Ibu Bella ambil disini atau via daring saja kalau repot. Agak besar ya datanya, nanti Saya copy ke hardisk," ujarnya panjang lebar.

"Baik, Kapten. Terimakasih banyak sebelumnya."

"Sama sama. Kami juga akan sangat terbantu dengan topik penelitian yang baru Kami terima ini."

Bella hanya mengangguk dan tersenyum.

"Lalu untuk kesepakatan akan keamanan data, nanti akan data surat pernyataan dan poin poin yang Bu Bella harus tanda tangani diatas materai sepuluh ribu agar data itu bisa segera digunakan ya. Bisa diambil hari ini, sudah Saya siapkan," ujarnya.

Bella lagi-lagi mengangguk, "Baik, sekali lagi terimakasih Kapten Hendery, sudah memudahkan prosesnya sampai sini."

"Bukan apa-apa, memang tugas Kami. Kalau begitu apa masih ada pertanyaan Bu?"

Bella menggeleng, "Sudah tidak ada, Pak. Kalau begitu mungkin Saya akan langsung saja pamit dan kembali hari Senin nanti," ujarnya.

"Baik kalau begitu, mari Saya antar ke depan."

Keduanya lantas berjalan beriringan menuju halaman depan kantor kepolisian. Sesekali keduanya mengobrol akrab. Kedatangan Bella itu tentu saja mengundang beberapa pasang mata menatap heran, pasalnya jarang-jarang sekali ada kunjungan sepagi ini.

"Sekali lagi terimakasih, Kapten Hendery atas bantuannya."

"Sama-sama Bu Bella. Lain kali panggil Hendery saja, sepertinya kita juga seumuran, jangan terlalu formal," ujar Hendery.

Bella hanya tertawa canggung, "Baik. Saya duluan. Selamat Pagi."

"Selamat Pagi."

Bella lantas kembali ke mobilnya setelah berpamitan pada Hendery di depan. Pria itu juga tampaknya sudah kembali masuk ke kantor ketika Bella mulai menghidupkan mesin mobilnya. Baru saja gadis itu memegang porsnelling, gangguan penglihatannya kembali.

Kepalanya kembali mendadak pening, pemandangan di depannya itu mendadak menjadi temaram, semakin lama semakin menggelap.

"Gak gak gak, gak sekarang tolong." Bella berusaha mengendalikan dirinya agar tidak lagi mendengar dan melihat seperti beberapa waktu lalu.

Namun sepertinya agak sulit, Bella malah memejamkan matanya karena kepalanya itu semakin pusing seperti dihujam oleh sesuatu dari seluruh penjuru. Tangannya bahkan meremas kuat kuat kemudi, Ia kesakitan sekarang.

"Ini dibawa dari festival ..."

"Kami belum mengetahui siapa pemilik benda ini, tapi ini memang ditemukan disana ..."

Seseorang mulai berbicara lagi, kali ini Bella tidak melihat siluet, melainkan seseorang yang Ia kenal betul siapa dari suaranya. Perlahan lahan, sosok yang berbicara itu tak terdengar lagi berbicara, namun Bella malah melihat pergerakannya.

"Tristan?"

****

Agenda reinvestigasi yang dipimpin Tristan itu terus dilakukan. Hari ini sudah memasuki pemeriksaan TKP yang terakhir, alias TKP ke dua belas, dan satu lagi TKP yang ketiga kalinya diperiksa. Setelah tidak mendapat kejanggalan di TKP ke dua belas, Tristan memerintahkan timnya untuk kembali ke TKP ke delapan.

Bukan tanpa alasan, itu TKP tempat dimana investigator dua tahun lalu menemukan jejak seseorang yang dicurigai pelaku namun ternyata salah tangkap. Alias ... error in persona.

"Laporan investigasi mengatakan kalau ada empat orang yang teridentifikasi jejaknya di TKP ke delapan. Saya curiga ada lagi yang tak terdokumentasi saat itu," ujar Tristan begitu Isyana menanyakan apa alasannya untuk kembali memeriksa TKP ke delapan padahal mereka sudah pernah kesana dua hari lalu.

"Iya betul. Ada tiga orang, dan dari ketiga orang itu salah semua, alias bukan pelakunya," timpal Jevan di balik kemudi.

"Yang benar? Kok Saya gak baca?" Luki sibuk membaca kembali laporan investigasi dalam bentuk digital.

"Makanya teliti," sindir Yudha.

"Sudah sudah. Fokus. Setelah menyimpulkan apa saja yang kita temukan di 12 TKP selama dua minggu ini, kita akan memanggil tiga orang itu beserta JPU dan Pengacara yang ditugaskan menangani ketiganya," ujar Tristan.