Chereads / The Retro: Art and Death / Chapter 33 - Pengendara Misterius

Chapter 33 - Pengendara Misterius

Tristan menghentikan mobilnya di depan lobby apartemen Bella setelah kedua orang itu menghabiskan jalan-jalan malam mereka beberapa jam. Ya, tentu saja mereka tidak hanya makan malam di luar, melainkan Tristan yang mengajak Bella mengunjungi beberapa spot bagus untuk untuk menghabiskan akhir pekan di Jakarta. Maklum, bisa dibilang seisi Jakarta sudah pernah disambangi oleh si Detektif Muda.

"Hati-hati ya, besok Saya jemput jam tujuh disini," ujar Tristan begitu Bella melepas seatbelt dan memeriksa barang bawaannya di mobil.

Gadis itu tersenyum tipis, "Hati-hati, padahal tinggal naik doang. Iya, ditunggu besok," ujarnya.

"Jangan lupa itu dimakan nanti." Tristan menunjuk satu paper bag berisi makanan khas untuk sarapan yang dibelikannya sebagai 'oleh-oleh' itu. Ya padahal mereka sama-sama tinggal di Jakarta.

"Iya. Makasih ya, Saya duluan. Kamu hati-hati. Jangan ngebut," ujar Bella, tersenyum lalu membuka pintu. Tristan hanya mengangguk.

Kaca mobil diturunkan Tristan begitu Bella sudah berada di seberang kanannya. Sekali lagi Bella melambaikan tangannya yang juga direspon sama oleh Tristan. Senyum tak luntur-lunturnya dari wajah pria itu, hingga akhirnya Bella hilang dibalik pintu lobby.

Tristan lantas melajukan mobilnya keluar area apartemen di bilangan Sudirman itu. Sudah lama rasanya Ia tidak mengendarai mobil diatas jam sembilan malam dengan santai seperti ini, karenanya Ia memutuskan untuk melajukan mobil pelan saja sembari mendengarkan alunan musik dari radio mobil.

"I like me better when I'm with you ..." Tristan bergumam, tepatnya bernyanyi pelan ketika lagu populer itu direquest oleh satu pendengar radio.

Terus seperti itu, hingga akhirnya Ia berhenti di persimpangan dengan lampu lalu lintas yang masih menyala merah. Sabar saja Tristan menunggu, mana mungkin Ia mau menerobos lampu merah meskipun berada di baris paling depan.

Beberapa menit kemudian, lampu lalu lintas itu berubah hijau. Tristan lantas mengubah porsnelling mobilnya, kembali melaju, kali ini lebih cepat dari sebelumnya. Pria itu juga sudah lumayan mengantuk setelah seharian beraktifitas.

Namun sesuatu berhasil menarik perhatiannya ketika Ia melihat kaca spion depan. Satu sedan putih dibelakangnya itu kenapa tampak dekat sekali dengan mobilnya? Tak mau ambil pusing, Tristan lantas meningkatkan kecepatan begitu menanjak ke fly over.

Tapi mobil itu sepertinya tak berubah, masih saja berada dalam jarak dekat dan tak wajar dengan mobilnya, "Kenapa sih?" gumamnya.

Instingnya bergerak, Ia mulai curiga kalau pengendara itu memiliki maksud lain. Maka begitu sampai di pertigaan, Tristan mematahkan kemudinya ke kanan mendadak, dari sebelumnya Ia melaju ke arah lurus dengan cepat.

Tristan tersenyum miring, mobil itu bahkan bisa mengikuti arah kemudinya, "Sialan, ngikutin Gue rupanya," ujarnya pelan seraya mengenakan kacamata minus yang memang selalu Ia bawa untuk mengendara di malam hari.

Tristan kembali mengatur porsnellingnya, memacu kembali mobilnya dengan kecepatan mendekati 120 km/jam di jalan dalam kota. Sekali lagi, jalan dalam kota. Bisa dibayangkan dua mobil itu kini kebut-kebutan, saling mengejar di jalan raya dengan manuver si pengemudi yang membuat pengendara lain di jalan padat itu berkali kali membunyikan klakson mereka.

Dalam fokus tinggi itu, Tristan masih sadar untuk mengaktifkan handsfreenya dan menghubungi bantuan, "Halo, Syan. Sorry ganggu Lo lagi. Lo bisa lacak posisi Gue kan? Gue posisi di Sudirman, dan dibelakang ada yang ngikutin Gue."

"Ngerjain aja Lo malem-malem. Lo tahan deh, jangan dibiarin lepas, Gue cari," ujar Isyana kemudian. Untung saja sepertinya Kapten Divisi Intelijen itu masih berada di Markas Kepolisian semalam ini.

"Ya Lo kira Gue bakal ..."

CITTT!

DUK!

TIIINNN!

Tristan menginjak rem mendadak, Ia hampir saja menabrak mobil di depannya dari arah berlawanan. Sontak saja pengendara itu membunyikan klakson panjang-panjang.

Tak ada waktu untuk meminta maaf, Tristan kembali memeriksa spion depannya, "Masih aja." Tristan kembali memutar kemudinya, kali ini ke kiri, ke sebuah gang yang cukup gelap tanpa penerangan. Tak masalah, Tristan tahu kemana ujung jalan itu.

"Lo lewat Plaza Semanggi kan?" Isyana berbicara via wirelessnya.

"Ya."

"Terus di jalan itu. Orang yang ngejar Lo muter, kemungkinan kalian bakal ketemu di depan. Di pertigaan pertama, Lo belok kanan."

"Oke."

Menit berikutnya, Tristan sudah membanting stir ke kanan, guna mengejar dan menyudutkan orang yang mengejarnya itu.

"Dikit lagi Tan."

"Sebentar." Tristan menghentikan mobilnya mendadak di gang sepi itu.

"Kenapa Lo berhenti?"

Tristan tak menjawab, Ia punya strategi sendiri. Mengetahui jalanan ramai di depan, Ia yakin tak akan bisa sembarangan berbelok tajam dan memalangkan mobilnya ke depan pengendara yang mengikutinya itu.

Tak lama kemudian, Tristan melajukan mobilnya kembali begitu satu mobil yang Ia yakini milik penguntitnya tadi itu melaju dengan kencang di depan gang. Isyana tak berkomentar, Ia sudah paham cara Tristan.

Kembali Tristan dengan fokus penuhnya, menyamai posisi dengan si penguntit tadi. Lalu menit berikutnya, Ia memelankan laju mobil.

SRETT!

Tristan memalangkan mobilnya ke kiri, tepat di depan sedan putih itu yang anehnya sudah berhenti. Tanpa banyak pertimbangan, Tristan keluar dari mobilnya.

"Sinyalnya ilang," ujar Isyana.

"Apa?"

"Sinyal orang itu, kenapa tiba-tiba ilang?" Isyana terdengar panik. Tristan tak terlalu menanggapi, Ia langsung saja memeriksa ke dalam sedan putih itu. Sial, tidak ada orang disana.

"Mulai dari kapan dia hilang? Gak ada orang di dalam mobil," ujar Tristan geram.

"Cepet banget. Gak sampai dua menit yang lalu," jawab Isyana.

"Kondisi mobil mati, dikunci, dan ... gak ada plat nomor polisinya." Tristan mengobservasi sedan putih itu di tempat. Benar-benar mobil misterius. Tidak mungkin kan mobil itu jalan sendiri?

"Sekitar Lo?"

"Aman." Tristan memastikan tidak ada orang di sekitarnya yang bisa saja tiba-tiba muncul.

"Mending Lo balik sekarang, Tan. Situasinya gak aman. Gue bakal kirim petugas buat ngamanin mobil itu," saran Isyana.

Tristan menghela nafasnya dalam, "Oke. Tolong diurus Syan."

****

Setelah shalat ashar, Bella sudah sibuk sendiri memilih pakaian mana yang akan Ia kenakan untuk bertemu calon mertuanya malam nanti. Biasa, wanita kan memang seperti itu. Pakaian banyak, bagus semua, masih saja bingung. Alhasil, Bella memutuskan bertanya pada Tristan.

[iMess]

(Arabella El-Gauri)

Tristan

Maaf kalau malu-maluin

Saya bingung mau pakai baju apa. Kayaknya ngikutin Kamu aja. Warna bajumu apa?

(Tristan Emilio Fariq)

Tristan? Saya lebih tua dari Kamu dua tahun

Saya navy

Niat banget Kamu mau couplean sama Saya

(Arabella El-Gauri)

Oh, OK

(Tristan Emilio Fariq)

Santai aja, Bella

(Arabella El-Gauri)

Gak bisa santai, Mas Tristan

(Tristan Emilio Fariq)

Kamu udah siap-siap begitu

Saya masih rebahan menikmati tidur siang di akhir pekan

(Arabella El-Gauri)

Capek ya?

(Tristan Emilio Fariq)

Iya. Semalam Saya kejar-kejaran sama orang di jalan

Gak tau siapa, pas kehadang, orangnya gak ada

Misterius kan?