Chereads / Kisah Cinta Tak Biasa / Chapter 28 - Pilih Dinda Aja

Chapter 28 - Pilih Dinda Aja

Setelah selesai makan, Cinta pun kemudian langsung saja masuk ke dalam kamar mandi. Dia ingin membersihkan dirinya.

Kamar mandi yang terdapat di gubuk bambu Mbok Lastri hanyalah kamar mandi ala kadarnya saja. Tidak ada bak mandi sama sekali. Hanya ada satu kendi dan gayung yang terbuat dari batok kelapa.

Cinta mulai mengguyur tubuhnya menggunakan air secara terus menerus tanpa henti. Dia merasa jijik kepada tubuhnya itu karena telah tersentuh oleh lelaki brengsek.

"Kenapa takdirku begitu jahat padaku? Sebenarnya apa dosa yang telah aku lakukan di masa lalu hingga masa kini aku terus tersiksa. Hiks ... semua orang di dunia ini begitu jahat padaku. Mereka semua hanya ingin menyakiti diriku saja," tangis Cinta.

Tanpa terasa kini sudah malam hari. Di rumah orang tuanya, Rico kini tengah bersiap. Dia ingin segera pergi untuk menemui Cinta di jembatan cinta.

'Hm ... Cinta, sebentar lagi aku akan segera hadir dan juga menemui dirimu. Aku begitu rindu padamu, Cinta. Sangat rindu. Tunggu aku ya, Sayang. Aku akan segera datang," cicit Rico.

Dan tak seberapa lama kemudian, saat ini Rico telah selesai bersiap. Dia menyemprotkan begitu banyak minyak wangi di seluruh permukaan tubuhnya.

"Apa aku udah wangi ya? Aku harus tampil sempurna jika di hadapan Cinta," celoteh Rico.

Karena masih takut kurang wangi juga, akhirnya Rico pun lagi dan lagi terus saja menyemprotkan minyak wangi itu.

"Nah ... kalau untuk sekarang, aku rasa kayaknya cukup deh. Aku udah siap. Tapi ini masih jam setengah tujuh lewat dikit. Apa Cinta sudah ada di jembatan itu ya? Akh ... ya sudahlah, meskipun Cinta belum berada di sana, aku akan tetap setia menunggunya di tempat itu. Sekali-kali harus aku yang menunggu Cinta. Bukan Cinta yang terus-terusan menungguku. Aku harus bisa membuktikan cinta yang aku miliki ini kepada Cinta. Cinta harus tahu betapa aku sangat mencintainya," tutur Rico.

Rico pun kemudian langsung saja keluar dari kamar. Saat berada di luar kamar, Rico bertemu dengan Mamih.

"Rico," tegur Mamih yang saat itu posisinya berada di belakang tubuh Rico.

Mendengar namanya telah disebut, Rico pun kemudian langsung saja berbalik badan.

"Eh, Mamih. Iya, Mih, ada apa?" tanya Rico.

"Mau ke mana kamu, Nak?" tanya Mamih.

"Rico mau pergi main, Mih. Biasa, Mih, jalan-jalan. Namanya juga kan anak muda," ujar Rico.

Dengan segera Mamih pun langsung saja semakin mendekat kepada Rico.

Mamih memperhatikan Rico dari atas sampai bawah. Mamih juga mengendus-ngendus mencium bau tubuh Rico yang begitu menyengat oleh minyak wangi.

"Eum ... astaga, Rico kamu pakai apa di tubuhmu?" tanya Mamih.

"Pakai apa, Mih? Rico ga pakai apa-apa kok," jawab Rico.

"Ga pakai apa-apa ... jangan bohong deh, Ric. Jelas banget nih, bau tubuh kamu itu sangat menyengat. Minyak wangi nih kayaknya. Tapi kesannya jadi bukan kayak minyak wangi sih. Abisnya baunya juga berlebihan," ujar Mamih.

"Masa sih, Mih? Iya gitu berlebihan?" tanya Rico.

"Iya, Nak. Sangat berlebihan ini mah," jelas Mamih.

"Eum ... ya sudahlah, Mih. Tidak apa deh. Rico buru-buru banget ini. Harus segera pergi," terang Rico.

"Kamu mau pergi sama siapa sih sebenarnya? Dan ya, kalau Mamih perhatiin, akhir-akhir ini kamu suka banget pergi malam-malam," kelakar Mamih.

"Rico pergi sama seseorang kok, Mih. Mamih tidak perlu khawatir ya," ucap Rico.

"Cewek ya?" tebak Mamih.

"Eum ... hehe, iya, Mih," aku Rico.

"Siapa ceweknya? Kenapa ga diajak ke rumah aja? Sini bawa dia ke rumah ini. Mamih juga ingin kenalan sama dia," tutur Mamih.

'Bagaimana mungkin aku bisa membawa Cinta ke rumah ini? Aku sih sudah sangat yakin kalau Cinta pasti akan langsung menolaknya. Sebenarnya aku juga ingin membawa Cinta, hanya saja aku tahu, Cinta pasti tidak akan pernah mau'. Batin Rico.

"Iya, Mih. Nanti Rico bawa ke sini kok. Mamih tenang aja. Untuk sekarang nggak dulu," ujar Rico.

"Kenapa nggak? Apa bedanya sekarang dan nanti? Menurut Mamih sama aja tuh. Mendingan juga kamu bawa dia sekarang ke rumah," kekeh Mamih.

"Ya ga bisa gitu juga dong, Mih. Aku kan masih dalam tahap pendekatan dengannya. Aku ga bisa sembarangan bawa dia," terang Rico.

"Owalah ... jadi masih dalam tahap pendekatan toh? Astaga, Rico ... kamu kok ga gercep banget sih. Ikh ... heran deh Mamih sama kamu," oceh Mamih.

"Yeh ... Mamih mah, semuanya juga butuh proses kali, Mih. Udah Mamih santai saja, Rico pasti bisa kok mendapatkan dia," yakin Rico.

"Hm ... belum pasti juga, Ric. Mendingan juga ya, kamu itu milih Dinda aja yang udah pasti," celetuk Mamih.

"Apa sih, Mih? Masa Dinda sih? Ya ga mungkin lah, Mih," tegas Rico.

"Kenapa ga mungkin? Mungkin aja kok menurut Mamih," kekeh Mamih.

"Ya itu sih menurut Mamih aja mungkin. Tapi menurut Rico itu semua ga mungkin. Lagian juga kan yang menjalani semuanya itu Rico, Mih. Bukan Mamih," celetuk Rico.

"Iya, iya ... Mamih tahu kok kamu yang menjalaninya, tapi Mamih itu kan ibu kamu loh. Mamih sangat tahu mana yang baik dan mana yang nggak buat kamu. Mendingan kamu ga usah banyak tingkah gitu. Sebaiknya udah, kamu pilih Dinda aja," cicit Mamih.

"Ga bisa gitu, Mamih ... ga bisa loh," ucap Rico.

"Bisa, Rico! Bisa!" kekeh Mamih.

"Ah ga tahu lah, Mih. Mamih jadi maksa Rico kayak gitu. Rico itu ga suka sama Dinda, Mih. Rico itu sudah menganggap Dinda sebagai saudara sendiri. Jadi ga mungkin kalau sampai Rico menjalin asmara dengannya," ucap Rico.

"Sekarang aja kamu bisa bilang gitu. Lihat aja nanti. Cinta itu datangnya tiba-tiba dan sama sekali tidak terduga," cicit Mamih.

"Tapi kayaknya sangat ga mungkin, Mih. Udah ya, Mamih ga usah jodoh-jodohin Rico sama Dinda lagi. Rico sudah memiliki pilihan sendiri," ungkap Rico.

"Ya terserah kamu saja dah. Memangnya Mamih bisa apa sih," ujar Mamih.

"Mih, Rico pergi ya," ucap Rico.

"Ya udah sana," sahut Mamih.

"Mamihnya jangan ngambek gitu dong, Mih. Senyum dulu dong," pinta Rico.

Mamih pun kemudian hanya tersenyum tipis saja.

"Tuh udah," ucap Mamih.

"Ikh ... ga keliatan loh, Mih. Coba lebih lebar lagi senyumnya, Mih. Pasti akan sangat cantik banget deh. Rico yakin itu," rayu Rico.

Mamih pun kemudian mencoba tersenyum kembali. Senyuman yang sedikit lebar dari senyuman sebelumnya.

"Eum ... dikit lagi aja deh, Mih. Dikit ... lagi, coba, Mih," titah Rico.

"Ish ... banyak mintanya ya kamu," kesal Mamih.

"Ayolah, Mih. Kan hanya sebentaran doang," kekeh Rico.

"Iya deh iya," pasrah Mamih yang kemudian langsung saja tersenyum lebar dan juga begitu manis.