Saat ini Rico tengah bersiap untuk segera pergi ke kantor. Rico telah rapih dengan setelan kerjanya.
Kemudian sekolebat kejadian semalam pun hadir di bayangan Rico yang membuat Rico seketika saja menjadi tersenyum.
"Ya ampun Cinta ... kamu itu sangat cantik sekali. Kamu telah membuat diriku begitu tergoda dan juga jatuh cinta. Aku ingin segera menikahi dirimu. Nikah? Apa aku udah siap nikah ya? Aduh ... ga tahu deh aku. Aku kayak siap ga siap gitu kalau bahas pernikahan," celoteh Rico.
Tak lama kemudian, Mamih Rico pun datang dan masuk ke dalam kamar Rico. Mamih melihat Rico tengah berceloteh seperti itu. Mamih pun langsung saja menegur Rico.
"Rico," tegur Mamih. Sontak saja Rico pun menjadi langsung menatap Mamih.
"Eh, Mamih. Iya, Mih, ada apa?" tanya Rico.
"Kamu udah belum siap-siapnya? Kok lama banget sih? Akhir-akhir ini kamu suka lama banget kalau siap-siap. Ada apa sih sebenarnya?" selidik Mamih yang mulai curiga.
"Ga ada apa-apa kok, Mih. Hehe," bohong Rico.
"Serius kamu ga ada apa-apa? Mamih minta sebaiknya kamu segera jawab jujur, Nak. Jangan bohongi Mamih. Mamih paling tidak bisa dibohongi," ujar Mamih.
"Tapi emang ga ada apa-apa kok, Mih," kekeh Rico. "Ya udah yuk, Mih. Ayo kita turun dan segera sarapan," ajak Rico.
"Hm ... ya udah ayo," pasrah Mamih.
Mamih dan juga Rico pun kemudian segera saja keluar dari dalam kamar Rico. Mereka segera mengarah ke ruang makan.
Sedari tadi juga Mamih terus saja menatap wajah Rico mencoba mencari kebeneran di sana. Mamih sangat tahu betul ada sesuatu hal yang telah terjadi di dalam diri Rico.
Saat setelah sampai di ruang makan, Papih pun kemudian langsung saja berucap kepada mereka berdua.
"Kalian habis dari mana dulu nih? Kok lama banget. Sedari tadi Papih udah nungguin kalian berdua tahu. Papih sangat lapar ini," keluh Papih.
"Iya, Pih. Maafin kita deh ya, Pih," ucap Mamih.
"Ya, ya, ya ... udah sebaiknya kalian berdua cepat duduk dan juga makan," titah Papih.
"Iya baik, Pih," patuh Rico dan juga Mamih.
Dengan segera Mamih dan juga Rico pun langsung saja terduduk dan juga segera mereka makan.
Ketiganya langsung saja menyantap sarapan mereka. Tidak ada yang berbicara sama sekali sampai mereka selesai makan.
Beberapa saat kemudian, mereka pun telah selesai makan.
Rico terlihat begitu buru-buru sekali. Selesai makan, Rico langsung minum dengan begitu tergesa-gesa. Rico mengambil tisu sembari berdiri dan bersiap pergi.
"Mih, Pih ... Rico harus segera pergi sekarang," jelas Rico.
"Sekarang juga gitu, Nak? Kok buru-buru amat sih. Ini masih sangat pagi loh, Nak. Biasanya juga kamu pergi kerja agak siangan deh," heran Mamih.
"Iya, Mih. Ini di kantor ada tugas tambahan untuk kami semua. Jadinya ya mau tidak mau Rico harus segera pergi. Kalau gitu Rico pamit ya, Pih, Mih ..." pamit Rico yang langsung saja bersalaman kepada kedua orang tuanya.
"Assalamualaikum," salam Rico sembari melangkah pergi.
"Waalaikumsalam," jawab Mamih dan juga Papih secara bersamaan.
"Eh Pih, Papih menyadari perubahan pada diri Rico ga, Pih?" tanya Mamih.
"Perubahan apa sih, Mih?" bingung Papih.
"Ish ... masa iya sih Papih ga sadar? Orang udah sangat jelas kok kalau Rico itu berubah," kesal Mamih.
"Perasaan Mamih doang itu mah. Udah ya, Mih, udah ga usah terlalu dipikirin lagi masalah gituan," ujar Papih.
"Tapi Rico itu anak kita, Pih. Kita harus mengetahui apapun yang terjadi pada diri Rico," cicit Mamih.
Saat ini Rico telah berada di tempat kerjanya. Rico menjumpai banyak orang di sana. Banyak sekali karyawan lain yang menyapa Rico, tapi Rico seolah terhanyut dalam lamunannya sehingga ia tidak terlalu menanggapi orang-orang yang telah menyapa dirinya.
"Pagi, Rico ..." sapa salah seorang teman kerja Rico saat berpas-pasan dengan Rico. Tapi saat itu Rico hanya diam saja tanpa menjawab sapaan dari teman kerjanya tersebut. Jangankan untuk menjawab, bahlan menoleh saja tidak. Rico bersikap seolah tidak ada siapa pun juga di hadapannya itu. Rico langsung melengos pergi begitu saja membiarkan teman kerjanya yang menyapa dirinya tersebut.
"Ish ... ada apa dengan si Rico? Sombong banget deh dia. Nyesel aku nyapa dia duluan. Cuih ... padahal dia juga masih sama aja tuh kayak kita-kita, hanya sebatas karyawan biasa. Iya, kan? Tapi ya gitu lah, sikapnya itu udah kayak dia sebagai bos besarnya," kesal teman kerja Rico yang tadi sempat menyapa Rico.
"Yeh ... itu lah sebabnya tadi aku males banget nyapa si Rico duluan. Aku udah yakin tuh bakal dicuekin sama dia. Jadinya aku memilih abai saja," sahut temannya.
"Iya ikh ... tadi aku nyesel banget nyapa dia," akunya.
"Hm ... ya sudahlah, tidak apa, biarkan saja. Ga usah peduliin orang sombong kayak dia. Hayu akh, tadi kan katanya mau cari sarapan. Ayo," ajaknya.
"Eh iya, ayo."
Kini Rico telah berada di ruangannya bersama dengan rekan kerjanya sekaligus teman dekatnya yaitu Adit.
Saat masuk ke dalam ruangan, Rico terlihat begitu bahagia. Dia terus saja memancarkan senyumnya tersebut membuat Adit menjadi bingung sendiri dibuatnya.
"Ekhm ..." dehem Adit. "Ric ... Rico, woy! Ada apa?" tegur Adit.
Rupanya teguran dari Adit tersebut tak kunjung membuat Rico tersadar dari lamunannya.
"Elah ... ada apa dengan nih anak? Kok dia aneh gitu? Ikh ... ngeri juga jadinya," cicit Adit.
Karena tegurannya itu diabaikan oleh Rico, Adit pun kemudian langsung saja menghampiri Rico dan langsung menepuk bahu Rico untuk menyadarkan Rico dari lamunannya itu.
"Woy! Rico!" ucap Adit dengan nada suara yang sedikit meninggi. Sontak saja saat itu juga Rico menjadi tersadar.
"Eh, apaaan sih, Dit? Ngagetin orang mulu kerjaannya," kesal Rico.
"Ye elah ... tadi juga gue ga ada niatan tuh buat ngagetin elu ... hanya saja kan tadi lu sendiri yang mancing-mancing gue. Akhirnya gue terpaksa deh pake cara itu. Lagian nih ya, tadi itu gue udah negur elu secara baik-baik kok. Hanya saja elu sendiri yang terlalu fokus dalam melamun," celetuk Adit.
"Ah ... masa sih kayak gitu?" tanya Rico yang seolah tak mempercayai ucapan dari Adit tersebut.
"Dibilangin juga, malah ga percaya. Ya udah lah, terserah saja. Sesuka hatimu, Ric," kesal Adit.
"Heleh ... baperan amat dah jadi laki," celetuk Rico.
"Bukan baperan, cuman ya percuma aja gitu ngomong sama orang yang ga percayaan mah," cicit Adit.
"Hm ... iya dah iya, gue percaya sama elu," pasrah Rico.
"Dari tadi kek elu ngomong gitunya. Jadinya kan kita ga usah debat-debat segala," kelakar Adit.
"Dari tadi juga gue mah ga ngajakin debat kali," sanggah Rico.