Malam ini Agni masih termenung di kamarnya, mengingat kejadian sore tadi—sedikitnya dia cukup menyesal telah melayangkan tamparan keras ke wajah laki-laki itu. Harusnya dia tidak terbawa emosinya yang berlebihan.
"Huft..." ini terhitung sudah kesepuluh kalinya dia mengela napas berat. Bingung harus melakukan aksi apa ? Rasanya dia memang perlu meminta maaf, tapi gengsi juga untuk meminta pengampunan laki-laki. 'hey kamu udah kasar, ayo minta maaf !!' —lagi hati kecilnya mengingatkan. Berpikir lama sama sekali bukan kebiasaanya, jadi di keraskan hatinya, meraih benda pipih kotak berwarna hitam—melihat salah satu aplikasi chat—mencari kontak seseorang, Agni masih berkutat antara logika dan hati kecilnya yang saat ini berperang, syukurlah dia bukan makhluk antagonis dalam sebuah serial—kali ini hatinyalah yang memenangkan pertarungan sengit itu,
Jari-jari kecilnya mengotak-atik sesuatu dalam layar habdphonenya—'unblock' yah langkah kecil ini cukup dia lakukan untuk malam ini, untuk selanjutnya biarlah esok hari dia pikirkan ketika otaknya bisa berpikir lebih jernih.
****
"Aku hunting sama Hara besok jumat." aku Alka siang itu, mereka sedang diperpustakaan untuk diskusi tugas kuliah materi Sejarah dan Aliran Psikologi. Mereka diminta untuk membuat bagan untuk melihat sejarah perkembangan psikologi dan aliran psikologi yang ada di Indonesia kemudian dimuat dalam main mapping.
"Oh, hati-hati" Jawaban singkat Agni membuat Alka mengerut samar—benarkah hanya seperti itu reaksinya ? Padahal Alka sudah menyiapkan seribu satu alasan untuk siap mendebat perempuan disebalahnya ini.
"wait--kalian lagi ngomongin siapa ? Hara siapa ?" Tia muncul diantara bilik dengan raut penasaran. Rupanya bisikan Alka juga didengar makhluk yang duduk dibilik samping Agni, ya memang urutannya duduk mereka Fey-Alka-Agni-Tia.
"Hara...itu..?" Alka mendadak gugup, seperti sedang diberi pertanyaan sulit saat sedang presentasi, dia menghadap ke arah Agni yang masih tampak cuek—hey dia sedang butuh bantuan disini, kenapa Agni sungguh tidak peka.
"Siapa lagi ? Aditya Parthara Kafin temen kita Junior High School." jawaban singkat Agni membuat Alka lega, dia tidak tau kalau Agni tidak membuka mulutnya apa yang harus di lakukan untuk menjawab Tia. Sedang Tia benar-benar berdiri dari bangkunya, beruntung mereka belum ditegur oleh penjaga perpustakaan, mengingat betapa berisiknya decitan kursi yang Tia ciptakan.
Melihat Agni berdecak sebal, Tia bergunam maaf—tapi tetap tidak menghentikan aksinya yang ingin mencari tau.
"Jadi Hara kuliah disini juga ?" tanyanya antusias, tunggu sejak kapan Fey juga sudah ikut berdiri dibelakang mereka dengan tangan bersedekap—memang tidak ada yang bisa menghindar dari ajakan untuk bergosip.
"Iya."
"Ihss ayo cerita..!" Tia berdecak sebal, karena sedari tadi hanya dirinya saja yang sepertinya exciteed dengan pembahasan ini—dengan Fey tentu saja, Agni yang biasanya selalu bersemangat dengan gosip, ntah kenapa malah menjadi orang yang super cuek sekarang, dan Alka lagi-lagi bertindak sebagai pengamat, walau bukan hal biasa tapi Tia ingin Alka berevolusi sedikit untuk merubah jumlah kata yang dikatakan dalam hitungan menit, dia terlalu pelit untuk membuka mulut saat informasi itu dibutuhkan keluar dari belah bibirnya.
"Kita lagi diperpus Tia, mending lo balik ke bangku lo sekarang..!"
"No way, cerita dulu baru gue balik."bantahnya cepat.
Mendengar itu Agni akhirnya benar-benar menoleh kebelakang, "Balik gak lo..!"pertintahnya tegas.
"Gak..!!" balas Tia keras kepala.
"Balik..!!"
"ENGGAKK..!" Agni sudah tau percuma juga meminta temannya ini menutup mulut, Tia adalah makhluk super kepo yang tidak akan berhenti berceloteh untuk mengumpulkan informasi yang diinginkannya sampai dia puas, harusnya dia masuk jurnalistik saja, seperti jurusan itu lebih pas untuknya ketimbang Psikologi, ah atau mungkin hukum ?
"Kalau mau ribut silahkan keluar..!! Ini perpustakaan bukan hutan..!!" Intrupsi seseorang yang diketahui penjaga perpustakaan membuat perdebatan sengit diantara Agni dan Tia benar-benar berhenti. Mereka berdiri sebentar—bergerak reflek membungkukkan punggung mereka sedikit, meminta maaf secara simbolis. Setelah mengucapkan maaf secara lisan juga—penjaga perpusatakaan itu sudah kembali ketempatnya, meskipun begitu tatapan dari beberapa mahasiswa yang juga berada di perpus masih mengerikan jika diperhatikan—seakan melayangkan protes kenapa kumpulan berisik ini masih dibiarkan berada diperpustakaan.
"Lo sih..!" geram Agni berbisik menunjuk Tia sebal.
"Lo juga kenapa gak mau cerita.."
"Udah ya..!!" Fey menimpali, sejak tadi dia sudah gatal ingin menyaut dan menyela perdebatan keduanya, namun mode jinak dalam dirinya selalu tepat untuk menghentikan niatannya itu.
"Yaudah iya nanti cerita" akhirnya Agni mengalah cepat.
"Yess..!!" itulah yang sedari dari ditunggu Tia, dan mungkin inilah keputusan bijak yang bisa diambil Agni sekarang, setidaknya untuk membungam mulut Tia yang sangat amat berisik sejak tadi.
Alka yang mendengarkan sejak tadi menjadi agak cemas,mendengar apa yang Agni janjikan, apakah itu berarti Alka harus mulai membagi kisahnya dan Hara pada Tia dan Fey ?
****
"Ag nanti aku mesti ngomong apa sama mereka ?" mendengar pertanyaan Alka, Agni mematikan keran wastafel tempatnya membasuh tangan yang masih mengeluarkan air dan deras. Keduanya sedang berada di toilet—sebenarnya hanya Agni yang berniat buang air kecil, namun berhubung Alka melihat Fey dan Tia tidak ikut ke toilet dan menunggu dikantin, Alka memutuskan menyusul Agni karena ada yang ingin dia diskusikan.
"Lo emang mau cerita lo mantanan ma Hara ?"
"Gak tau.."jawaban lirih Alka membuat Agni berdiam diri sebentar, menatap lurus Alka yang berdiri gusar di hadapannya, "Gak usah aja kalau belom siap." ucapnya yang melihat Alka seperti orang ketakutan. Mana mungkin Agni tega memaksanya untuk bercerita.
"Terus nanti kamu mau cerita apa ?"
Agni terkekah sesaat, "jangan bilang lo ngikutin gue ke sini karena khawatir apa yang mau gue ceritain ke mereka ntar ?"
Alka hanya mengangguk pasrah, membuat tawa Agni meledak, hingga dia harus meminta maaf karena beberapa orang yang juga berada dalam toilet menatapnya aneh.
Agni menepuk-nepuk bahu Alka pelan,"Ehemm... lo santai aja Al, gue gak akan bawa-bawa nama lo okay" jawaban itu jelas tidak membuat Alka tenang, walau rasa penasarannya masih yang mendominasi, bertanya-tanya apa yang akan Agni bicarakan nanti dengan Fey dan Tia. Untuk sekarang dia hanya akan mempercayakan semuanya pada apa yang Agni katakan.
****
Alka menatap layar ponselnya sejenak, masih tidak menyangka setelah sekian lama akhirnya nama itu muncul diruang obrolannya lagi.
From : Hara
Al besok aku jemput di kos kamu ya ? kita jadi berangkat jm 10 kan ?
Alka masih betah menatapi isi pesan singkat itu, meski belum ada niatan membalas, ingatannya justru mengingat kejadian sore tadi—
~flaskback on~
"Jadi ceritain soal Hara..!" ucap cepat Tia begitu Alka dan Agni kembali dari toilet.
Agni menatap jengah sembari duduk cepat dibangkunya,"Lo gak bisa apa biarin kita pesen dulu."
"Udah kita pesenin kok, yang kayak biasanya kan ?" jawab Fey cepat.
"tumben banget."Agni bersungut sangsi, tapi tetap berterimakasih setelahnya.
"jangan ngomong seolah-olah gue gak pernah berbuat baik ya sama lo" Tia kesal karena dianggap hanya bertindak peka ketika ada maunya.
"Iya-iya gak usah sensi gitu dong, lagi datang tamu lo ? Mau gue cerita gak ni ?" Tia mengangguk pasti, walau masih dengan wajah kesal yang ketara karena merasa kebaikannya tak pernah dianggap selama ini. Berbicara dengan Agni memang suka membuatnya terasa bertambah umur lebih cepat.
Agni beedehem sebentar, mencoba merangkai kata diotaknya sebelum mulutnya mengucap secara gamblang, "Jadi gue juga gak tau, waktu itu tiba-tiba Hara nyamperin Jen dan yaudah gue tau dia kuliah disini."
"Udah gitu doang ?" Agni sudah akan menjawab, namun terhenti ketika pesanan mereka datang. Membuatnya berpikir untuk cepat menyelesaikan hal ini karena perutnya sudah meronta-ronta meminta untuk diisi. Tapi jelas dia tidak bisa kabur sebelum kedua temannya ini puas, lihat saja kilat mata keduanya yang masih menunjukkan raut penasaran dan ketidakpuasan atas jawabannya barusan.
"Ya menurut lo ?" akhirnya hanya itu jawaban yang bisa Agni utarakan, pasalnya Alka belum mau buka mulut soal dirinya dan Hara—Agni jelas bukan pihak yang punya hak untuk buka suara.
Tia mendengus, padahal dia pikir ceritanya akan lebih seru daripada segelintir informasi basi yang Agni ungkapkan. Jujur saja mendengar nama Hara membuat jantung Tia sedikit berdebar, bagaimanapun Hara adalah cinta pertamanya dulu sekali saat mereka masih duduk dibangku sekolah menengah pertama.
"Jangan bilang lo masih suka sama Hara ? Masih ngarep ?" Celetukan Fey membuat Tia membisu di tempat, sejujurnya dia juga bingung dengan perasaannya, tidak mungkin kan ? Toh dia sudah berpacaran beberapa kali setalah cintanya kandas dan tertolak bahkan sebelum memulai, jadi tidak mungkin dia masih menyimpan rasa, mungkin dia hanya bingung sekaligus rindu dengan sosok yang pertama kali mengenalkannya dengan perasaan asing yang orang sebut cinta—meskipun Tia juga tidak yakin kalau yang dia rasakan untuk Hara adalah cinta mengingat saat itu dia masih terlalu belia untuk paham akan perasaan rumit yang sukar diterka bahkan oleh orang dewasa.
Mendengar ucapan Fey, Alka menengang begitu pula Agni. Betapa bodohnya dia yang melupakan bahwa Hara adalah cowok yang ditaksir Tia setengah mampus dulu saat SMP, pantas sahabatnya itu begitu bersemangat kala nama Hara keluar dari percakapannya dan Alka tadi di perpusktakaan.
Tia menggelang cepat, berusaha menyanggah tuduhan Fey yang menggali kenangan masa lalunya, "Gue gak tau.. gak mungkin sih kalo gue belum move on, gue cuma... ya lo bedua tau lah gimana gue dulu ke dia" Bukan bertambah lega setelah mendengar mengakuan Tia, Agni menjadi semakin merasa bersalah, apalagi dia tau perasaan Alka untuk Hara serta hubungan rumit kedua mantan kekasih itu. Kenapa juga dia harus terjebak diantara dua perasaan temannya untuk satu orang laki-laki itu. Sungguh beruntung Hara dan sial untuknya.
"Mungkin lo cuma kebawa perasaan aja karena denger berita dia lagi setelah sekian lama hilang ditelan bumi. "celetukan Fey membuat Tia berpikir sejanak sebelum mengangguk setuju, lalu percakapan mereka mengenai Hara terhenti dan mulai menikmati makanan yang sudah siap disantap sejak tadi.
Hanya satu orang yang masih diam dengan pikirannya yang melayang, Alka—seluruh informasi tadi berkecamuk di dalam pikirannya, lalu bagaimana nanti kalau Tia tau bahwa dia adalah mantan Hara.
~flashback off~
Mengingat percakapan di kantin sore tadi membuat Alka menjadi semakin kalut dengan perasaan dan pikirannya. Agni sudah menjelaskan bahwa tidak pernah ada yang terjadi antara Tia dan Hara. Itu hanyalah hubungan sepihak dari Tia yang sangat menyukai Hara dulu. Walau begitu Alka tidak bisa tidak kepikiran. Bagaimanapun Tia sudah Alka anggap sebagai sahabat sekarang, jadi untuk bersikap bodo amat rasanya sangat tidak mungkin.
Akhirnya setelah sekian lama berkutat dengan pikirannya Alka mengambil benda pipih itu, mengetikkan sesuatu disana.
'maaf' rapalnya dalam hati ntah untuk siapa.
To : Agni
Ag, besok tolong temein gue hunting sama Hara, jam 10.
Alka rasa ini keputusan yang tepat, tidak boleh lagi ada saklar yang hidup untuk Hara, semua sudah selesai dan Alka tidak berniat menyalakannya sedetikpun.