Chereads / BUCKET LIST / Chapter 4 - Bab 3 Someone from the past II

Chapter 4 - Bab 3 Someone from the past II

Waktu tersasa berjalan amat sangat lambat untuk Agni—Kegelisahan lagi-lagi menjadi dominan dalam dirinya, sesak memikirkan bahwa dia tengah berada di ruang yang sama dengan orang yang amat sangat dihindarinya.

Terkadang takdir memang seolah sukar mengejek manusia, disaat dia menginginkannya untuk dekat—kesempatan itu tidak pernah tampak. Sebaliknya—disaat dia sudah enggan berharap, bahkan mungkin berharap untuk hilang ingatan—masa lalu itu justru membuntutinya.

Selalu seperti ini, keberadaan laki-laki ini selalu membawa dampak besar pada Agni—kalau dulu Agni bahagia dengan debar jantungnya yang seolah memang ditakdirkan untuk lelaki itu—sekarang dia sungguh muak bahwa seperti apapun kebencian itu berusaha dia tanamkan dalam dirinya—Agni lagi-lagi dibuat ingat bahwa memang hatinya masih mendamba walau dengan luka sekalipun.

Sedari tadi dia sadar akan tatapan yang layangkan orang itu padanya—bahkan sejak dirinya dan Alka melakukan pekenalan kepada anggota klub dia bisa merasakan bahwa tatapan itu masih betah mengusik keberadaanya—hanya saja dia berusaha acuh—toh untuk apa juga dia mengumbar keramahan pada seseorang yang tidak bisa menghargai keberadaanmu. Buang-buang waktu.

"Ag, you're really seem weird right now ? Kamu sakit ?" Alka bertanya khawatir, sungguh saat ini tidak seperti Agni biasanya. Agni benci keheningan—bahkan ketika dosen mengajar dalam kelas, Agni suka sekali berceloteh hingga beberapa kali mereka harus mendapat teguran—dan untungnya mereka belum pernah didepak dari dalam kelas.

Karena itulah Alka merasa heran, tidak biasanya Agni seperti ini, diam adalah brand Alka—rasanya mereka tengah bertukar peran saja saat ini.

Sementara Alka bingung dan worry, Agni lagi-lagi hanya mengehla napas, berusaha meredam emosinya sejak tadi rasanya memang percuma—Agni menoleh, menatap Alka dengan wajah yang Alka tak pernah bayangkan bahwa sahabat yang baru dikenalnya 3 bulan belakangan ini bisa membuat ekspresi seperti itu. Terlihat tertekan dan tampak sedikit gurat sedih diwajahnya, seperti orang yang sedang menahan tangis. Ada apa sebenarnya ?

"A-Al..I am not okay Al, Iam not" akhirnya Agni buka suara, namun lirihan Agni membuat Alka semakin khawatir, dia merapatkan tubuhnya karena saat ini mereka tidak bisa bebas bicara santa—mereka berada ditengah-tengah rapat klub.

"Hey.. Whats wrong ? Kamu bisa ngomong sama aku Ag, ada apa ??"tanyanya khawatir—sedikit berbisik—menghindari menjadi pusat perhatian.

Sepersekian detik Agni kembali menatap lurus iris coklat Alka, memaksa sedikit senyum—tak ingin Alka terlalu cemas,

"I'll tell u later, tapi ntar kita langsung cabut ya Al, plaese.." ujarnya memohon

Alka hanya mengangguk, sesekali mengelus lengan Agni—seolah tengah berbagi kekuatan.Walau ditengah kebingungan bercampur rasa cemas dan ingin tahu, Alka hanya bisa menunggu—sampai Agni mau bercerita

****

Pertemuan sore itu telah usai, Agni langsung mengajak Alka pergi meninggalkan ruang basecamp tanpa berbasa-basi dulu kepada anggota yang lain.

Sejujurnya Agni merasa sangat egois, dia yang paling bersemangat ketika mengenalkan Aurora kepada Alka, memaksanya ikut bergabung, namun kini dia juga yang menarik Alka cepat-cepat pergi dari sana—tanpa bertanya pendapat sang sahabat.

Baru beberapa langkah mereka menjauh dari aera basecamp, terdengar suara langkah kaki seolah tengah berusaha menyamai langkah mereka, Agni sedikitnya akan khawatir—ingin menoleh, memeriksa tapi tetap saja rasa takut lebih mendominasi.

"Agni we need to talk.." ucap seseorang yang baru saja mencegat langkah Agni dan Alka. Sesaat mereka sempat terperanjat, dan mundur beberapa langkah.

Agni kenal betul siapa pemilik suara itu, tanpa harus menatap wajah sang pemilik—masih terekam jelas siapa pemiliknya.

"Minggir.."balasan Agni terasa sangat dingin—sesaat pria itu merasa kaget, suara itu tak hanya dingin namun menyimpan sarat akan kebencian, penolakan yang secara langsung disampaikan ternyata terasa amat menyakitkan. Disisi lain Alka yang sedari tadi menjadi pihak yang hanya bisa menyimak diam, juga merasa asing dengan suara itu, seperti bukan Agni. Agni adalah sosok yang ceria, tak pernah sekalipun sejak dia mengenal Agni—Agni mengeluarkan kata-kata dengan nada yang terkesan sangat jahat ?

"Mau sampai kapan lo ngehindar dari gue Ag....?" tanya pria itu laki, tak menyerah dengan penolakan yang Agni lakukan. Dia justru semakin mengambil langkah mendekat pada Agni, yang masih betah menatap sepatunya, enggan membalas tatapannya—seolah sepatu itu menjadi objek faforit-nya saat ini.

"Ah...gue lupa sembunyi dan lari memang keahlian lo ya kan..? Setiap ada masalah lo selalu gitu, never change..you know Ag, when you gets into trouble, you have to face it,and if you're problem its me..,than lets at least talk to me ? Jangan jadi pengecut dengan sibuk melarikan diri..!!" balas lawan bicara tak kalah dingin. Sesaat Agni terkesiap, mengadah menatap lawan biacaranya dengan tatapan yang menunjukkan luka, sebelum kemudian mengalihkan padangannya—berusaha menatap objek lain, manapun asal bukan iris hazel itu.

Keterdiaman Agni, membuat Jen sedikit gusar, apakah dia keterlaluan tadi ? Sedangkan Agni tersadar bahwa apa yang dikatakan laki-laki ini sungguh sangat keterlalulan, pengecut katanya ?? How dare he talked about me like that ? erangnya dalam hati.

Wajah Agni kini berubah merah selajur dengan emosinya yang meningkat, rasanya dia ingin menampar bolak-bolak wajah lelaki dihadapannya ini.

Alka yang masih memerhatikan dengan kilat bingung dan khawatir karena ketegangan dua orang ini, bukannya dia tidak berusaha membela sahabtnya, namun saat ini bukan porsinya untuk ikut campur, dia hanya outsider yang terjebak dalam situasi keduanya. Alka mundur beberapa langkah, bermaksud memberikan space kepada kedua belah pihak yang sepertinya memang butuh waktu untuk bicara berdua.

"Ha..Ha...—" tawa sarkas Agni menggema, seolah tengah mengejak lawan bicar dihadapannya,

Bersedekap dia melanjutkan "Pengecut lo bilang, how dare you...!! Lo gak sepenting itu jen untuk gue sampe-sampe harus gue hindarin, LO GAK SEPENTING ITU." tekannya kemudian.

Tersulut dengan kalimat-kalimat Agni barusan, lelaki yang diketahui bernama Jen itu maju beberapa langkah, bukannya bermaksud menenangkan Agni, kalimat yang ucapkan selanjutnya justru mengandung unsur provokatif,

"Talk to someone who say that she love me ?" ucapnya dengan smirk yang terera jelas terukir di wajahnya.

"She loved you Jen.! its past tense you know..? don't flatter your self to much.." balas Agni sengit, dia sudah bertekad bahwa dia tidak akan lagi menyanjung laki-laki dihadapannya ini, seperti perasaannya yang sudah menjadi history dia juga akan mengupgrade dirinya untuk tidak lagi menjadi bodoh karena cinta.

Jen yang mendegar itu, mengepalkan kedua tangannya berusaha meredam emosinya, tujuannya adalah untuk Agni, walau tersirat rasa benci dari kedua bola mata hitam itu—Jen tidak akan mundur, gertakan dan sarkasme dari Agni tidak sekuat melebihi rasa berjuangnya saat ini, baru saat dia ingin membahas lontaran kata dari Agni, sesorang mengintrupsi membuat ketiganya menoleh secara bersamaa...

"Oy Jen..hah..hah.., sor..rry gue telat banget ya..?" seseorang yang baru datang, berdiri membungkuk dengan memegang lututnya— berdiri tepat disamping Jen saat—terlihat sedang mengatur napas dan berkeringat banyak, mungkin dia berlari saat menuju ketempat ini. Belum sempat Jen ingin menjawab sekaligus nemprotes apa yang baru saja pria itu lakukan, seseorang lebih dulu angkat biacar,

"Ha...ra..?" ucapan setengah berbisik dari Alka yang ternyata masih mampu di dengar oleh ketiganya membuat mereka menoleh secara bersamaan, mengubah atensi yang semula untuk laki-laki itu sekarang sepenuhnya untuk Alka.

Pupil mata laki-laki itu—Hara membesar saat mengetahui keberadaan seseorang yang masih membawa pengaruh besar dalam hatinya, otaknya bekerja sangat lambar, mulutnya terkunci seolah dia lupa cara berbicara seperti apa..

Dengan usahaanya nyatanya dia hanya bisa bicara sepatah kata yang terdengar sangat pilu

"Alka.."