Di sebuah kota yang bernama kota Zelda yang terletak di daerah Barat, terdapat sebuah akademi kesatria. Di sana tidak hanya akademi kesatria, melainkan ada sekolah kejuruan. Dan untuk para pahlawan yang tinggal di wilayah Barat, mereka telah mendaftar menjadi siswa akademi kesatria. Sebelumnya, Holgy yang merupakan pemimpin kota, menyarankan kepada Kanon dan yang lainnya untuk bersekolah di akademi kesatria.
Ini sudah seminggu semenjak pertama kali Kanon dan yang lainnya sekolah, mereka di tempatkan di kelas dasar. Tentu saja mereka harun merahasiakan identitas pahlawan mereka, dan entah kenapa Kanon menjadi sangat terkenal di kalangan kelas dasar. Memang betul kalau Kanon cantik dan seksi, dia juga meraih peringkat pertama dalam akademis dan peringkat ketiga dalam pelatihan pedang.
Tapi, semenjak Kanon sekolah di akademi, banyak sekali laki-laki yang mendekatinya. Terkadang ada yang suka menggoda Kanon, ada juga yang menyatakan perasaannya kepada Kanon. Walaupun begitu, Kanon menolaknya karena dia memiliki orang yang dia cintai. Dia adalah Hanif.
Selama di kota Zelda, Kanon memutuskan untuk memperbaiki dirinya ke yang lebih baik. Bahkan dalam latihan rutin atau berburu, dia berada di posisi pertama terus. Afandy dan yang lainnya hanya bisa diam saja, mereka sepertinhya tidak bisa menyainginya. Di sekolah juga, Kanon terkadang mengajak Afandy atau yang lainnya untuk duel ketika istirahat. Dan hal itu tidak ada yang mengetahuinya kecuali teman-temannya yang pahlawan dan wali kelas mereka yang bernama Howgard.
Dalam pikiran Kanon, dia selalu saja memikirkan kondisi Hanif, ya walaupun ada Amita disana. Tapi, tetap aja dia sangat khawatir. Dalam hatinya dia tidak peduli walaupun dia harus menjadi selir atau simpanan, asalkan Hanif mau menerimanya, itu baik-baik saja.
"Halo, Kanon." Sapa salah satu lelaki.
Kanon melihat kearah lelaki tersebut. Dia adalah lelaki yang cukup tinggi, dia juga memiliki wajah yang tampan dengan rambut pirang. Dia juga memakai seragam yang sama seperti kelas dasar, cuman bedanya seragam tersebut ada garis hitam di pundaknya yang menandakan lelaki tersebut adalah siswa dasar kelas dua. Walaupun begitu Kanon hanya bisa mengabaikannya dan membaca bukunya. Alasan dia mengabaikannya, ada dua hal. Pertama, dia tidak akan pernah jatuh cinta kepadanya. Kedua, dia tahu bahwa lelaki tersebut adalah lelaki brengsek.
"Hei! Jangan mengabaikanku! Kamu tahu!? Aku adalah putra tertua dari keluarga Bangsawan Afred. Namaku adala Rozak Ri Afred. Kamu seharunya bersyukur mempunyai pasangan dari keluarga bangsawan-"
Tepat sebelum lelaki tersebut menyelesaikan kata-katanya. Kanon berdiri dan meninggalkan lelaki tersebut. Lelaki tersebut memandang Kanon dengan tidak percaya, dia merasa bahwa dia telah dipermalukan oleh Kanon. Kemudian dia mengejar Kanon dan memegang keras lengan Kanon.
"Tunggu sebentar perempuan jalang!"
"Lepaskan." Ucap Kanon sambil berusaha melepaskan diri, tapi karena tenaga Rozak kuat, Kanon tidak bisa melepaskannya.
"Kamu...." Kemudian Rozak memeluk Kanon dari belakang. "Berani sekali kamu menolakku. Padahal kamu akan menjadi mainanku."
Rozak berbisik seperti itu dengan nada yang jahat. Kemudian salah satu tangan Rozak mulai meremas kencang dada Kanon, semua siswa yang berada di kelas tersebut tidak bisa berbuat apa-apa. Alasannya karena keluarga Afred merupakan keluarga tertinggi di akademi ini. Kanon hanya diam saja, dia bukan diam pasrah. Melainkan dia diam karena sedang memikirkan resiko yang akan dia ambil.
"Sepertinya tidak ada pilihan lain." Setelah itu Kanon memegang tangan Rozak dan membantingnya ke depan.
BUK!!
Suara hentakannya sangat keras sekali, bahkan Taya, Atahaya, dan Afandy langsung segera menuju kelas Kanon. Mereka bertiga terkejut melihat Rozak terkapr di depan Kanon, kemudian Afandy mulai mendekati Kanon dan bertanya.
"Apa yang terjadi?"
"Dia...." Ucap Kanon sambil menggenggam erat tangannya. "BERANINYA KAMU MENYENTUH TUBUHKU DENGAN TANGAN KOTORMU!!!"
Sebelum Kanon ingin menghajar Rozak, beruntungnya Taya dan Athaya berhasil menahan tubuhnya. Ekspresi Kanon saat ini sangat marah. Bahkan para pahlawan merasakan aura haus darah dari Kanon, Rozak yang melihat Kanon, mulai ketakutan dan berusaha lari. Tapi, tiba-tiba seluruh tubuhnya di ikat oleh tali sihir yang di buat oleh Afandy.
"KUBUNUH KAMU!! KUBUNUH KAMU!!"
"Afandy! Apakah tidak ada cara buat dia tenang!?" Teriak Athaya.
"Kamu pasti mempunyai 'itu' kan!?" Sambung Taya.
Afandy hanya terdiam saja. Kemudian dia berjalan mendekati Kanon, dan mengeluarkan ponselnya. Dia juga mengeluarkan earphone yang dia simpan di saku celananya. Setelah earphone miliknya terhubung dengan ponsel milikya, Afandy mulai memasangkan earphone tersebut ke telinga Kanon. Kanon yang awalnya mengamuk, dia lama kelamaan mulai tenang. Dan pada akhirnya dia pingsan.
Kenapa bisa terjadi?
Karena yang Kanon dengar adalah lagu buatan Hanif yang khusus dibuat untuk Kanon sebagai hadiah ulang tahunnya ketika Kanon berusia 15 tahun. Sebenarnya melihat Kanon mengamuk sangatlah hal yang langka, terakhir dia mengamuk adalah ketika dia hampir di di perkosa oleh dua preman, walaupun Kanon tidak bisa beladiri apa pun, dia memiliki ingatan yang tajam sehingga bisa mengingat semuanya dengan sekali lihat.
"Bawalah Kanon ke ruang kesehatan." Perintah Afandy kepada Taya dan Athaya.
Taya dan Athaya hanya bisa menganggukkan kepalanya saja. Kemudian mereka semua pergi membawa Kanon dan meninggalkan kelas Kanon, Afandy kemudian menunduk di kelas Kanon dan memintga maaf karena hal ini terjadi. Kemudian, dia bertanya kepada para siswa yang berada di kelas Kanon mengenai si Rozak.
"Jadi begitu... Kalau begitu terima kasih karena telah membantuku." Afandy berkata seperti itu dengan sopan.
Dia kemudian berjalan menuju Rozak yang sudah terikat, awalnya Rozak ingin protes karena tindakan Afandy, tapi hal itu tidak dia lakukan karena melihat mata Afandy yang seakan akan membunuh dirinya. Tanpa banyak berbicara, Afandy menarki tali yang mengikat tubuh Rozak keluar kelas.
Sedangkan untuk di ruangan kesehatan, Athaya dan Taya hanya bisa terdiam memandang Kanon yang terlelap di kasur. Mereka berdua tidak menyangka bahwa kejadian ini akan terjadi lagi, beruntungnya Afandy masih memiliki senjata penenang, tapi setelah mendengar alasan Kanon menghajar lelaki bernama Rozak. Taya dan Athaya mulai merasa kesal. Memang betul kalau keluarga bangsawan Afred merupakan keluarga tertinggi di akademi, tapi mereka tidak menyangka bahwa Rozak yang merupakan penerusnya akan melakukan hal yang menjijikan kepada Kanon.
"Sialan…. Berani sekali sampah itu menyentuh sahabat kita." Ucap Taya.
"Itu benar, dan juga tampaknya kita juga harus bersyukur." Sambung Athaya.
"Itu benar, seandai ada Hanif Disini, mungkin kondisi akan lebih parah."
Mereka berdua memiliki hutang nyawa kepada Hanif, ketika masih SMP. Hanif menyelamatkan Athaya dan Taya dari beberapa preman yang mau membunuh mereka, tentu saja pada saat itu DBF masih berisi tiga serangkai. Dan semenjak itu, mereka berdua memutuskan untuk bergabung dengan DBF dan akan selalu mendukung dan membantu Hanif dan DBF.
Mereka berdua mengetahui bahwa Amita dan Kanon menyukai Hanif, begitu pula dengan kebalikannya. Sejak saat itu, mereka dan beberapa teman-teman lainnya yang mengetahui hubungan Hanif dengan Amita dan Kanon berusaha untuk mendukung mereka. Di dunia lain, ketika perjalanan ke wilayah Barat. Afandy, Taya, dan Athaya sadar bahwa Kanon merasakan kesedihan karena berpisah dengan Hanif, walaupun begitu Kanon tetap berusaha untuk mengubah dirinya. Dan pada saat itulah mereka bertiga berniat melindungi Kanon yang merupakan sahabat mereka.
Di sisi lain, Afandy melemparkan Rozak ke tembok gudang, dia merasa sangat marah sekali karena sahabatnya di lecehkan oleh sampah sombong ini. Karena Afandy sudah meminta tolong kepada Lucy yang merupakan guru mereka berempat dan guru di akademi ini untuk tidak ada seorang pun masuk ke gudang. Tentu saja, Lucy menyadari hal tersebut dan membantunya.
"Tolong…. Ampuni aku…"
"Berisik!" Teriak Afandy sambil menendang tembok yang berada di sebelah Rozak, Rozak semakin takut karena tembok bekas tendangan Afandy mulai retak.
"Si-siapa kamu…."
"Aku akan bilang ini sekali saja, ingatlah baik-baik di kepala busukmu. Namaku adalah Afandy, aku adalah salah satu pahlawan generasi sekarang yang terpanggil. Jika, saja kamu memberitahu hal ini, maka aku tidak akan segan-segan untuk membunuh kamu."
Rozak mulai membuka matanya dan seluruh keringat dan ingus keluar dari tubuhnya. Dia hanya bisa diam ketakutan saja seakan dia melihat kematian. Afandy terus saja memancarkan aura haus darahnya, dia terus-terusan mengintimidasi Rozak hingga beberapa menit kemudian Rozak pingsan dan mengompol.
"Fiuuh…. Untung saja tidak ada Hanif. Kalau ada, mungkin kamu sudah dibunuh."
Dua hari kemudian…
Setelah insiden tersebut. Kanon kembali normal dan menjalankan aktivitasnya di akademik, dan sejak saat itu dia mendapat lebih banyak teman karena dia berhasil mengalahkan Rozak, ya walaupun masih ada beberapa laki-laki yang menyatakan perasaannya kepada Kanon, tetapi dia masih bisa mengatasinya dengan menolak mereka.
Bagaimana dengan keadaan Rozak? Ya, dia kena skors dari akademi, walaupun keluarganya sudah berusaha untuk menyogok sekolah. Tapi, Rozak tidak mau sekolah dulu, keluarganya bingung kenapa dia seperti itu. Bahkan ketika dia diatanya, Rozak hanya bisa terdiam saja. Tentu saja dia teringat ancaman dari Afandy.
"Jadi, kita dipanggil oleh kepala sekolah?" Tanya Afandy yang sedang menikmati angin di halaman akademi.
"Iya, katanya kita ada misi?" Jawab Kanon.
"Misi?"
"Misi apa?"
Athaya dan Taya bertanya sambil memejamkan matanya karena sedang istirahat. Kanon, hanya bisa jawab tidak tahu saja. Tapi dari yang Kanon dengar, bahwa mereka harus ke ruangan kepala sekolah setelah jam pelajaran di akademi telah selesai. Setelah itu bel masuk pun berbunyi lagi.
Setelah pelajaran terakhir selesai, semua siswa bersiap-siap untuk pulang. Sebelumnya, teman-teman Kanon mengajak Kanon untuk pergi ke kafe. Kanon hanya bisa menolak tawaran mereka dengan alasan bahwa dia ada urusan dengan kepala sekolah. Setelah Kanon membereskan semua barangnya, dia mulai pergi keluar kelas yang dimana tiga sahabatnya telah menunggu.
"Kamu semakin populer saja." Ucap Taya.
"Benarkah? Menurutku ini adalah hal yang biasa."
Athaya hanya bisa tertawa saja mendengar jawaban dari Kanon. Ketiga sahabat lainnya merasa bingung dengan Athaya dan berusaha untuk mengabaikannya saja. Kemudian mereka berempat pun tiba di depan ruang kepala sekolah.
"Permisi." Ucap Afandy sambil membuka pintu ruang kepala sekolah.
Setelah mereka bermepat masuk, mereka semua terkejut karena melihat jendral Razen. Sudah dua minggu setengah mereka tidak bertemu dengan Razen, Razen yang melihat Kanon dan yang lainnya hanya bisa tersenyum saja. Dia tidak menyangka mereka berempat sudah berubah.
"Lama tidak berjumpa, Razen!!" Sapa Taya dengan semangat.
"Halo Taya. Aku dengar kamu selalu di peringkat 2 di bidang olahraga."
"Hehehe... Walaupun begitu, dulu aku di peringkat 1!"
Razen hanya tertawa terbahak-bahak saja. Kemudian dia melihat kearah Kanon, Kanon yang bertatap dengan Razen mulai memalingkan pandangannya. Kanon berpikir pasti dia akan dimarahi oleh Razen karena menyerang anggota bangsawan.
"Kanon." Panggil Razen.
"..."
"Kerja yang bagus."
"Eh?"
"Sebenarnya keluarga Afred adalah keluarga pengkhianat. Tetapi, karena generasi sebelumnya pernah membantu kerajaan, jadi raja tidak bisa melakukan apapun. Dan hal itu membuat keluarga tersebut bisa berbuat semaunya saja." Kata Razen sambil menjelaskan dengan serius. Kemudian dia melihat Kanon dan tersenyum. "Tapi, semenjak kamu dan teman-teman kamu melawan putra tertuanya. Itu sama aja kamu sudah menolong semua oranag yang pernah ditindas oleh keluarga Afred, aku sebagai perwakilan dari raja dan kerajaan mengucapkan terima kasih!"
Kanon dan yang lainnya terkejut melihat Razen yang menunduk hormat. Apalagi dia bilang perwakilan dari raja, itu membuat Kanon dan yang lainnya tidak enak dengan Razen dan raja. Kemudian Razen pun mulai berdiri lagi dan melihat kearah kepala sekolah.
"Baiklah, kalau begitu." Ucap kepala sekolah. "Temanku yang berada di kota Selatan mengatakan bahwa kota Higuria telah di serang oleh pasukan raja iblis."
Seluruh ruangan mulai sunyi. Athaya, Taya, dan Afandy memandang kepala sekolah dengan tidak percaya dengan apa yang mereka dengar. Kanon yang mendengar berita tersebut mulai terjatuh karena kedua kakinya lemas, dia tidak menyangka bahwa kota yang di tempati oleh Hanif dan Amita telah diserang oleh pasukan raja iblis.
"Ke-kepala sekolah.... A-apakah itu benar?" Tanya Taya dengan tidak percaya.
"Itu benar." Jawab Razen. "Walaupun begitu, pasukan musuh telah ditekan oleh empat pahlawan yang berada disana dan membuat mundur pasukan musuh. Tapi, walaupun begitu, keadaan kota disana sangatlah kacau."
"Ka-kalau begitu. Seharusnya ki-kita harus cepat-cepat pergi kesana!" Ucap Afandy yang mulai panik.
"Itulah alasanku bertemu dengan kalian. Misi kali ini adalah kalian dan beberapa pasukan kota ini membantu membawa bantuan persediaan ke Selatan."
"Dan alasan aku mengirimkan kalian adalah karena kalian telah berkembang pesat dalam dua minggu ini. Walaupun sebenarnya kalian adalah murid akademiku, tapi aku juga sadar bahwa kalian adalah pahlawan dan saat ini teman kalian sedang membutuhkan bantuan."
Sudut pandang Kanon|
Ini tidak bercanda kan? Aku tidak percaya bahwa kota yang di tinggali oleh Amita dan Hanif telah diserang oleh pasukan raja iblis. Apakah mereka semua baik-baik saja? Apakah Amita selamat? Apakah Hanif masih hidup? Semua itu menghantui pikiranku, aku tidak bisa berpikir jernih. Sialan! Kenapa!? Kenapa ini terjadi!?
Karena aku tidak bisa berpikir. Aku tidak mendengar apa yang Razen dan kepala sekolah bicarakan, tapi aku yakin. Bahwa mereka akan mengirim kami kesana, tunggu aku semuanya, tunggu aku Amita, tunggu aku Hanif.
"Kanon, apakah kamu baik-baik saja?" Tanya Athaya sambil mengulurkan tangannya kepadaku.
"I-iya... Aku baik-baik saja, terima kasih."
Setelah itu kami semua pulang ke rumah keluarga Holgy. Sesampai di rumah, aku langsung menuju ke ruangan latihan. Aku mulai mengambil kedua belatiku dari tas dan mulai latihan. Seiring berjalannya waktu latihan. Semua pikiran negatif mulai menghantuiku. Aku tidak bisa menahan beban pikiran ini sehingga aku kehilangan fokus.
"Arrggghhhh!!!" Aku mulai berteriak dan menjatuhkan kedua belatiku.
"Kanon, ada apa!?" Tanya Afandy cemas. Aku juga bisa melihat Taya dan Athaya yang memasang wajah cemas.
"Aku sudah tidak tahan lagi." Ucapku pelan.
"Apa maksudmu?" Tanya Taya.
"SUDAH AKU BILANG, AKU TIDAK TAHAN LAGI BERDIAM DIRI DISINI-"
PLAK!
Tepat sebelum aku menyelesaikan ucapanku. Aku ditampar dengan keras oleh Afandy, tubuhku yang awalnya duduk, sekarang terjatuh lagi. Kemudian aku melihat kearah Afandy, seketika seluruh tubuhku gemetar karena melihat wajahnya yang marah.
"Mungkin kalau ketemu dengan Hanif, aku akan meminta maaf tentang ini." Ucap Afandy pelan. "KANON! SADAR DIRILAH DAN JANGAN EGOIS!! AKU TAHU KALAU KAMU MENCINTAI HANIF, TAPI JIKA KITA BERANGKAT TANPA PERSIAPAN DAN INFORMASI, DAN KETIKA KITA KENA MASALAH. APAKAH KAMU MAU BERTANGGUNG JAWAB!?"
Aku, Athaya dan Taya terkejut melihat Afandy marah. Bahkan Taya dan Athaya hanya bisa memasang raut wajah bersalah. Kemudian aku teringat, sebelum kami semua berpisah. Hanif pernah menyuruh Afandy untuk bertanggung jawab dengan kelompok ini, setelah itu aku berpikir, mungkin apa yang Afandy ucapkan adalah benar.
Selama dua minggu ini aku tidak berubah sama sekali, walaupun aku bagus di akademi. Tapi sikap egoisku dan obsesiku kepada Hanif tidak berubah sama sekali, melainkan semakin tidak bisa kukendalikan.
"Maaf....." Ucapku pelan.
"Tidak apa-apa." Jawab Afandy yang sudah tenang. "Aku tidak tahu kalau kamu sudah menderita sebanyak ini, tapi tolong bersabarlah Dan berbagilah dengan kami semua penderitaanmu."
Kemudian aku mulai menangis. Ini sangat berbeda sekali jika dibandingkan terakhir kali aku menangis. Terakhir aku menangis adalah ketika 1 setengah tahun yang lalu. Pada saat itu aku diculik oleh beberapa orang yang di duga teroris, pada saat itu aku menangis bukan karena aku takut.
Melainkan aku menangis karena aku membuat orang yang terdekatku terluka hanya karena ingin menolong perempuan egois sepertiku. Bahkan aku sudah membuat Hanif terluka karena telah mati-matian melawan pemimpin teroris hanya demiku. Bahkan setelah insiden itu, aku merasa menderita karena perasaan bersalahku. Bahkan, aku sudah berkali-kali mencoba untuk bunuh diri, tetapi Amita selalu saja menghentikanku dengan alasan bahwa aku akan membuat Hanif sedih.
Tapi, kali ini aku menangis bahagia karena ada orang-orang yang mau menerima perempuan sepertiku. Bahkan mereka mau menerima sebagian penderitaanku, sepertinya aku sangat bersyukur sekali karena bisa bertemu dengan mereka semua. Maka dari itu, mulai sekarang aku harus menjadi orang yang tidak merepotkan orang dan tidak mengandalkan orang lain.