|Sudut pandang Kanon|
Akhirnya.
Akhirnya kelompok kami tiba di kota Selatan, Higuria. Menurut infomarsi, semua jalan menuju Selatan telah di jajah oleh pasukan iblis, dan hanya menyisakan satu jalan. Tapi, karena jalan tersebut sangatlah jauh. Jadi kami memutuskan melewati tebing kematian yang merupakan jalan pintas.
Di tebing kematian. Banyak sekali monster-monster, mulai dari gagak api, kalajengking batu, dan ular batu. Tentu saja itu sangat sulit untuk dilawan. Tapi, selain pandai bermain pisau. Aku juga mahir menggunakan palu, aku membunuh mereka dengan menghancurkannya.
Setelah melewati tebing kematian. Kami akhirnya tiba di daerah Selatan. Ketika kami memasuki kota Higuria, kami terkejut melihat dampak kerusakan yang sangat besar. Banyak sekali bangunan yang hancur, dan juga banyak orang-orang yang terluka atau tewas di sepanjang jalan.
"Kejam sekali…" Ucap Taya dengan sedikit ketakutan.
"Apakah teman-teman kita baik-baik saja?" Lanjut Afandy.
"…"
"Te-tenang saja!" Ucapku. "A-aku yakin mereka semua baik-baik saja.
Mereka bertiga hanya menganggukkan kepalanya saja. Kemudian kelompok kami tiba di depan gereja kota. Aku dan yang lainnya membantu menurunkan barang-barang yang merupakan bantuan. Aku sangat kasihan sekali melihat kota ini yang seperti ini, kemudian aku di dalam hati semakin khawatir dengan keadaan Hanif dan yang lainnya.
"Kanon, kalian…." Kemudian terdengar suara yang tidak asing memanggil kami.
Aku pun langsung melihat Amita dengan pakaian perawatnya. Tanpa perlu menunggu waktu, aku langsung berlari dan memeluknya. Aku menangis di pundak Amita, senang sekali aku bisa melihat dia baik-baik saja. Amita yang terkejut mulai memeluk balik dan mengelus kepalaku dengan lembut.
"Halo, Amita." Sapa Taya.
"Yo, apakah kamu baik-baik saja?" Ucap Athaya.
"Senang melihatmu baik-baik saja." Sambung Afandy.
"Aku tidak menyangka kalian akan datang. Menurut infomarsi, akan ada tiga kelompok bantuan. Aku tidak menyangka kalian salah satunya."
Kemudian Amita berusaha melepaskan pelukannya. Aku hanya menurutinya saja tanpa berbicara, sebenarnya aku tidak ingin melepaskannya. Tapi, itu bisa di lakukan nanti. Kemudian aku melihat dari arah pintu gereja, kak Haru dan Ojan.
"Yo, semuanya." Sapa Ojan dengan semangat.
"Syukurlah kalian baik-baik saja." Sambung kak Haru.
"Ojan!! Kak Haru!!" Kemudian Taya dan Athaya berlari menuju Haru dan Ojan.
Mereka pun saling berpelukan sebentar. Afandy pun berjalan mendekati Ojan dan kak Haru dan berjabat tangan. Aku merasakan perasaan yang hangat, walaupun cuman sebagian kecil dari kami. Setidaknya ini sangat tenang bisa berkumpul kembali, seakan-akan. Seperti keluarga. Kemudian aku ingat, aku pun mulai melihat sekitar.
Dimana dia?
"Apakah kamu mencarinya?" Tanya Amita yang sadar dengan tingkah anehku.
Tanpa perlu penjelasan. Aku mulai bertanya kepadanya. "Dimana dia?"
"Dia ada di tempat para anak-anak." Jawab Amita sambil menunjuk kearah belakang gereja.
Tanpa perlu waktu lagi. Aku melepaskan Amita dan segera berlari ke tempat yang di tunjuk oleh Amita. Aku sangat sennang sekali karena akan bertemu dengan orang yang sangat kucintai, ah walaupun waktunya tidak tepat. Tapi aku akan bertemu dengannya.
Kemudian aku melihat seseorang yang aku kenal sedang bejalan membawa dua kotak dan ditemani oleh segerombolan anak-anak. Dia adalah Hanif, kelihatannya dia sudah berubah. Padahal baru 2 minggu lebih kami semua berpisah, tapi ketika aku melihat Hanif. Dia sudah berubah, dari fisiknya, dan penampilannya.
Aku mengeluarkan senyum karena melihat Hanif yang sangat dekat dengan anak-anak. Sebelum kami datang ke dunia ini, senyuman Hanif terlihat mati. Aku tidak tahu mengapa, tapi aku yakin ini pasti menyangkut dengan masa lalunya. Tapi, setelah datang kesini dan dia bilang bahwa kak Ariq masih ada kemungkinan hidup. Dia jadi semangat lagi dan ceria.
"Ha-"
"Hanif!"
Kemudian aku menghentikan suaraku dan melihat seorang perempuan yang mendekatinya. Dia adalah perempuan yang seumuran denganku, dia memiliki rambut pirang yang di ikat kuncir dan mata yang berwarna ungu. Dia kemudian memeluk lengan kiri Hanif, Hanif hanya membalasnya dengan senyuman saja.
(Ada apa ini?)
Seketika aku merasakan dadaku sesak sekali ketika melihat perempuan tersebut dekat dengan Hanif. Perasaan apakah ini? Ini sangat sakit, aku belum pernah merasakan ini sebelumnya. Kemudian aku sadar.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Aku cemburu.
"Jadi, apakah kamu merasakan apa yang kurasakan sebelumnya?" Kemudian Amita muncul dari belakangku.
"Amita... Si-siapa perempuan tersebut."
"Dia adalah Elis. Putri dari pemimpin kota ini. Dia sangat ramah dan baik, jujur saja. Bagiku dia sangat cantik sekali, dan dia juga adalah petualangan S."
"..."
Aku tidak bisa berkata apa-apa lagi. Kedua lututku mulai gemetaran, aku hampir saja terjatuh karena kedua lutut ku tidak kuat menompang tubuhku. Tapi, sejak kepan mereka sudah sangat dekat? Aku tidak menyangka, kami baru saja berpisah. Masa perempuan bernama Elis sudah sangat dekat dengan Hanif. Kemudian aku teringat ucapan Amita tadi "Apakah kamu merasakan apa yang kurasakan sebelumnya?".
"Amita. Ucapanmu sebelumnya-"
"Itu benar. Aku juga pernah cemburu gara-gara kamu yang sangat dekat dengan Hanif."
Apa!
Amita juga pernah cemburu, dan itu gara-gara aku? Tapi sejak kapan? Padahal selama ini. Kami bertiga sangatlah dekat, tapi kapan aku membuat dia cemburu? Ah. Aku baru ingat, dulu aku yang masih obsesi dengan Hanif selalu menempel dengannya. Apa karena itu?
"Ke-kenapa kamu tidak bilang kepadaku?" Tanyaku dengan gemetar.
"Kenapa? Karena aku tidak ingin mengganggu waktumu saja." Amita hanya menjawab sambil terus melihat Hanif dan perempuan yang bernama Elis.
Aku sudah menyadari bahwa Amita memiliki perasaan yang sama sepertiku. Tapi, bodohnya aku karena tidak bisa menyadarinya. Berati apa yang aku rasakan sekarang adalah apa yang Amita rasakan? Kemudian aku mulai terisak nangis. Ini semua salahku, aku tidak menyadari perasaan Amita, sehingga dia harus menahan perasaan ini.
"Sudah cukup, Kanon..." Ucap Amita yang mulai memelukku.
Aku terus menangis di bajunya. Aku merasa menyesal karena membiarkan Amita merasakan hal seperti ini dalam waktu yang cukup lama, pada akhirnya aku tahu apa yang dirasakan oleh Amita. Setelah aku menangis cukup lama, aku pun berhenti. Amita pun membersihkan bekas air mataku dengan sapu tangannya.
"Ma-maafkan aku..."
"Tidak apa-apa."
"A-apakah kamu... Membenciku?" Tanyaku gemetar.
"Mana mungkin." Balas Amita lembut.
Aku merasakan bahwa Amita mengelus kepalaku dengan lembut. Kemudian aku memberikan sedikit senyuman kepada Amita, baiklah. Sudah aku putuskan, aku harus berbagi Hanif dengan Amita. Kemudian kami berdua tidak melihat Hanif dan perempuan yang bernama Elis.
Amita pun mulai mengajakku untuk bertemu dengan Hanif. Dia bilang bahwa biasanya Hanif berada di sebuah rumah yatim piatu, dia selalu saja menghibur anak-anak dengan candaannya. Aku yang mendengar cerita Amita, Hanif ternyata sudah berubah, dan kali ini dia lebih baik daripada yang sebelumnya.
Kemudian kami tiba di depan rumah. Rumah tersebut terbuat dari kayu, luasnya seperti setengah lingkungan sekolah kita di Indonesia. Kemudian aku melihat Hanif yang sedang menggendong anak laki-laki, dia tampak semangat sekali.
"Cepatlah pergi." Ucap Amita.
"Tapi, bagaimana denganmu?"
"Tidak apa-apa. Aku akan bilang ke Elis untuk memberi Hanif waktu untuk berdua denganmu."
Aku terkejut karena kebaikan Amita. Dia sangat baik sekali kepadaku, walaupun aku pernah membuat perasaanya tersakiti, tapi dia masih saja memaafkanku dan membantuku. Sepertinya aku berutang besar kepadanya. Kemudian aku mulai berjalan memasuki halaman rumah tersebut dan memanggil nama Hanif.
"Hanif."
Sudut pandang Hanif|
Aku mendengar suara yang tidak asing. Apakah ini mimpi? Kemudian aku mengahadap ke sumber suara. Mataku terbuka lebar karena melihat Kanon.
"Ka-Kanon…"
"Hanif!!"
Aku pun menurunkan Zeria dari gendongku. Zeria adalah anak laki-laki yang biasa kedua orang tuanya baru saja mati karena di bunuh oleh pasukan iblis. Tidak hanya Zeria, anak-anak disini dan beberapa orang disana. Mereka kehilangan orang yang mereka cintai dan tempat tinggal mereka pun ada yang hancur.
Kemudian Kanon memelukku. Aku membalas pelukannya dengan rindu, walaupun baru dua minggu. Tapi, aku sangat merindukannya. Lihatlah, Kanon terlihat sudah berubah. Ojan bilang kepadaku bahwa kelompok Kanon pergi ke kota akademik, tentu saja aku senang mendengar dia sudah berubah.
"Sudahlah Kanon…" Ucapku lembut yang berusaha melepaskan Kanon dari tubuhku.
"Tidak…" Kanon hanya menggelengkan kepalanya saja di dadaku.
Entah kenapa manja kali ini dia berbeda. Maksudku, Kanon memang suka menggodaku. Dia juga sering menggodaku dengan cara manja kepadaku, tentu saja aku sedikit kelelahan, walaupun sebenarnya aku menyukai sifatnnya.
Tapi, di kali ini dia manja bukan karena menggodaku, melainkan dia manja dengan sifat pada perempuan umumnya. Kemudian aku merasakan jantungku berdegup dengan kencang, apakah dia bisa mendengar!? Aku panik sekarang karena takut dia bisa mendengar suara detak jantungku.
Kemudian aku hanya memasang wajah gugup saja. Aku pun melihat teman-temanku dan Elis yang sedang melihat kami berdua secara diam-diam. Disana juga aku melihat Afandy, Taya, dan Athaya. Jadi bantuan yang akan datang itu adalah mereka, mereka terlihat seperti mendukungku.
(Sepertinya mereka sudah mengetahui perasaanku kepada Kanon.)
"Apakah kamu ingin melihat sesuatu?" Tanyaku lembut.
"Hnnnhh..."
Kanon hanya menjawab itu saja di bajuku. Kemudian aku melepaskan kepala dia dari dadaku, aku pun mulai mengajak dia pergi dari kota. Di perjalanan, aku memegang tangannya. Memang betul ketika di bumi dulu, kami sering memegang tangan. Tapi, kali ini aku gugup karena perasaanku yang membara ketika bersama dirinya.
Bagaimana dengan Amita?
Tentu saja aku merasakan hal yang sama. Tapi, entah kenapa Amita yang sekarang hampir mirip seperti Kanon yang dulu, walaupun dia tidak suka menggodaku. Kemudian Kanon memeluk lenganku secara tiba-tiba. Itu membuatku kaget dengan tindakannya.
Ketika aku melihat wajahnya. Aku melihat dia dengan wajah malu, aku hanya tersenyum. Sepertinya dia juga ikut malu. Kami berdua berjalan melewati hutan, walaupun di wilayah sini hampir dikuasai oleh pasukan iblis. Tapi, setidaknya tempat ini masih aman.
"Baiklah, kita tiba."
"Woaaaahh!!"
Kanon terkagum melihat pemandangan yang ada di depannya. Itu adalah pemandangan air terjun yang berada di sekitar hutan. Kata Elis, air terjun ini dulu adalah tempat latihan rahasia pahlawan generasi ke-4. Ya aku juga penasaran dimana tempatnya. Kemudian Kanon berjalan mendekati sugai kecil, dia menyentuh airnya dengan lembut.
"Dingin dan segar."
Dia kemudian memberikan senyuman riang kepadaku. Aku mulai tersipu, hatiku sudah berdetak tidak nomal. Baiklah, aku akan melakukannya.
"Kanon." Panggilku sambil mendekati.
"Apa."
Dia kemudian berdiri menghadapku. Wajahku sudah merah malu, kemudian dengan keberanian. Aku menyentuh kedua tangannya. Kanon tampak terkejut melihat tindakanku, wajah dia pun mulai berubah menjadi warna tomat segar.
"A-ada yang ingin kuucapkan kepadamu." Ucapku dengan gugup.
"..."
"A-aku... Me-mencintaimu! Sudah cukup lama aku mencintaimu! Aku mohon, jadilah kekasihku!"
Sudut pandang Kanon|
"A-aku... Me-mencintaimu! Sudah cukup lama aku mencintaimu! Aku mohon, jadilah kekasihku!"
Mataku terbuka lebar karena mendengar Hanif menyatakan perasaannya kepadaku. Apakah ini nyata? Aku berusaha melepaskan tanganku dari dia, tapi Hanif tidak mau melepaskannya. Kemudian aku sadar, bahwa ini bukanlah mimpi.
"A-aku juga!" Balasku dengan gugup.
Akhirnya!
Aku membalas perasaanku ke Hanif. Sudah lama sekali aku menunggu waktu ini, aku tidak menyangka bahwa dia akan mencintaiku. Kemudian salah satu tangannya berpindah ke pinggang belakangku, dia menarik tubuhku sehingga tubuh kami berdua saling menempel.
Wajah kami saling berdekatan. Aku bisa merasakan nafasnya yang hangat, dia sangat tampan sekali jika aku lihat dari jarak sedekat ini. Kemudian tangan satunya mulai memegang daguku. Aku yang tahu apa yang akan Hanif lakukan. Aku mulai melingkarkan lehernya dengan kedua tanganku. Kemudian wajah kami semakin dekat, aku menutup mataku.
Kemudian kedua bibir kami saling bertemu. Itu adalah ciuman pertamaku, rasanya sangatlah sejuk dan mendebarkan hatiku. Ini adalah sesuatu yang selalu kuinginkan selama hidupku. Kemudian kami melepaskan ciuman kami, kami saling bertatap dan mulai tertawa kecil.
"Tidak bisa kusangka kita akan melakukannya."
"Kamu benar." Balasku dengan ketawa kecil.
Aku dan Hanif mulai ketawa lagi. Kemudian aku teringat dengan satu hal, aku pun mulai bertanya kepada Hanif.
"Hanif."
"Apa?"
"Apakah kamu mencintai Amita juga?"
Sudut pandang ketiga|
Hanif yang mendengar hal tersebut mulai terkejut dengan pertanyaan dari Kanon. Walaupun begitu, Kanon terlihat santai dan tersenyum, kemudian di pikiran Hanif terlihat wajah Amita yang tersenyum. Seketika wajah Hanif mulai memerah.
"Jadi... Kamu mencintainya?"
"I-iya." Jawab Hanif ragu.
"Itu bagus."
"Eh?"
Hanif terkejut mendengar jawaban positif dari Kanon. Hanif sebelumnya mengira bahwa suasana akan canggung karena dia mencintai Amita juga. Tapi, ternyata ini sebaliknya.
"Apa yang kamu sukai dari Amita?"
"Eh! I-itu... A-aku menyukai senyumannya dan kebaikannya...."
"Begitu ya... Apakah kamu mendengar itu, Amita?"
"Eh?!"
Kemudian dari semak-semak muncul Amita. Wajahnya merona, dia terlihat sangat malu-malu. Hanif berpikir apakah Amita mendengar suaranya. Tapi kelihatan dari wajah Amita, sepertinya dia emang mendengar.
"Jadi, apa jawabanmu, Amita?" Tanya Kanon.
".... A-apakah kamu keberatan, Kanon?" Tanya Amita malu.
"Sebenanrnya aku tidak keberatan jika Hanif memiliki kita."
"Eh!? A-apa maksudmu, Kanon!?"
Kanon hanya tersenyum saja. Kemudian dia menjelaskan kepada Hanif bahwa dia dan Amita memutuskan untuk saling berbagi. Tujuannya adalah untuk tidak membuat salah satu dari mereka perasaannya terluka oleh pilihan Hanif.
"Itu benar juga sih…." Ucap Hanif sambil memasang wajah ragu.
"Kalau begitu! Silahkan cium Amita!!"
Kemudian Kanon mendorong tubuh Amita ke Hanif. Beruntungnya Hanif berhasil menangkap tubuh Amita. Mereka berdua pun saling bertatapan, wajah merona pun mulai muncul dari dari mereka. Kemudian kedua wajah mereka mulai mendekat dan Hanif dan Amita mulai berciuman.
Ciuman mereka sangatlah lembut dan sangat romantis. Amita merasa senang sekali karena bisa memberikan ciuman pertamanya kepada Hanif. Amita pun mulai melingkarkan tangannya di leher Hanif. Kanon yang melihat mereka berdua hanya tersenyum saja. Dia merasa sangat senang di dalam dirinya, dia tidak menyangka akan berpacaran dengan orang yang sangat dia cintai. Belum lagi, sahabatnya ikut menjadi pacar orang yang Kanon cintai.
(Syukurlah kalau Hanif mau menerima kami berdua.)
Setelah itu. Kanon memberitahu kepada Hanif bahwa mulai sekarang, dirinya, dan Amita telah menjadi pasangan Hanif. Tentu saja Kanon memperingatkan kepada Hanif untuk tidak selingkuh. Walaupun nantinya Kanon akan pergi ke wilayahnya. Tapi, setidaknya masih ada Amita yang mengawasinya.
"Mengeriti!?" Tanya Kanon sambil menunjuk ke Hanif.
"Me-mengerti."
Kanon hanya bisa menghela nafas saja. Alasan dia berkata seperti itu karena dia mempunyai firasat bahwa perempuan yang bernama Elis akan mendekatinya. Tentu saja dia akan marah, tapi Kanon berpikir jika hal itu terjadi. Dia harus menyerahkannya kepada Amita.
Setelah itu. Mereka bertiga mulai kembali ke Higuria, selama di perjalanan. Kanon dan Amita memegang tangan Hanif dari masing-masing sisinya. Hanif hanya memasang wajah merona kebingungan karena sikap dua perempuan yang baru saja menjadi kekasihnya.
Setiba di kota. Mereka bertiga melihat teman-temannya yang sudah berdiri di alun-alun kota. Mereka berdiri menghadap Hanif dan dua perempuannya dengan wajah puas. Hanif merasa heran dan bingung dengan sikap mereka.
"Ke-kenapa kalian memasang wajah begitu?" Tanya Hanif.
"Kenapa ya....?" Tanya Taya dengan nada canda.
"Tidak disangka. Salah satu dari tiga serangkai yang merupakan orang yang serius dan tegas bisa berpacaran. Apalagi dengan dua perempuan yang merupakan idola sekolah." Sambung Athaya sambil memasang seringai ejekan.
Hanif hanya bisa terdiam malu saja. Dia tidak menyangka bahwa teman-temannya akan seperti ini. Padahal sebelumnya, Hanif sudah mempunyai firasat ini. Tapi, tampaknya firasatnya melebihi ekspetasinya.
Kemudian dia pergi sambil menarik kedua tangannya kekasihnya dengan malu. "Su-sudahlah. Ja-jangan bercanda lagi."
"Baik!!" Balas teman-temannya dengan canda.