|Sudut pandang ketiga|
Setelah mencari informasi dan bermain selama hari-hari yang tersisa. Akhirnya mereka semua telah berada di hari dimana mereka semua akan berpisah.
Sebelumnya. Kemarin malam, mereka semua telah memutuskan kelompok buat besok. Mereka mulai melakukan diskusi setelah acara makan malam. Awalnya memang mereka menemukan banyak masalah di diskusi mereka.
"Aku mendengar di wilayah Barat Laut ada sebuah pelabuhan dan kota. Dan kota tersebut adalah kota perdagangan." Ucap Afandy sambil membaca informasi di kertas yang baru dia dapatkan dari pedagang keliling.
"Serius!?" Tanya Rifqi dengan semangat.
Afandy hanya menganggukkan kepalanya saja. Kemudian Rifqi langsung memutuskan untuk menjadi anggota kelompok yang akan pergi ke wilayah Barat Laut. Ya, emang sih Rifqi sangat ingin pergi kesana karena itu adalah kota perdagangan. Dan, karena Rifqi adalah sangat berbakat di ekonomi. Jadi dia memutuskan untuk pergi kesana.
Yang lain masih bingung ingin pergi wilayah mana. Semua penjelasan mengenai beberapa tujuan di setiap wilayah telah terpajang di tembok ruangan mereka, tapi mereka tetap bingung mau kemana. Bintang merasakan bahwa hal ini tidak bisa dibiarkan terus, dia pun memikirkan cara supaya acara pemilihan ini cepat selesai.
"Semuanya. Aku memiliki ide."
Semua orang mulai melihat Bintang. Mereka tidak tahu apa yang Bintang pikirkan, kemudian Bintang mengambil 8 sedotan plastik di atas salah satu laci dan mengambil kuas dan cat yang berada di rak atas. Yang lain masih saja bingung dengan tindakan dari Bintang, tapi Bintang hanya tersenyum dan mewarnai sedotan tersebut dengan warna yang berbeda.
"Bagaimana kalau kita undi?"
"Undi?" Tanya Amita.
Semua orang pun saling menatap. Tapi, pada akhirnya mereka menerima saran dari Bintang dan mulai melakukan pengundian. Waktu pengundian cukup lama, bahkan ada beberapa undian yang diulang. Tapi, itu semua berhasil diundi.
Berikut kelompoknya:
Barat: Afandy, Kanon, Taya, Athaya
Barat Laut: Rifqi, Anton, Rikako, Amane
Utara: Dayat, Kudoharu, Shin, Ken.
Timur Laut: Bintang, Agung, Lenix, Anju
Timur: Arif, Kino, Syahdan, Fahri
Tenggara: Nizar, Agunk, Aimi, Vicent
Selatan: Hanif, Ojan, Haru, Amita
Barat Daya: Fauzan, Hasshi, Yukki, Zaky
"Kenapa!?"
Semua orang mulai melihat kearah Kino. Dia tampaknya kesal sekali dengan hasil undiannya.
"Kenpa aku harus sama orang mesum ini!!?"
Kino berkata seperti itu sambil mendorong tubuh Syahdan dengan keras. Syahdan pun terpental dan menabrak salah satu sofa, Dayat dan Lenix hanya bisa melihat kondisi Syahdan yang sudah terkapar. Beberapa orang ada yang mengabaikan Kino. Kemudian, Bintang berdiri dari duduknya.
"Apakah kamu tidak suka?"
Bintang bertanya seperti itu kepada Kino sambil memberikan aura intimidasi. Semua orang yang berada di dalam ruangan kaget dengan perubahan suasana secara tiba-tiba. Bahkan yang awalnya mereka tidak peduli dengan kino. Sekarang mereka merasa kasihan kepada Kino.
"Ti-tidak…." Jawab Kino dengan ketakutan.
Diantara mereka. Ada beberapa orang yang tidak boleh dibikin marah. Pertama adalah Lenix, kedua adalah Hanif, dan yang terakhir adalah Bintang. Tapi, bagi mereka semua. Keadaan seperti tadi sudah cukup sering terjadi ketika mereka masih di Bumi.
Kembali ke waktu sekarang. Saat ini semua anggota pahlawann sedang berada di halaman depan istana. Di sana banyak sekali kereta kuda, pasukan, pelayan. Bahkan raja dan ratu beserta ketiga jendral mereka hadir di sana.
"Apakah sudah tidak ada lagi barang yang ketinggalan?" Tanya Razen kepada mereka semua.
"Sudah aman!" Jawab Nizar dengan semangat.
"Enak ya….." Ucap Kanon sambil berjalan mendekati Amita.
"Ada apa?"
"Kamu bisa memonopoli Hanif sendirian."
Amita hanya memasang wajah malu dan terkejut saja. Dia sangat terkejut mendeengarr ucapan dari Kanon. Tapi, itu benar. Ini adalah kesempatan dia untuk dekat lebih jauh dengan Hanif. Itulah yang Amita pikirkan.
Selain mereeka yang hadir. Disana juga terlihat Saaya, Nana, dan beberapa orang yang kenal dengan para pahlawan. Mereka adalah tamu khusus pahlawan yang diundang, sang raja mengizinkan mereka datang karena dia tahu bahwa mereka akan menjadi orang yang akan membantu para pahlawan tersebut.
"Taya. Ini adalah kalung keberuntungan." Ucap Saaya sambil memberikan kalung tersebut kepada Taya.
Semua pahlawan terkejut sekali denngan kejadian antara Saaya dan Taya. Bahkan, beberapa dari mereka ada yang mendekat mereka berdua dan bertanya kepada Taya.
"Apa yang kamu lakukan kepada gadis tersebut!?" Tanya Agunk.
"Apakah kamu sudah melakukan "itu" dengannya!?" Sambung Kudoharu.
Taya tampaknya kesulitan sekali menjawab pertanyaan dari teman-temannya. Kemudian Saaya datang menghampiri Taya yang sedang kesusahan dan membantu menjelaskan hubungan mereka.
"Tenang saja. Hubunganku dan Taya masih biasa saja, tapi kedepannya kami tidak tahu."
Saaya berkata seperti itu sambil sedikit merona. Orang-orang yang mendengar hal tersebut bukannya tenang, mereka malah semakin berisik. Bintang hanya memandang mereka dengan senyum kecil saja. Siapa sangka mereka masih bisa bercanda, padahal sebelumnya. Sebagian besar dari mereka ada yang sedih karena mereka semua akan terpisah pisah.
"Tidak terlalu buruk juga." Ucap Bintang.
"Eh? Apa?" Tanya Aimi.
Setelah itu. Raja memberikan pidato terakhir kepada para pahlawan. Semua orang terdiam mendengarkan pidato tersebut, setelah selesai memberikan pidato. Semua pahlawan mulai memasuki kereta kuda mereka masing-masing.
"Baiklah. Ayo kita mulai cerita petualangan ini!" Ucap Hanif sambil melihat ke langit.
Setiap kereta kuda pun mulai berjalan meninggalkan istana. Beberapa dari mereka merasa sedih karena harus berpencar, tapi mereka yakin bahwa mereka tidak saling sendiri. Setiap tujuan membutuhkan waktu yang berbeda-beda, karena itu. Mari kita fokus ke kereta kuda kelompok Barat.
"Jadi, tujuan kita adalah kota Zelda?" Tanya Kanon sambil melihat informasi mengenai kota tersebut.
"Kanon." Panggil Afandy.
"Apa?"
"Apakah kamu baik-baik aja dengan ini?"
"Apa maksudmu?"
Kanon masih saja membaca mengenai informasi kota tersebut. Tapi, sebenarnya dia tahu apa yang akan Afandy tanyakan kepada Kanon. Pasti dia akan bertanya mengenai hubungan Kanon dengan Hanif. Memang betul kalau sekarang Kanon dan Hanif terpisah, dan hanya bisa bertemu sekali dalam sebulan. Tapi, bukan berati sekarang dia tidak bisa melakukan hal.
Justru Kanon bertekad akan berubah beberapa hal di dalam dirinya. Tentu saja, dia pasti akan menunjukkannya kepada Hanif. Tapi dia sadar bahwa dia akan kesepian. Mungkin ada beberapa hal yang tidak ingin Kanon lihat ketika bertemu lagi dengan Hanif. Tapi, hal itu tidak akan pernah diketahui oleh dirinnya.
Di dalam kereta kuda kelompok Timur. Sangat berisik sekali, kenapa? Tenttu saja itu karena Kino yang teerus-terusan memarahi Syahdan. Arif dan Fahri hanya bisa diam saja seolah tidak mendengar atau melihat hal ini. Tampaknya Kino masih tidak bisa terima karena berpisah dengan kakaknya.
Jika saja tidak ada Syahdan, mungkin Kino akan melampiaskan ke Arif atau Fahri. Jadi mereka berdua bersyukur karena ada Syahdan yang dijadikan tumbal pelampiasannya Kino. Dan itu adalah hal yang biasa.
Beberapa waktu pun berlalu. Dan untuk kereta kuda kelompok Tenggara telah tiba di sebuah kota. Kota tersebut bernama Urinius. Kota tersebut memiliki banyak sekali pertambangan, bahkan kota ini merupakan salah satu kota yang mendistribusikan hasil kekayaan alam terbesar di benua ini.
"Baiklah. Kita sampai juga akhirnya." Ucap Agunk sambil turun dari kereta kuda.
"Jadi ini tempat tinggal kita…" Vicent berkata seperti itu sambil memandang sebuah rumah yang lumayan besar.
Setelah semua barang di turunkan. Mereka berempat mulai berjalan memasuki halaman rumah tersebut. Mereka berempat sangat kagum sekali dengan halaman rumah yang bersih dan sejuk. Di tengah-tengah halaman tersebut terdapat sebuah air mancur yang indah.
"Apakah kita akan tinggal di tempat yang mewah ini?" Tanya Aimi dengan tidak percaya.
"Kita…. Tidak tahu…."
Nizar tampaknya sudah kehabisan kata-kata lagi. Setelah mereka tiba di depan pintu rumah, pintu tersebut mulai terbuka.
"Selamat datang!!"
"Woaahh!!"
"itu kan-"
"Maid…"
"Mereka ada di depan mata kita…."
Maid!!!! Maid adalah istilah dari kata pelayan wanita. Ya, walaupun ada juga pelayan pria. Apa sih yang membedakan maid dengan pelayan lainnya? Memang betul di bumi tidak ada satu pun negara pun yang tidak ada pelayan, tapi apakah maid begitu? Menurut beberapa orang, maid itu memiliki ciri-ciri khusus seperti gaya bicara, pakaian, tingkah laku, dan yang terpenting adalah keimutan!!!
Di Indonesia ada? Entahlah, mungkin cuman hanya di beberapa tempat saja. Tapi, dunia lain? Mungkin itu hanyalah ada di komik-komik fantasy. Tapi, siapa sangka sekarang di depan mata mereka ada 7 maid yang menyambut mereka berempat.
"Selamat datang di rumah, kalian." Sapa salah satu perempuan.
Dia adalah seorang perempuan yang memiliki mata bewarna keemasan dan rambut yang bewarna krem. Panjang rambutnya sepundak dan ada beberapa bagian yang di ikat kumpul.
"Perkenalkan. Namaku adalah Ayumu, mulai sekarang aku akan menjadi kepala pelayan rumah ini. Jika ada sesuatu yang dibutuhkan, hubungilah aku atau maid yang lain."
Perempuan yang bernama Ayumu tersebut menundukkan kepalanya dengan hormat. Aimi, Nizar, Agunk, dan Vicent terkejut dan terkagum melihat kesopanan dari Ayumu. Sepertinya Ayumu adalah maid kelas atas, itulah yang Nizar pikirkan mengenai Ayumu.
Kemudian Ayumu memberikan tanda kepada maid yang lain untuk membawa barang bawaan mereka berempat. Mereka pun langsung pergi ke masing-masing ruangan pahlawan. Keempat orang tersebut hanya bisa melihat para maid dengan terkagum saja.
Sedangkan di kereta kuda kelompok Utara, mereka sedang menghadapi sebuah masalah. Masalah tersebut adalah bahwa kereta kuda mereka di halangi oleh kelompok bandit. Semua pahlawan telah turun dari kereta kuda. Kemudian Kudoharu merasakan bahwa dirinya di tatap oleh tatapan menjijikan dari para bandit, Dayat yang menyadari hal tersebut merasakan emosi amarah yang sangat besar.
"Berani-beraninya kalian memandang Kudoharu dengan tatapan mesum kalian!!!"
Kemudian Dayat mulai melebarkan kedua kakinya. Kedua tangannya pun berada di pinggangnya, seluruh ototnya pun langsung terlihat sangat jelas di balik bajunya. Para bandit yang melihat Dayat hanya bisa gemetaran saja, mereka merasakan ketakutan yang sangat luar biasa.
Tanpa memberi mereka waktu. Dayat langsung melompat dan menyerang salah satu bandit. Dia memberikan tinju yang sangat kuat kepada bandit tersebut. Bandit tersebut hanya bisa terbanting ke tanah dan membuat tanah retak oleh serangan Dayat.
Ken, Kudoharu, dan Shin tidak percaya melihat kemampuan Dayat yang sangat hebat. Memang betul kalau Dayat sangat kuat, tapi kekuatan dia yang sekarang telah ditambah oleh kekuatan pahlawan, dan itu membuat Dayat semakin kuat.
"Mu… Mustahil…. Se-semuanya. Serang!!"
Sang pemimpin bandit menyuruh anak buahnya untuk menyerang Dayat. Shin dan Ken tidak bisa berdiam saja. Mereka pun mengambil dua pedang dari kereta kuda dan menyerang bandit. Dayat sangat terbantu sekali karena mereka berdua membantu. Kemudian semua bandit pun dikalahkan oleh Dayat, Shin, dan Ken. Tentu saja para bandit tidak mati, mereka hanya pingsan saja karena terkena benda tumpul atau pukulan dari para pahlawan.
"Ini sangat menegangkan sekali…." Ucap Ken sambil membersihkan pedangnya.
"Maafkan saya karena tidak bisa melindungi kalian." Ucap seorang kusir yang merupakan prajurit istana.
Dia tidak bisa membantu Dayat dan yang lainnya karena tugas dia hanya membawa para pahlawan ke tujuan saja. Dan juga, ini adalah pengalaman pertama dia terkena sergapan dari kelompok bandit. Walaupun dia adalah prajurit kerajaan, tapi dia juga masih muda dan belum ada pengalaman. Jadi, wajar dia hanya bisa berdiam diri ketakutan.
"Tidak apa-apa." Jawab Shin. "Tapi sebagai permintaan maaf kamu. Jadikanlah kejadian ini sebagai pengalamanmu."
"Ba-baik!"
Di wilayah Timur Laut. Kelompok Bintang telah tiba di sebuah kota. Kota tersebut adalah kota Elden. Katanya, kota ini memiliki salah satu sekolah penyihir terhebat di dunia. Tentu saja, kebanyakan warga yang hidup adalah penyihir. Tapi, di kota ini juga ada makhluk yang tidak memiliki sihir. Bintang dan yang lainnya sudah tidak terkejut lagi karena sebelumnya. Mereka juga sudah melihat penyihir di kerajaan.
Kemudian mereka semua tiba di di depan sebuah rumah yang besar. Rumah tersebut memiliki cat berwarna putih, bangunan tersebut memiliki halaman yang sangat luas dan memiliki 2 tingkat. Di depan rumah terlihat dua pelayan pria dan dua pelayan wanita. Kemudian salah satu pelayan pria mendekati Bintang dan yang lainnya.
"Selamat datang di kota Elden. Perkenalkan, nama saya adalah Rizz Val Ray. Saya adalah mantan jenderal perang kota ini, dan mulai sekarang saya adalah kepala pelayan rumah ini. Jika perlu bantuan, silahkan hubungi saya atau para pelayan." Pria tersebut mengenalkan dirinya sambil menunduk pelan.
"Te… Terima kasih." Ucap Lenix dengan gugup.
Kemudian, Rizz menyuruh para pelayan untuk membawakan semua barang bawaan Bintang dan yang lainnya ke ruangan mereka. Sedangkan untuk Bintang dan yang lainnya, mereka diantar oleh Rizz menuju ruang tamu. Setiba disana, mereka melihat seorang pria tua yang sedang duduk. Dia memiliki pakaian yang terlihat sangat mewah sekali, Bintang langsung menyadari bahwa orang tersebut pasti adalah orang penting dan kuat di kota ini.
Kemudian Bintang dan yang lainnya mulai duduk di sofa. Rizz pun langsung menuangkan sebuah teh ke cangkir dan memberikannya kepada Bintang dan teman-temannya dan kepada pria tua tersebut. Kemudian pria tua tersebut mulai berbicara.
"Perkenalkan. Nama saya adalah Renhard Van Trisyn. Saya adalah pemimpin kota ini, senang bertemu dengan kalian. Wahai para pahlawan."
"Terima kasih atas sambutan anda." Balas Bintang sambil tersenyum sopan. "Perkenalkan, namaku adalah Bintang. Mereka adalah Lenix, Agung, dan Anju. Senang bertemu dengan anda."
Bintang masih saja tersenyum sopan kepada Renhard. Dulu, di sekolah. Bintang sangat terkenal karena kesopanannya. Dia bahkan hormat kepada yang lebih muda dan dia menganggap semua orang itu sama. Tapi, hal itu berbeda dengan dunia lain. Di dunia lain terdapat yang namanya bangsawan. Biasanya, mereka tidak mau disamakan dengan rakyat jelata.
Jadi, Bintang memutuskan untuk selalu sopan kepada siapa pun, dan tentu saja dia harus berhati hati jika ingin membuat orang itu setara dengannya. Dalam hal kesopanan.
"Hohoho…. Tidak perlu formal. Kalian bisa memanggilku paman Ren. Lagipula, aku masih memiliki semangat muda sehingga masih belum bisa dibilang sudah tua." Renhard berkata seperti itu sambil meminum teh nya.
Bintang masih saja menjaga kesopanannya. Dia tidak tahu apakah ucapan dari Renhard itu adalah ujian atau bukan. Tapi, tampaknya dia terlalu khawatir memikirkan hal itu sehingga dia memutuskan untuk mengikuti ucapan dari Renhard.
"Kalau begitu, senang bertemu dengan anda. Paman Ren." Ucap Bintang sambil tersenyum.
Di wilayah Barat Laut terdapat sebuah kota. Kota tersebut bernama kota Ivnisia, kota tersebut merupakan kota yang memiliki pelabuhan terbesar di kerajaan sehingga menjadikan kota tersebut adalah kota perdagangan terbesar di benua ini. Selain kota perdagangan. Kota ini juga memiliki banyak sekali tempat yang indah sehingga membuat kota ini memiliki banyak sekali wisatawan.
Makanya, selama di perjalanan menuju rumah baru Rifqi dan yang lainnya. Mereka melihat banyak sekali bangsawan yang berada di kota tersebut. Tapi, sebenarnya kota tersebut memiliki suatu kegelapan. Kegelapan apakah itu? Kota tersebut sebenarnya juga adalah kota pusat perdagangan budak terbesar dan pasar gelap terbesar di benua ini.
"Sial!!" Ucap Anton sambil memukul meja di depannya.
Dia sangat kesal sekali setelah melihat informasi mengenai kota tersebut. Sedangkan Amane, dia langsung gemeteran ketakutan karena dia mendengar bahwa budak yang sering dijual adalah perempuan. Rikako yang melihat Amane mulai memeluknya sambil menghibur Amane. Rifqi hanya terdiam saja sambil menggenggam erat kertas tersebut sehingga kertas yang dia pegang robek.
"Jadi, apa yang harus kita lakukan?" Tanya Anton sambil memandang ke wanita yang berada di depan mereka.
Dia adalah wanita muda yang memiliki rambut pendek sepundak yang berwarna hitam. Dia adalah Katorinia Gel Holladue. Biasanya dia dipanggil dengan sebuatan Kato, dia adalah anak dari pahlawan generasi 7. Karena dulu sang pahlawan generasi 7 adalah pemimpin kota ini, jadinya Kato yang menjadi penerusnya.
Tapi, hal itu berubah setelah menghilangnya pahlawan generasi 7. Yang awalnya kota ini damai, mulai menjadi pasar budak dan pasar gelap terbesar di benua ini. Kato juga sudah sering mengirim pasukannya untuk menangkap para pelaku. Tapi, hal itu percuma sehingga sekarang Kato dan pasukannya merasa kelelahan karena berurusan dengan para penjahat tersebut.
"Aku mempunyai kenalan. Dia adalah mata-mata yang aku kirim untuk memantau sebuah organisasi perbudakan di kota ini. Rumornya setiap malam selalu saja ada acara lelang gelap. Apakah kalian bisa-"
"Aku akan melakukannya." Ucap Rifqi sambil menatap Kato dengan tatapan senyum semangat.
Sebelum Kato selesai berbicara. Rifqi memotong pembicaraan Kato, Anton dan yang lainnya hanya menggelengkan kepalanya saja sambil menghembuskan nafasnya. Mereka tahu bahwa akan jadi seperti ini, biasanya kalau Rifqi sudah mempunyai sebuah rencana. Maka dia akan melakukannya tanpa gagal.
"Baiklah, aku akan ikut bersama kamu." Ucap Anton sambil memegang salah satu pundak Rifqi.
"Terima kasih."
Di sebuah mansion mewah di wilayah selatan. Terlihat Amita yang sedang berjalan-jalan mengelilingi mansion sambil di temani oleh seorang pelayan perempuan. Pelayan perempuan tersebut memiliki postur tubuh yang lebih tinggi dari Amita, dia memiliki model rambut kuncir kuda dengan warna merah muda. Perempuan tersebut adalah Mariene.
Dia dulunya adalah seorang pembunuh handal dari kerajaan. Karena dia sudah pension dari tugas sebelumnya, jadi dia memutuskan untuk menjadi pelayan para pahlawan di wilayah Selatan. Mereka berdua terus berjalan mengelilingi banyak ruangan, bahkan Amita terkejut karena melihat beberapa ruangan seperti pemandian air panas yang menghadap langsung ke pemandangan kota, arena latihan, dan lain-lain.
"Sudah berapa lama kamu menjadi pelayan rumah ini?" Tanya Amita sambil berjalan.
"Sekitar 2 tahun, nona Amita." Jawab Mariene denga sopan.
"Kamu! Jangan memanggilku dengan nona! Panggil saja aku Amita seperti biasa, dan kalau bisa jangan panggil Hanif dan yang lainnya dengan formal. Mengerti!?" Tanya Amita sambil meninggikan nada bicaranya.
"Saya mengerti dan maafkan saya."
"Bagus." Ucap Amita sambil memberikan senyuman tulus kepada Mariene.
Di salah satu balkon tingkat 3. Terlihat Hanif yang sedang berdiri memandang kota Higuria, rambutnya terurai karena tiupan angina sore yang hangat. Dia memandang terus kota tersebut, dia masih tidak percaya bahwa dirinya nanti akan bertemu dengan kakaknya. Tapi, dia tahu syarat untuk bisa bertemu dengan kakaknya adalah dia harus kuat.
"Hanif." Panggil Ojan dari belakang.
"Ah, Ojan. Sedang apa kamu disini?"
"Tidak ada apa-apa."
Kemudian Ojan mulai berjalan mendekati Hanif. Dia juga ikut memandang pemandangan kota. Dia merasa sangat tenang sekali hari ini, mungkin dia merasa rileks kembali setelah perjalanan panjang yang membutuhkan banyak waktu. Tetapi, dipikirannya dia juga memikirkan nasib teman-teman yang lainnya. Hanif sebelumnya sudah bilang kepada Ojan untuk percaya dengan mereka, karena mereka juga adalah pahlawan yang sama seperti Ojan dan yang lainnya.
"Yang lain sedang ngapain?" Tanya Hanif.
"Amita saat ini sedang berkeliling bersama Mariene. Dan untuk kak Haru, dia sedang berada di perpustakaan."
"Begitu ya…."
Susana diantara mereka berdua pun kembali hening, di sekitar mereka sekarang hanya terdengar suara angin saja yang berhembus kencang. Ojan yang merasa tidak suka dengan suasana seperti ini mulai bertanya kepada Hanif.
"Jadi, siapa yang akan kamu pilih?"
"Eh?"
"Kamu pilih Amita atau Kanon?"
Hanif merasa bingung dengan pertanyaan dari Ojan. Kemudian dia sadar dari maksud pertanyaannya. Seketika wajah Hanif mulai merona malu, Ojan yang melihat hal tersebut langsung mengambil ponselnya dan mengambil gambar Hanif.
"O-Ojan! Ha… Hapus gambarnya!!"
"Tidak mau sebelum kamu menjawab pertanyaanku." Ucap Ojan dengan nada jahil.
"Aku tidak tahu…." Jawab Hanif sambil melihat ke lantai. "Aku tahu kalau sebenarnya mereka berdua menyukaiku. Aku pun juga!"
"Eh? Eeeeehhhhh!!!!"
Ojan terkejut sekali mendengar pernyataan dari mulut Hanif. Dia melihat Hanif yang terdiam malu saja. Apakah dia salah mendengar? Itulah yang sekarang Ojan pikirkan.
"Ja-Jadi… Seandainya me-mereka menyuruhmu untuk memilih. Siapa yang akan kamu pilih?"
"Aku… Tidak tahu…."
Suasana pun kembali hening lagi. Ojan masih belum percaya apa yang Hanif katakana kepadanya, kepalanya pun penuh pikiran mengenai temannya ini. Memang betul kalau Hanif adalah orang yang suka serius, tapi dia tidak menyangka aja Hanif akan menjadi seperti ini jika ditanyakan mengenai percintaan.