Chereads / Esostrefis Gynaíka / Chapter 10 - Mulai ada rasa

Chapter 10 - Mulai ada rasa

Senin pagi di kantor, Lena memulai aktivitasnya seperti biasa, sabtu malam dia hanya menyapa orangtua dan kakaknya. Untunglah mereka tidak tahu jika beberapa hari lalu Lena bertemu Evan.

Lena belum siap memberitahukan keluarganya kalau ia sedang dekat dengan Evan, hatinya belum yakin. Status mereka juga belum jelas.

Lena baru saja mengenal Evan beberapa hari yang lalu, tapi dia sudah merasa nyaman waktu makan malam kemarin.

Walaupun sebelumnya sikap Evan begitu kaku dan dingin pada Lena.

Namun apakah ucapannya kemarin itu benar? Apa Evan berkata jujur pada David bahwa dia sedang melakukan pendekatan dengan Lena?

Berbagai pikiran memenuhi kepala Lena, hingga Lena tidak dapat berkonsentrasi pada pekerjaannya di kantor.

Apa Lena sudah mulai ada rasa untuk Evan? Tidak mungkin secepat itu dia menyukai Evan atau bahkan mencintainya?

Lena berusaha menyingkirkan semua pikiran dan perasaannya tentang Evan. Dia berusaha untuk tetap fokus dengan tugas-tugasnya.

Setengah jam kemudian, tiba-tiba merasa kepalanya pusing dan tidak mampu fokus saat matanya tertuju ke komputer.

Kepala gua pusing banget, apa gara-gara keujanan kemarin, ya? Mending gua ijin pulang aja sehabis istirahat nanti.

Lena melirik ke arah Anna, dia ingin bertanya pada Anna apakah bisa ijin pulang atau tidak sementara Bu Santi tidak ada di kantor.

Lena beranjak dari kursi dan menghampiri Anna di tempat duduknya. Kebetulan posisi tempat duduk mereka di ruang akunting berseberangan.

"An, maaf ganggu. Gua mau ngomong bentar sama lo, bisa?" Lena menepuk bahu Anna.

"Eh, elo. Ngagetin aja, mau ngomong apaan?" tanya Lena.

"Kenapa kaget tau gua ada di sini? Emang lagi ngapain? Lo gak tau kalo gua nyamperin ke sini barusan?"

"Enggak. Sorry, gua terlalu fokus sama kerjaan jadinya gak tau kalo lo nyamperin gua," jawab Anna.

"Rajin amat, lo," sahut Lena. "Gua mau ngobrol sama lo tapi di lobby."

"Ya udah, ayo," ajak Anna, sebelum beranjak dari situ dia me-log off komputernya terlebih dulu.

Lena dan Anna beranjak meninggalkan Ruang Akunting lalu menuju lobby kantor, di sana memang lebih leluasa untuk ngobrol pada saat jam kantor berlangsung.

Sampai di lobby, Lena duduk di dekat meja tempat absen staff dan karyawan. Dia menarik lengan Anna untuk duduk di sebelahnya.

"Sini duduk sebelah gua," pinta Lena.

Kemudian Anna pun duduk di sebelah kanan Lena sambil menengok ke kiri dan kanan.

"Lo kenapa celingukan gitu?" tanya Lena heran.

"Gua takut ada orang yang ngikutin kita ke sini," jawab Anna.

"Siapa yang ngikutin kita? Maksudnya Fiona sama Susan?"

"Iya, dua orang itu. Mereka kan tukang gosip sama kepo," sahut Anna.

"Gua tau, An. Makanya gua ngajak lo kesini."

"By the way, mau ngomong apa? Keliatannya serius banget," balas Anna.

"Gua mau ijin pulang, tapi Bu Santi gak ke kantor.

Apa ijin sama Pak Iwan juga bisa?" tanya Lena agak berbisik.

"Kenapa mendadak mau pulang? Lo sakit?"

"Iya, nih. Kepala gua pusing banget dari tadi, kayaknya migrain gua kumat."

"Muka lo pucet gitu, gua baru nyadar soalnya tadi gak terlalu merhatiin lo." Anna menyentuh dahi Lena.

"Astaga! Lo demam, Len!"

"Masa, sih?" Lena tidak percaya ucapan Anna, dia pun memegang dahinya.

"Kok bisa demam? Pasti gara-gara keujanan waktu pergi sama Evan, ya?" tanya Anna. "Terus lo juga jatuh di kamar mandi, ngefek banget sih."

"Lo tau kalo gua waktu itu jalan sama Evan? Tau dari siapa?"

"Tau dari Rika, kemaren dia nge-sms gua waktu kita mau pulang. Tadinya mau ngajak lo makan bareng sama Rika juga," jelas Anna.

"Sorry, sorry. Nanti janjian lagi, ya," balas Lena.

"Kalo mau pulang, sekarang aja. Biar nanti gua bilangin ke Bu Santi kalo lo sakit terus ijin pulang. Jangan ijin ke Pak Iwan, ribet," tukas Anna.

"Ribet gimana? Pak Iwan kan HRD?" tanya Lena penasaran.

"Nanti kapan-kapan gua kasihtau ribetnya gimana. Lo cepet beresin meja terus simpen semua kerjaan lo di meja gua, ok," pinta Anna.

"Duh, gua jadi ngerepotin lo. Makasih lho, An.

Udah mau bantu beresin kerjaan gua hari ini sama ngasitau Bu Santi juga."

"Gak masalah, Len. Lo bisa pulang sendiri, gak?"

"Bisa, tenang aja," jawab Lena lirih.

"Gua gak yakin lo bisa pulang sendiri, gua anterin, ya?" Anna mencemaskan Lena.

"Ya udah boleh," sahut Lena.

"Motornya titipin di kantor, besok pagi lo ke sini naek angkot. Makanya kalo nge-date jangan lupa pake jas hujan sama jaket." Anna mengingatkan Lena."

"Kemaren udah pake jas ujan, kok. Mungkin gua emang lagi gak fit jadi kena ujan sedikit juga sakit," kilah Lena.

"Ayo, kita balik ke ruangan lagi. Tar diaduin ke Pak Iwan lagi ngobrol kelamaan di sini," sambung Lena.

"Lo masuk duluan, Len. Gua mau telepon Bu Santi dulu."

"Ya, gua mau beresin meja gua sama matiin komputer. Terus arsip-arsip kerjaannya simpen di meja lo atau masukin ke laci?" tanya Lena.

"Masukin ke dalem laci gua, laci nomer 2 sebelah kanan, ya," sahut Anna.

"Beres, Bu."

Lena kembali ke Ruang Akunting membereskan beberapa arsip yang terletak di mejanya dan mematikan komputer.

Di lobby, Anna menelepon pimpinannya memberitahukan bahwa Lena sakit dan meminta ijin untuk mengantarkan Lena pulang ke rumahnya.

Beberapa saat kemudian sesudah mendapat ijin dari Bu Santi, Anna bergegas mengambil tas dan ponselnya di atas meja lalu pergi mengantarkan Lena pulang.

Sebelum mengantar Lena, dia berpamitan dahulu pada semua rekan kerjanya di ruangan itu. Lena merasa kepalanya semakin pusing dan berputar-putar hingga ia tidak dapat berbicara sepatah katapun.

*****

Siang itu pukul 11.15 wib, Lena sampai juga ke rumahnya. Untung Anna mau mengantarkan Lena pulang, kalau tidak mungkin dia sudah pingsan di jalan tadi.

Anna memarkirkan mobilnya tepat di depan rumah Lena agar ia bisa segera membuka pintu rumah dan memapah Lena masuk ke dalam rumahnya.

"Len, mana kunci rumah lo? Biar gua yang buka."

"Cari aja di tas gua, kuncinya jadi satu sama kunci motor," balas Lena lirih.

Anna mengambil tas milik Lena dan dibukanya tas itu. Dia mencari kunci rumah Lena di antara barang-barang Lena.

Tak berapa lama, Anna akhirnya menemukan kunci rumah tersebut. Dia cepat-cepat keluar dari mobil dan langsung membuka pintu rumah.

Setelah membuka pintu, dia Anna memapah Lena dari dalam mobil dan membawanya masuk ke dalam rumah. Kala itu Lena terlihat sangat lemas

.

"Len, mau gua anter ke kamar?"

"Gak usah, An. Lo balik ke kantor aja, gua bisa sendiri. Thanks ya udah nganterin pulang."

"Iya, cepet sembuh, ya," sahut Anna. "Gua balik, nih. Jangan lupa minum obat."

Lena mengangguk pada Anna. Setelah temannya pulang, ia mencoba untuk berdiri meskipun kepalanya terasa semakin pening.

Lena berjalan perlahan ke dapur hendak mengambil segelas air putih dan mencari obat migrain di lemari. 

Siang itu memang tidak ada siapa-siapa di rumah Lena, karena semua orang sedang berada di kantor papinya. Dalam hati Lena bersyukur karena tidak ada yang tahu dia pulang lebih awal dari biasanya.

Sesudah mengambil air dan menemukan obat yang dia cari, Lena pun meminum obat tersebut agar migrainnya cepat sembuh.

Sehabis minum obat, Lena kembali ke ruang tamu mengambil tasnya di sofa lalu berusaha dengan sekuat tenaga naik ke lantai 2 untuk beristirahat di kamarnya.

Rencananya jika migrain Lena sudah sembuh, dia ingin menemui Rika di rumahnya. Lena merasa perlu menceritakan semua hal tentang Evan kemarin pada Rika.

Begitu masuk ke kamar, Lena langsung merebahkan dirinya di atas tempat tidur. Dia sampai lupa makan siang karena tadi kepalanya pening dan tubuhnya juga lemas.

Beberapa saat kemudian akhirnya Lena tertidur dengan nyenyak.

******