Flashback,
Beberapa jam sebelumnya.
"Kok Rex ngebut banget sih? Nyebelin."
Aifa jadi dumel sendiri karena akhirnya kehilangan jejak mobil Rex. Tapi tidak lama begitu kedua matanya melihat mobil Rex stop di sebuah persimpangan 4 jalanan karena lampu menyala merah.
Tidak mau ketahuan, Alhasil Aifa pun belok kesebuah jalan pantas. Aifa terlihat serius sambil mencengkram kedua stang motornya dengan erat. Jika dia bertahan di jalanan sebelumnya, bisa di pastikan Rex akan melihatnya melalui spion tengah.
Aifa mengerutkan dahinya. "Loh, kok sendat-sendat gini motornya?"
Aifa menghentikan sejenak di pinggir jalan, lalu melirik kearah spedometer yang ternyata motor hello Kitty nya saat ini sedang mengalami kekurangan bensin.
Aifa sampai kalut. Alhasil ia turun dari motornya, membuka jok lalu diikuti dengan membuka penutup bensin. Dan Aifa mencelos.
"Haaaaaa? Bensinnya mau habis?" Aifa mengentikan kedua kakinya di jalan. "Ini semua gara-gara Rex bawa mobilnya cepet! Aifa kan jadi ngebut dan kehabisan bensin!"
Aifa mendengus kesal. Dengan lesu ia mulai mendorong motornya mencari penjual bensin yang ada di warung kecil pinggir jalan.
Aifa hanya bisa berharap semoga saja Rex benar-benar murni tidak memiliki simpanan wanita lain diluar sana sehingga Aifa pun tidak repot-repot untuk menyusul mengantarkan puding coklat ke apartemen Rex.
Sejauh mata memandang, Aifa bernapas lega. Ia melihat sebuah warung kecil yang menjual bensin secara ecer. Dengan semangat Aifa mendorong motornya hingga tiba didepan warung tersebut.
"Ah Alhamdullilah deh. Allah bantu Aifa."
Aifa memarkirkan motornya. Dengan santai diiringi kelupaannya, Aifa segera mendatangi ibu paruh baya untuk membeli sebotol bensin 1 liter dan meninggalkan kunci motor yang masih menancap di motornya.
"Bu, bensin ya. 1 liter. Buat hello Kitty Aifa yang lagi kehausan."
Ibu paruh baya itu awalnya menatap Aifa yang begitu cantik. Lalu terkekeh geli dan segera melayani Aifa.
"Iya mbak. Oke."
Aifa mengangguk. Ia memilih menunggu. Namun baru beberapa meter ibu paruh baya itu hendak melayani Aifa, tanpa di duga suara seorang pria muda yang tak di kenal membawa motor Aifa dengan cepat.
Aifa terbelalak kaget. "Eh! Eh! Eh! Aduh motor Aifa. Huaaaaaa jangan dibawa lari!!" Aifa hendak mengejar. Ibu paruh baya tadi kebingungan sambil memegang botol berisi bensin 1 liter.
Tapi rasa lelah karena mendorong motor sejauh beberapa meter di tambah langkah pria itu yang lebih cepat membuat Aifa hampir kehabisan tenaga untuk mengejarnya.
"Huaaaaaa! Bekal Aifa!"
"Jangan dibawa! Tolong!"
"Maling!"
"Maling!!"
"Hello Kitty Aifa nanti bisa nangis!"
"Huaaaaaa nyebelin!!!!!!!!"
Tanpa diduga pria itu melemparkan goodbag yang berisi bekal Rex ke jalanan secara sembarangan. Aifa berlari mengambilnya.
Aifa menangis bagaikan anak kecil yang meminta tolong. Dari kejauhan motor itu sudah berjalan dengan laju meskipun Aifa tahu kalau bensin motor itu akan habis nantinya.
"Mbak! Ada apa mbak?!"
"Mbak kenapa motornya?"
"Mbak baik-baik aja?"
Dua orang pria paruh baya dan satu orang pria berusia muda mendatangi Aifa. Aifa yang menangis hanya bisa merengek karena motornya hilang.
"Aduh mbak. Gimana ya? Mbak tahu ciri-ciri yang curi motor mbak?"
Aifa menggeleng. "Aifa lupa. Tapi wajahnya ganteng. Huaaaaa Aifa gimana?"
"Rumahnya dimana mbak? Biar saya antar."
"Aifa lupa. Aifa gak tahu jalan. Aifa tadi lewat jalan sini niatnya cuma cari bensin doang."
Butuh waktu bermenit-menit akhirnya Aifa berhenti menangis. Dua pria paruh baya dan satu pria muda tadi berusaha menolong Aifa. Tapi Aifa menolak dengan halus.
Tanpa Aifa sadari, salah satu pria muda yang terlihat seperti pawakan mahasiswa itu menatap Aifa dengan berkilat nakal. Aifa memang cantik. Wajahnya yang imut membuat pria muda itu berniat jahat dengan Aifa.
"Mbak. Mau saya antar aja?" tawar pria muda yang ingin berniat jahat sama Aifa.
Aifa menggeleng. "Maaf dek makasih. Aifa lagi nunggu jemputan layanan taksi online aja. Mumpung ponsel Aifa belum benar-benar lowbat."
Pria itu hanya mengangguk. Tak lama beberapa menit kemudian dua pria paruh baya yang berada di antara mereka pun memilih pulang kerumah.
Aifa terlihat gelisah karena tiba-tiba ia merasa ingin buang air kecil. Aifa berusaha menahan. Tapi semakin lama semakin menyiksa.
Pria muda yang masih berniat jahat sama Aifa pun tetap menunggui Aifa. Ia membutuhkan waktu yang tepat sambil memperhatikan situasi lalu melihat Aifa yang gelisah.
"Kenapa mbak?"
"Em. Aifa kebelet."
"Mbak mau buang air kecil?"
Aifa mengangguk lemah dan membuat senyuman palsu pria paruh baya itu langsung terbit.
"Mau kost saya mbak? Deket sini aja kok."
"Kekost kamu?" Seketika Aifa meragu. Ntahlah. Ia hanya was-was ke tempat orang yang tak dikenal. Pria muda itu tetap tenang. Tidak menunjukkan tanda-tanda akan berniat jahat bagi Aifa.
Aifa ingin menolak. Tapi Aifa juga tidak ingin ngompol saat ini juga. Alhasil setelah menimbang-nimbang, Aifa pun menyetujuinya.
"Em. Yaudah dek. Aifa izin buang air kecil di kostnya boleh?"
Pria muda itu tersenyum. "Boleh mbak. Gak usah khawatir. Kamar mandinya ada di luar kamar kok."
Aifa hanya mengangguk dan pria muda itu langsung berdiri berlalu meninggalkan Aifa. Aifa sudah melupakan rasa kesalnya karena hello Kitty kesayangan sudah di curi oleh pria muda sebelumnya. Yang saat ini ia pikirkan adalah buang air kecil dan mendatangi Rex.
Aifa mengikuti si pria muda itu dari belakang dan ia memperhatikan sekitarnya ketika sudah memasuki halaman kost besar khusus pria setelah pria muda itu membuka pintu pagarnya.
"Kamar mandinya sebelah sana mbak. Lurus. Belok kiri."
Aifa mengangguk. "Makasih ya dek. Boleh pegangin tas ini?"
Pria muda itu mengangguk lalu mengulurkan tangannya menerima goddybag Aifa. Aifa sudah menuju kamar mandi. Tanpa Aifa sadari, pria muda itu mulai celingak-celinguk memperhatikan sekitar.
Sebuah senyuman smirk terlihat di bibirnya. Tanpa membuang waktu lagi, ia segera menuju mobilnya yang sedang di parkir. Membuka pintu mobilnya lalu melempar asal goddybag Aifa ke kursi bagian belakang.
Aifa sendiri saat ini hanya bisa mencelos. Sebelum ia masuk kamar mandi ia menyempatkan diri mengecek ponselnya. Ponselnya yang kali ini sudah benar-benar mati total membuat Aifa gagal untuk menghubungi layanan taksi online-
"Aaaaaaa lepaskan aku!"
Tanpa diduga pria muda itu mengunci pergelangan tangannya dari belakang. Aifa meronta. Dengan sekuat tenaga Aifa menendang bagian belakang tubuh pria muda itu hingga pria itu tersungkur ke tanah.
Aifa berteriak minta tolong dan berlari kencang. Dengan tenaga yang ekstra pria itu menarik khimar Aifa yang menjuntai. Aifa terjatuh. Ia berusaha kembali bangun. Kembali berlari. Raut wajahnya pucat. Ketakutan membuatnya panik sampai akhirnya pria itu mendorong tubuh Aifa kedepan hingga tubuh Aifa terjerembab tersungkur ke tanah.
Aifa meringis. Wajahnya sangat sakit akibat tersungkur di tanah. Pipi dan bagian sudut bibirnya sangat perih. Aifa ingin bangun. Secepat kilat pria itu menahannya dengan menyelipkan salah satu tangannya melalui bahu Aifa dan sebuah kain menutupi hidungnya hingga semuanya menjadi gelap.
Nafas pria itu tersengal-senggal menghadapi Aifa yang berusaha terlepas dari jeratannya. Sekali lagi, pria muda itu memperhatikan sekitar yang memang menjadi kawasan tersepi.
Pria muda itu meyakini diri bahwa sekarang adalah saat yang tepat untuk menggendong tubuh Aifa secara bridestyle menuju mobil.
Pria itu menurunkan tubuh Aifa yang sudah tak sadarkan diri. Ia tersenyum smirk menatap Aifa yang cantik. Sangat cantik hingga membuat hawa nafsunya bergejolak sejak pertama kali melihatnya beberapa jam yang lalu.
Pria itupun segera mengemudikan mobilnya. Sebuah hotel adalah pilihannya kali ini untuk meninggalkan jejak perbuatannya agar tidak diketahui masyarakat di sekitar kostnya.
🦋🦋🦋🦋
Aifa menangis histeris dikesunyian sebuah kamar asing setelah terbangun pukul 19.00 malam. Aifa berusaha untuk bangun. Area intimnya begitu sakit. Aifa merasa tidak sanggup. Kedua matanya menatap sebuah darah yang membekas di seprei tempat tidur yang tak jauh dari tatapannya.
Aifa pun merubah posisi dengan memunggunginya. Aifa tidak sudi untuk melihatnya. Ia merasa hancur dan meringkuk kesakitan. Lalu ia kembali melihat goddybag miliknya berada di atas meja kecil.
Dan Aifa teringat Rex. Berusaha untuk kuat, Aifa memilih bangun dan keluar dari kamar hotel menuju tangga darurat. Seorang pria yang berprofesi menjadi pelayan hotel pun menatap Aifa dengan heran.
"Mbak?"
Aifa menoleh dengan lesu. "Ya?"
"Mbak baik-baik aja? Butuh sesuatu?"
Aifa terdiam sejenak. Ia pun mengangguk. "Tahu dimana posisi Apartemen Royal Residence?"
Pria itu terdiam sejenak. Terlihat berpikir. "Tahu mbak. Mbak gak mau kerumah sakit? Kondisi mbak-"
"Aifa gak perlu kerumah sakit. Aifa perlu menuju apartemen yang Aifa maksud. Bisa tolong antar Aifa kesana?"
Aifa sudah tidak ragu lagi meminta tolong dengan pria yang tak dikenal. Baginya percuma saja. Semua sudah jelas. Tidak ada lagi yang perlu ia jaga. Semua benar-benar hancur dan gagal dalam hidupnya saat ini.
"Bisa mbak. Kebetulan saya baru selesai jam kerja."
Pria itu memang baik. Alhasil dia pun menolong Aifa dan membukakan pintu mobil bagian belakang untuk Aifa. Selama perjalanan. Aifa terdiam. Ia mengepalkan kedua tangannya dengan kuat di atas paha.
Menyalurkan rasa emosi. Putus asa. Penyesalan. Kebodohan. Kesedihan dan terpukul sampai akhirnya Aifa menyerah. Air mata mengalir tiada henti. Wajahnya sembab.
"Maaf. Maafin Aifa. Maafin Aifa Daddy. Maafin Aifa."
🦋🦋🦋🦋
Selain hobi menulis.. Author juga pengen banget bs menyampaikan pesan moral di setiap karya yang Author tulis.
Dari chapter ini. Kita bs mengambil pesan moralnya kan?
Tapi, jika di pikir-pikir bagi kalian siapa yang salah disini?
Fandi sebagai orang tua yang menunda keinginan putrinya untuk menikah?
Rex yang tidak segera melamar Aifa?
Atau Aifa nya?
Jadi nikmatin aja alurnya meskipun nyesek 😥
Sabar ya.
Sehat selalu buat kalian
With Love 💋
LiaRezaVahlefi
lia_rezaa_vahlefii