Fandi berjalan cepat meninggalkan sang istri yang kewalahan mengikuti langkahnya setelah menuruni anak tangga pesawat pribadinya.
Fandi mengalami kepanikan. Kalut. Tidak tenang dan resah karena sulit menghubungi Aifa begitupun Franklin yang ikut tidak menggubris panggilannya.
"Fan!"
Fandi tetap berjalan cepat sampai akhirnya salah satu pengawal pribadi membukakan pintu mobil untuknya diikuti dengan sang istri.
"Kita langsung pulang." ucap Fandi dengan singkat pada supir pribadinya.
Ayesha menghela napas panjang. "Fan. Kita baru tiba di Bali beberapa jam yang lalu. Secepat itu kita balik ke Jakarta lagi? bahkan kita belum sempat berbincang banyak sama Luna."
"Perasaanku tidak enak Ay. Itu saja. Aku khawatir dengan putri kita."
Ayesha menyenderkan tubuhnya dengan kesal ia bersedekap. "Itu semua karena kamu terlalu overprotektif sama Aifa. Kalau kamu sering khwatir sama dia segera nikahkan saja. Biar suaminya bisa menjaga dia."
"Dengan sikapnya yang masih bocah itu?" Fandi menggeleng. Tidak setuju. "Masak saja belum bisa. Bagaimana dia akan berumah tangga nantinya? Apakah suaminya akan di kasih makanan mie instan dan siap saji terus?"
"Itu semua karena kamu yang terlalu memanjakan dia sejak dulu yang tidak mengizinkannya menyalakan kompor." sungut Ay tak mau kalah.
"Kamu mau dia celaka dan membakar rumah kita?"
"Fan-"
"Hentikan. Jangan berdebat." sanggah Fandi cepat. "Aku tidak suka kita seperti ini karena hanya Aifa. Oke?"
Akhirnya Ay mengalah. Rasa ingin protes pun tertahan dan menjadi sesak di dadanya. Yang Ay lakukan saat ini hanyalah menatap jalanan yang ada di sampingnya diiringi perjalanan mereka menuju rumah.
🦋🦋🦋🦋
Aifa masih pingsan tak sadarkan diri. Sejak tadi Franklin setia menunggu kakaknya sadar sambil menggenggam punggung tangannya di sisi ranjang.
Franklin berusaha mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi dengan Aifa sampai akhirnya pintu terbuka. Franklin menoleh kearah pintu dan mendapati sosok dokter cantik disana bernama Ava.
"Masuklah."
Dengan ragu Ava masuk. Lalu berdiri di sisi ranjang Aifa. Ava memperhatikan kondisi Aifa yang sedang tidak baik-baik saja.
"Aku tahu kamu seorang dokter bedah. Tapi.." Franklin menarik napasnya sejenak karena sedang sesak oleh keadaan Aifa yang memperihatinkan. "Setidaknya kamu bisa periksakan kondisi Aifa sementara. Aku hanya terpikir kamu daripada membawanya kerumah sakit."
Ava segera menjalankan perintah Franklin. Ava mengeluarkan peralatan dokternya seperti stetoskop dan termometer. Franklin menatap Ava tanpa berkedip. Seketika jantungnya berdegup kencang. Franklin segera menggelengkan kepalanya dan menepis jauh-jauh perasaan tak biasa hanya karena melihat Ava.
"Aifa demam. Suhunya 38 derajat."
"Selain itu?"
"Luka di sudut bibirnya mulai mengering. Sepertinya belum di obati. Apa yang terjadi dengan Aifa?"
"Aku tidak tahu."
Ava kembali menatap Aifa dan langsung mengobati sudut bibir Aifa bertepatan saat Fandi dan Ayesha nyelonong masuk. Ayesha menaiki atas tempat tidur. Mengelus pipi Aifa dengan kedua matanya yang berlinangan.
"Apa yang sebenarnya terjadi Ava?"
"Saya.." Ava melirik kearah Franklin. Meminta bantu untuk menjelaskan. "Em saya baru datang mengobati Aifa Tante."
"Franklin apa yang terjadi dengan kakakmu?" tanya Fandi dengan serius.
"Aku tidak tahu. Dia mendatangiku ke kantor dari suatu tempat lalu menangis dan pingsan."
Sejenak, hawa kesunyian kembali menyeruak. Ava masih sibuk mengobati Aifa yang belum sadarkan diri. Sementara Ayesha menempelkan dahinya pada kepala Aifa yang masih tertutup hijab dengan salah satu tangannya memeluk tubuh Aifa.
Dan Ayesha menangis. Nalurinya sebagai ibu begitu kuat hingga ia pun merasa terpukul. Ayesha juga yakin jika sesuatu yang sedang buruk terjadi pada putrinya.
🦋🦋🦋🦋
Ayesha terbangun dimalam hari. Dilihatnya Fandi sudah tertidur pulas setelah menjalani jetlag beberapa jam yang lalu. Rasa kekhawatirannya tak pernah hilang sejak melihat kondisi Aifa.
Dengan pelan tanpa menimbulkan suara, Ayesha keluar dari kamarnya. Ia mendatangi kamar Aifa membawa kunci cadangan karena ia tahu putrinya itu suka mengunci pintu kamarnya disaat sedang sedih.
Dan ternyata benar. Pintu kamar Aifa terkunci. Ay pun membuka pintunya dengan pelan. Suara isakan dan kucuran air yang berasal dari kamar mandi menyambut kehadirannya.
Ay diserang kepanikan. Dia pun menuju kamar mandi dan membuka pintunya dengan cepat.
"Aifa! Ya Allah!"
"Mom.. mom.. hikzzzz."
"Aifa!"
Ay mematikan kucuran shower. Tubuh Aifa basah semua. Aifa terduduk di lantai yang dingin. Ia memeluk kedua lututnya dengan mengigil. Penampilan Aifa begitu kacau meskipun ia sudah mengganti pakaiannya nya sendiri.
"Aifa. Sayang, ayo berdiri. Apa yang terjadi. Ada apa? Kamu kenapa?"
Aifa pun berdiri dengan lemas. "Mom, hikz. Jangan sentuh Aifa. Aifa kotor. Aifa sudah kotor. Aifa sekarang menjijikan mom. Aifa-"
Aifa hendak menolak. Tapi sebagai ibu Ay tidak bisa kalau tidak memenangkan putrinya. Akhirnya Aifa mengalah. Ia meluruh dan terduduk dilantai. Perasaannya hancur.
Ayesha memeluk tubuh Aifa. Ia tidak perduli dengan tubuhnya yang ikutan basah. Ay menangkup kedua pipi Aifa dan menatap instes kedua mata putrinya yang sayu dan sembab.
"Katakan pada mommy. Apa yang sebenarnya terjadi?"
Aifa menggeleng. Sungguh ia begitu malu dengan apa yang terjadi dengannya saat ini.
"Aifa.."
Aifa hanya menangis. Seengukan. Tapi tidak dengan kedua mata Ay yang terbelelak terkejut. Ia menatap bagian leher Aifa dipenuhi jejak merah kissmark.
"Aifa! Katakan! Siapa yang melakukannya?"
"Siapa yang sudah melakukannya Aifa! SIAPA!"
"SIAPA AIFA? SIAPA PRIA BEJAT ITU?!"
Aifa ketakutan. Tubuh Aifa gemetar lalu kembali menangis. Perasaan terpukul begitu terasa didalam diri Ayesha hingga akhirnya air mata luruh di pipinya. Ayesha menangis memeluk putrinya.
"Mom.. Aifa.. aifa-"
"Siapa yang melakukannya?" lirih Ay dengan syok. "Ayo bilang. Kita sama-sama perempuan. Mom sangat mengerti apa yang kamu rasakan."
"Mom jangan nangis mom jangan."
"Maafin mommy. Mommy tidak bisa. Kamu hancur mommy juga hancur Aifa."
"Maaf. Maafin Aifa. Jangan pernah benci sama Aifa. Jangan usir Aifa dari rumah."
"Tidak." Ay menggeleng. "Mom tidak mungkin melakukannya. Mom Mencintaimu Aifa. Mom sudah menyayangimu ketika dimasalalu kamu mulai berkembang dalam rahim mommy."
"Jadi siapa pelakunya?"
Aifa menggeleng lemah. "Aifa tidak tahu. Aifa pingsan. A-aifa.. Aifa.." tangis Aifa kembali pecah.
"Maafin Aifa. Aifa minta maaf mommy. Aifa sudah kotor. Aifa sudah hancur. Aifa bukan seperti Aifa lagi."
Ayesha memeluk erat putrinya. Kenyataan pahit bahwa putrinya ternodai membuat Ayesha menangis.
"Ya Allah.. aku ingat bagaimana saat hamil Aifa. Aku berjuang sendirian saat dimasalalu. Dengan susah payah aku mengandungnya ketika ayahnya hampir menikahi wanita lain demi perjodohannya."
"Maaf. Ya Allah Maafin hamba. Hamba gagal menjaga Aifa." lirih Ay dalam hati memeluk erat putrinya yang rapuh.
🦋🦋🦋🦋
Sudah biasa nyesek dari jaman Stay With Me sampai Mencintaimu Dalam Diam kan?😭
Ikutin aja alurnya. Gak tahan boleh out kok 🙏
Makasih sudah baca.
Sehat selalu buat kalian.
With Love 💋
LiaRezaVahlefi
lia_rezaa_vahlefii
____