Rex akhirnya berhembus lega begitu tidak melihat Aifa yang mengikutinya. Rex menarik napas sejenak. Menghembuskan secara perlahan. Lalu ia teringat percakapan dengan Aisyah tadi pagi.
Benarkah bila Aifa adalah sosok yang tepat untuk mengisi posisi sebagai istrinya? Rex menyenderkan dahinya di kemudi stir mobilnya. Sejak tadi ia bertanya-tanya lagi. Benarkah bila Aisyah ada menyukai pria lain. Siapa?
Pemikirannya kembali silih berganti dengan Aifa. Si wanita kebal pantang menyerah terhadap dirinya. Berulang kali ia mengusir wanita itu tapi tetap saja bukan Aifa namanya kalau ia tidak akan datang lagi dan lagi.
Rex kembali mengangkat wajahnya. Mendapati kenyataan bila Daddy Aifa terlalu pemilihan jadi seorang mertua yang mencari menantu itu membuatnya muak.
Rex selalu di bayang-bayangi masalalu kenangannya bersama Aifa.
Kebahagiannya dengan Aifa. Tawa canda mereka. Kebersamaan mereka terutama saat dengan manjanya wanita itu memilih puluhan boneka besar di pusat perbelanjaan.
Peringatan keras terhadap Fandi untuk membuatnya meminang Aifa saat itu membuat Rex tidak bisa melaksanakannya. Ia seorang pria workaholic. Kesibukannya di dunia pekerjaan membuatnya meragu untuk bisa bersama Aifa apalagi membimbing wanita manja itu agar menjadi wanita mandiri sehingga berakhir dengan dirinya yang mengalah meninggalkan Aifa.
Dan Rex belum siap berkomitmen saat 4 tahun yang lalu dengan Aifa.
Rasa lelah dan pikiran yang kacau membuat Rex akhirnya menyerah lalu segera keluar dari mobil dan memasuki lobby apartemennya.
Rex langkah kakinya dengan rasa tak bersemangat. Jam sudah menunjukan pukul 23.00 malam. Sudah beberapa jam berlalu saat tadi siang ia melihat Aifa membuntutinya. Rex mengubah kecepatannya menjadi laju berakhir dengan dirinya yang singgah kerumah Aulia untuk bermain-main sejenak dengan keponakannya itu hingga menjelang malam hari.
Pintu lift terbuka. Rex segera memasukinya dan menekan tombol angka tempat apartemennya berada. Selama kotak besi itu membawanya keatas, Rex kembali melamun. Perasaannya menjadi tidak menentu setelah 2 jam yang lalu. Rex di liputi gelisah. Tapi berusaha untuk tenang. Dan semuanya akan baik-baik saja.
Lift sudah berhasil membawanya menuju lantai tempat yang ia tuju. Dengan gontai Rex melangkahkan kakinya dan terkejut sekektika melihat Aifa terduduk sambil melipat kedua lututnya. Wanita itu menelungkupkan wajahnya sambil menunduk dan memeluk erat kedua lututnya sendiri.
Menyadari seseorang datang, Aifa mendongakkan wajahnya. Aifa menatap Rex dengan sendu. Berusaha untuk kuat Aifa berdiri. Rex masih diam ditempat setelah beberapa detik yang lalu melihat Aifa.
"A-asalamualaikum Rex."
"Wa'alaikumussalam."
Aifa memaksakan senyumnya. Senyum guratan penuh "kesedihan. Pedih. Terluka. Dengan gemetar kecil Aifa menyodorkan goddybag yang berisi wadah makanan. Sekotak wadah yang berisi puding coklat tadi siang. Puding coklat yang Aifa buat di pagi hari dengan rasa cinta didalamnya.
Rex tetap diam. Tanpa ekspresi. Tidak berminat mengulurkan tangannya balik untuk menerima goddybag itu. Rex bisa melihat kondisi Aifa sedang tidak baik-baik saja. Rex juga tidak menyangka bahwa Aifa datang kemari setelah wanita itu kehilangan jejaknya dijalanan.
"Maaf. Maafin Aifa." Aifa menundukkan wajahnya. "Maafin Aifa mengantarkan makanan ini terlambat."
"Seharusnya tadi siang Aifa mengantarkan makanan ini tepat waktu. Tadi siang pasti Rex lapar."
"Wadah makanan ini isinya puding coklat kesukaan Rex."
Aifa membalikan badannya karena merasa Rex tidak menerima pemberiannya. Aifa pun menuju depan pintu apartment dan menggantungkan goddybagnya pada pegangan kenop pintu. Dengan lesu Aifa kembali berjalan menuju Rex dan berdiri di hadapannya.
"Rex harus makan ya. Puding tadi enak kok. Kalau Rex sudah kenyang, Rex bisa menyimpannya kedalam kulkas."
Rex bisa melihat. Aifa terlihat tidak bersemangat seperti sebelumnya. Aifa terlihat rapuh. Aifa terlihat hancur. Bajunya terlihat kusut meskipun tetap menutupi semua aset tubuhnya.
"Aifa pergi. Aifa pulang dulu. Rex harus istrirahat. Masih ada 5 hari Aifa nepatin janji Aifa sama Rex buat makanan."
Aifa pun mulai berjalan meninggalkan Rex. Rex pun menoleh menatap kepergian Aifa dan Rex bisa melihat langkah kaki Aifa seperti tertatih.
"Hentikan saja semua ini. Aku tidak pernah menyuruhmu membuatkan makanan." ucap Rex pada akhirnya setelah bermenit-menit ia terdiam.
Aifa mengentikan langkahnya. Lalu menoleh kearah Rex. Rex bisa melihat kedua mata Aifa yang sembab.
"Maaf tidak bisa." Aifa memaksakan senyumnya. "Ini janji Aifa sendiri kok. Janji itu hutang. Harus di tepati. Ini juga pelajaran buat Aifa untuk bisa memasak."
Diam sesaat. Saling menatap dalam diam. Sampai akhirnya situasi semakin lama semakin terasa campur aduk antara kesedihan dan bingung harus berbicara apalagi.
"Aifa pergi. Asalamualaikum."
Dan Rex hanya mampu terdiam. Perasaanya juga tidak menentu. Antara merasa bersalah dan berusaha bersikap tenang. Semuanya menjadi satu. Lalu malam ini. Pertama kalinya ia melihat Aifa kacau.
🦋🦋🦋🦋
Franklin berjalan mondar-mandir dengan perasaan gelisah. Ia menggenggam erat ponselnya. Sudah puluhan kali tak terhitung Franklin menghubungi Aifa dengan nomor ponsel yang baru. Ketakutan membuatnya tidak berani menerima panggilan ponsel yang berbeda dan berada di atas meja kerjanya karena Fandi menghubunginya terus.
Waktu sudah berganti dini hari dan sudah ratusan kali dalam sehari Fandi menghubunginya. Pekerjaan Franklin yang lembur terabaikan. Sejak tadi ia bertanya-tanya dimana Aifa.
Apa yang di lakukan Aifa?
Kenapa Aifa tidak bisa di hubungi?
Franklin semakin kalut. Ia pun menyambar kunci mobil berisiniatif mencari kakaknya itu. Namun, sebelum ia benar-benar keluar dari ruangannya. Aifa sudah berdiri didepan pintu. Franklin menatap kakaknya seperti ada yang tidak beres.
"Kak?"
Buliran air mata Aifa akhirnya jatuh di pipinya. Menyadari hal itu Franklin tak kuasa untuk segera memeluk Aifa.
Aifa berusaha untuk tidak menangis. Aifa berusaha untuk tetap kuat. Aifa berusaha untuk berpikir bahwa ia akan baik-baik saja.
"Kak. Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa seharian ini kakak susah di hubungi?"
Aifa hanya diam. Ia berusaha mengumpulkan tenaga hanya untuk berbicara beberapa kata. Aifa bersandar di dada bidang Franklin sementara punggungku di usap dengan lembut.
"Kak?"
"Katakan padaku. Apa yang terjadi. Kakak benar-benar membuatku cemas."
Franklin terus memeluk. Berusaha membuat kakaknya itu berbicara.
"Kak?"
"Aifa menyerah."
Dan Franklin terdiam. Ia bingung. Ini tidak seperti kakaknya yang biasa dikenal ceria meskipun ada badai masalah tentang Rex yang membuatnya patah hati.
"Aifa menyerah. Mulai hari ini. Aifa tidak akan mengejar
cinta Rex lagi."
"Kak." Franklin melepaskan pelukannya. Ia menangkup kedua pipi Aifa."Kak, Katakan padaku, Kakak kenap-"
Dan Franklin tertegun melihat sudut bibir Aifa yang sedikit terluka. ia membulatkan kedua matanya terkejut. Perasaanya hancur dan Aifa memejamkan kedua matanya secara perlahan.
Pingsan.
🦋🦋🦋🦋
Maafin author :(
Semoga kalian tetap kuat ikutin alur ini seperti karya-karya sebelumnya.
With Love 💋
LiaRezaVahlefi
lia_rezaa_vahlefii