Chereads / KIARA's / Chapter 7 - 006

Chapter 7 - 006

006

Kiara menatap Papanya yang duduk di sofa dengan tangan berlipat. Sementara Vio dan Dean duduk dempetan di sofa satu lagi, dan Kiara di sofa yang bisa di isi 2 orang. 

Hari ini Kiara tidak pergi ke kampus atas suruhan Dion, dan Kiara mengangguk saja sebagai jawaban. Dan siang ini, Kiara dipanggil untuk membahas kejadian pemerkosaan yang terjadi kemarin malam itu. 

"Papa sudah menemukan alamatnya atas bantuan Dean. Jadi kita akan menemuinya sekarang juga." 

Kiara mengangguk pelan. Berusaha bergerak sedikit saja agar Dean tidak mencemooh dirinya lagi. 

"Hm. Kita buktiin. Kalo kamu yang salah, siap-siap badanmu." tukas Dean membuat Kiara mendongak menatap manik mata sang Abang. 

"Aku nggak salah." sahut Kiara lirih, bahkan hanya terdengar berbisik. 

"Nggak peduli." ketus Dean. 

Dion merapikan jasnya dan beranjak dari sofa. Pria tua itu meraih ponselnya yang berada diatas meja. 

"Ayo." 

Kiara segera beranjak dan mengikuti langkah sang Papa. Sementara Dean dan Vio tampak santai berjalan dibelakang dirinya. 

"Aku nggak salah ..."

****

Kiara menautkan kedua tangannya dengan kepala menunduk. Saat ini dirinya tengah dihadapkan dengan pria yang kemarin malam bersamanya di kamar club' itu. Beberapa menit yang lalu, mereka tiba di alamat yang di maksud Dean hingga mengantar mereka ke rumah mewah ini. 

Bukan, bukan takut dengan pria itu. Tapi yang Kiara takutkan sekarang adalah ancaman Dean sebab pria itu mengaku bahwa Kiara lah yang menggodanya terlebih dahulu, dan mengatakan bahwa dirinya mengira Kiara jalang sebab menggoda dirinya di toilet cowok. 

"Saya tidak salah. Salahkan putri anda. Dan lagi, saya sudah menyuruhnya menyebutkan nomor rekening."

Dion kini terdiam dengan tatapan datar. Tidak ada ekspresi diwajahnya membuat Kiara semakin ketar-ketir. Sungguh, dirinya lupa dengan kejadian itu karena sedang mabuk parah. 

"Benar kan Pa? Putri Papa yang cantik ini yang menggoda lebih dulu. Sebagai pria normal, aku nggak bisa menyalahkan Algian." 

Dion mengusap wajahnya dengan gusar. Meresa kesal dengan tuduhan Kiara dan berakhir memalukan seperti ini. 

"Papa, aku nggak bohong. Aku nggak ingat sama sekali, dia yang--"

"Diam!" ketus Vio yang sedari tadi hanya menonton saja. Matanya fokus ke arah Pria itu, kemudian ke arah Kiara lagi. 

"Algi Damian Anggara kan? Kamu bukan Algian kan?" tanya Vio dengan nada yang terdengar senang. 

Pria bernama Algian itu menatap Vio dengan datar. 

"Urus masalah anda sendiri. Saya tidak mengenal anda."

Vio menggeleng. Kemudian menunjukkan satu foto yang tersimpan di galerynya yang di kirim Alfi saat makan malam kedua waktu itu, waktu dimana Kiara mengadakan Party dan berakhir menggenaskan. 

"Ini kamu kan? Alfi yang kirim ke aku. Adik kamu." tukas Vio dengan senang.  

Kiara menatap mereka bergantian. Kemudian menatap Vio yang tampak sangat senang. 

"Maksudnya apa Vio?" tanya Dion belum paham maksud dari kata-kata Viona. 

Vio berdehem singkat, lalu menghela nafas ringan. "Dia Algi Pa. Anak om rival yang mau di jodohin ke vio." 

Mata Dion melotot, terkejut mendengar jawaban Vio. "KIARA!" 

Kiara menunduk, saat ini posisinya benar-benar tersudutkan. "Maaf Papa ... Aku nggak sadar waktu itu .."

Sementara pria bernama Algi itu juga terlihat kaget. Tidak menyangka akan menjadi serumit ini. Dimana dirinya yang menghindar dari perjodohan itu namun dipertemukan secara live sekarang. 

Dean berdiri, menatap Kiara dengan tajam.  Tangan kirinya sudah mengepal membuat Kiara takut. 

"Menghancurkan masa depan Vio? Begitu?" 

Kiara menggeleng. Bukan, dirinya juga tidak ingin hal ini terjadi. 

"Bu--"

PLAAK!

Sebuah tamparan dari Dean mendarat dengan sempurna di pipi kiri Kiara. Algi selaku tuan rumah yang melihat itu berdiri. 

"Silahkan keluar dari rumah saya." Usirnya membuat Dean semakin marah dan melampiaskannya kepada Kiara. Tangan besarnya Menarik rambut panjang Kiara dan menyeretnya keluar rumah megah milik Algi. Tidak ada yang mengikuti mereka seolah membiarkan Dean menghajar adiknya itu. 

"Pembawa sial!"

*****

Kiara menangis pelan di sudut kamarnya. Hari sudah sore, senja sudah menunjukkan wujudnya. Bila senja kemarin Kiara merasa senang, namun senja kali ini berbeda. Kiara merasa senja kali ini seolah ikut merasakan kesakitan yang di alaminya, ditambah suasana kamar yang gelap tanpa penerangan membuat Kiara semakin merasa rapuh. 

Siang tadi saat Dean menyeretnya keluar rumah Algi, Papanya membiarkan itu terjadi. Tidak mengejar Dean. Dan berakhirlah tubuhnya terasa remuk akibat tamparan serta tinjuan pria berstatus abangnya itu. 

Pipinya memerah, bekas tamparan Dean, hidung mengeluarkan darah dan jangan lupakan banyak luka dibeberapa bagian tubuhnya. Rasa sakit itu tidak sebanding dengan rasa sakit hatinya Kiara. Dunia seolah ikut merasakan kesedihannya, rintik-rintik gerimis mulai membasahi bumi. 

"Mama ..."

*****

Selesai mandi, Kiara berniat akan makan malam, dan setelah itu meminta maaf kepada Papanya atas kejadian itu. 

Tapi saat tiba dimeja makan, Sang Papa berdiri dan meninggalkan meja makan itu, seolah kedatang Kiara sangat menganggu dan membuat selera makannya hilang. Sementara Dean melempar gelas tepat disebelah kaki Kiara membuat gadis itu berjengit. 

"Mual liat muka murahan. Gih jauh-jauh." 

Kiara akhirnya memutuskan untuk tidak makan malam saja. Gadis itu melangkah menuju kamar kembali dan melanjutkan kesedihannya, daripada harus disana terus merasakan tekanan bathin.

"Yang kalian pikirin cuma sakit hati kalian, tanpa peduli ada objek yang jauh lebih sakit." 

*****

Siapa yang tidak menginginkan sukses dan menikah secepatnya? Tentu saja itu impian semua orang. Tak terkecuali Kiara. Wanita itu juga ingin sukses dan menikah di umur yang cukup. 

Tapi takdir seolah mempermainkannya dengan merenggut mahkotanya lewat pria asing yang berstatus calon suami Vio. Hal itu tentu saja menjadi Boomerang untuk Kiara sendiri. 

Papanya merasa malu dengan orang tua Algi yang terlihat sangat berharap bahwa Vio lah calon menantu mereka, Bukan Kiara. 

Tapi asal mereka tau, Kiara juga tidak ingin seperti ini. Wanita itu juga ingin bahagia, jangan seperti sekarang yang terus disalahkan dan dipojokkan seolah dirinya sampah dan najis.

Dimana titik terendahnya, semua orang ikut membenci dirinya. Rasanya takdir sangat tidak adil baginya. 

Seperti saat ini, Kiara berhadapan langsung dengan orang tua Algi. Tepat selesai makan malam yang rusak tadi, kedua orang tua Algi datang untuk mengetahui kejadian sebenernya dan membahas bagaiman kedepannya.

Kiara hanya seperti manusia tanpa hati yang tetap diam saat Mama Algi terus menatapnya dengan nyalang, yang Kiara jabarkan sebagai tatapan tidak suka.

"Dari awal saya memang sudah menilai etikamu! Dimana kamu yang tidak memiliki sopan santun! Lihat! Kamu menghancurkan segala mimpi saya dan anak saya!" Ketus wanita itu dengan mata melotot tajam. 

Rival menenangkan istrinya agar tidak membuat keributan. Jangan tanya bagaimana Dion, pria itu hanya diam saja seolah pasrah apa yang akan terjadi selanjutnya. 

"Maafin anak saya Rival." 

Hanya kalimat itu yang keluar dari mulut Dion tanpa embel-embel lain. 

"Jujur saja. Saya kecewa. Menantu yang saya harapin itu Vio. Bukan putri anda." cetus Rival. 

Dion semakin merasa malu. Tidak tau dimana meletakkan wajahnya lagi dengan perilaku putrinya. 

"Jadi bagaimana jalan keluarnya Tante?" Tanya Vio yang sedari tadi menonton disebelah Dean yang juga hanya menjadi tim pendengar. Untungnya Alfi, adik dari Algi tidak ikut.

"Yang jelas saya tidak setuju bila putra saya menikahi putri anda." tukas Mamanya Algi. 

Kiara menunduk. Mempasrahkan diri dengan apa keputusan mereka.

"Tapi Tante. Kiara udah nggak sempurna lagi. Dia pasti butuh suami bila terjadi sesuatu dengannya nanti." Jelas Vio yang masih ambigu maksudnya. 

Mamanya Algi menedecih. "Saya tidak peduli."

"Nikahkan saja Tante. Vio nggak masalah. Vio nggak mau saudara Vio terjadi sesuatu. Misalnya hamil."

"lihat Kiara! Betapa pedulinya Vio sama kamu! Tapi kamu malah nggak suka sama dia!" ketus Dion menyudutkan Kiara. 

"Baik, mereka saya nikahkan. Besok lusa mereka menikah, hanya akad sana karena saya tidak ingin aib ini tersebar. Tidak ada resepsi."

*****