Kiara menatap map yang baru saja suaminya itu sodorkan. Posisinya saat ini berada di ruang tamu dengan Kiara yang berdiri dan Algi duduk disofa. Sementara Map itu berada di atas meja.
"Itu apa?"
Algi menatap Kiara dengan datar. Terlihat dari sorot matanya sangat tidak menyukai wanita yang berstatus istrinya itu.
"Baca."
Kiara mengulurkan tangannya meraih map itu. Lalu membukanya dengan perlahan. Matanya menatap kertas yang didalam map itu.
Disana tertera berbagai aturan yang harus Kiara patuhi. Kiara membacanya satu persatu.
1. Tidak mencampuri urusan masing-masing.
2. Status saja yang suami-istri, tapi keduanya bebas menjalin hubungan dengan siapa saja.
3. Tidak menyentuh barang-barang masing-masing.
4. Tidak satu kamar.
5. Tidak menganggu gugat hubungan masing-masing.
Dan masih banyak lagi aturannya. Kiara menggeleng. Rumah tangga macam apa ini?! Pernikahan mereka bukan main-main, walaupun awal mulanya karena kecelakaan.
"Ha? Maksudnya status kita doang yang suami istri, tapi kayak nggak saling kenal gitu?" Protes Kiara tidak habis fikir dengan aturan gila itu.
"Emang anda siapa? Berharap lebih?"
Kiara menatap Algi dengan tatapan tidak percayanya. "Kita suami-istri Algi! Kita nggak butuh aturan gila kayak gitu!"
"Hey! Jaga bicaramu! Karena anda, hubungan saya jadi berantakan!"
Kiara terkekeh mendengarnya. Jadi Algi menganggap dirinya penghancur hubungan mereka? Dengan Vio?!
"Heh! Saya juga nggak mau menikah dengan anda! Saya terpaksa menikah karena anda memperkosa saya!" ucap Kiara dengan tajam.
"Anda yang memberikan tubuh anda kepada saya."
Kiara terdiam. Ingin menyangkal tapi dirinya tidak ingat sama sekali apa yang terjadi malam itu.
"Saya punya kekasih. Saya akan menikahinya sebentara lagi sebelum kejadian itu terjadi. Tapi anda datang dan mengacaukan semuanya. Maka, jangan salahkan saya bila saya main tangan, karena istri impian saya bukan seperti anda."
Kiara diam dengan mulut terkatup. Memang tidak ada cinta untuk Algi, tapi saat pria itu mengucapkan kalimat itu tanpa beban, Kiara merasa tersinggung.
"Anda hanya pemuas nafsu dan babu saya kedepannya."
*****
"Kamu mau kemana?" tanya Kiara saat melihat Algi bersiap-siap untuk keluar rumah. Bukan, bukan karena dirinya tidak ingin ditinggalkan, tapi karena dirinya ingin keluar untuk menarik uang. Pasalnya uang pecahannya hanya tersisa sedikit lagi. Kiara jelas harus menarik uangnya.
"Jangan campuri urusan saya."
Kiara menggeleng. "Aku mau ikut keluar. Buat narik uang."
Algi diam saja dan melanjutkan jalannya. Andai saja ini bukan malam, Kiara pasti sudah keluar pake taxi. Tapi ini sudah malam hari.
"Algi .."
"Dan jangan sebut nama saya!"
Usai mengatakan itu, Algi segera masuk ke mobilnya. Kiara hanya diam saja menatap mobil itu yang perlahan menjauh. Tidak, Kiara tidak marah akan hal itu. Tapi Kiara kesal melihatnya.
Mungkin Algi menemui Vio, kekasihnya. Ya, itu hanya persepsi Kiara sendiri yang menebak kekasihnya itu adalah Vio terbukti dari kata-katanya tadi.
Wanita itu segera masuk rumah kembali dan menutup pintu rumah itu.
Kakinya melangkah menuju dapur, dimana sang pembantu rumah tangga mereka sedang membersihkan dapur bekas makan malam Algi.
Entahlah, semua terlihat seperti kelabu. Kiara tidak tau harus bagaimana kedepannya. Kiara takut di ceraikan oleh Algi karena menganggap dirinya perusak hubungan mereka. Kiara tidak ingin jadi janda. Itu saja.
"Malam mbak." Sapa Kiara dengan ramah.
Mbak Lilis mengangguk sopan menjawabnya. Kiara berjalan menuju kulkas dan mengambil sebuah apel. Begitu mencucinya, barulah Kiara memakannya dengan duduk di meja makan.
"Mbak, umurnya Algi berapa sih? Bingung gitu harus manggil apa." keluh Kiara pasalnya kadang dirinya tidak tau harus memanggil Algi dengan sebutan apa.
"Kalau nggak salah teh, umurnya bapak 28 tahun neng."
Kiara terdiam sejenak. Umurnya dan Algi terpaut cukup jauh. 8 tahun. Apa itu masih wajar?
"Eneng masak nggak tau umur bapak teh. Kan udah nikah. Udah saling kenal begitu."
Kiara mengangguk kecil. "Iya mbak."
"Tapi teh, saya juga heran. Pacarnya bapak kan neng Catrin. Yang datang neng Kiara. Tapi sama-sama cakep atuh. Jodoh memang nggak ada yang tau."
Kiara menatap Mbak Lilis sejenak.
Pacar?
Catrin?
Jadi Algi sudah punya pacar namanya Catrin? Bukan dengan Vio?
"Bentar-bentar mbak. Bukannya pacarnya Algi itu Viona ya?"
Mbak Lilis berbalik menatap Kiara heran. "Eneng salah ih. Namanya Catrin. Sering juga atuh dibawa ke rumah. Masak bareng bibi. Tapi eneng nggak kalah cantik loh. Tapi mungkin udah putus teh sama neng catrin."
Kiara hanya diam tidak mendengarkan celotehan Mbak Lilis. Kepalanya memikirkan beberapa fakta yang terkumpul dibenaknya.
Jadi maksudnya Kiara penghancur hubungannya dengan kekasih pria itu adalah Catrin? Mereka akan menikah dalam waktu dekat ini, jadi Vio gimana?
"Tapi mbak, bukannya Algi itu dijodohin ya?"
"Saya denger-denger dari nyonya juga gitu neng. Tapi bapak berantem sama nyonya karena nggak mau dijodohin. Bapak teh punya pacar."
Kiara mengangguk singkat. Berarti Algi berniat kabur dari perjodohan itu dengan menikah secepatnya dengan Catrin. Dan Kiara datang gitu aja menghancurkan segala mimpi dan rencana kedua manusia itu.
"Mbak, berarti Algi sekarang sama Catrin ya?"
*****
Entah apa yang terjadi pada Kiara, wanita itu hanya diam baringan di tempat tidur tanpa bisa memejamkan mata sedikitpun. Pikirannya sangat penuh memikirkan Algi. Bagaiman tidak?
Kiara tau bagaimana perasaan pacarnya Algi itu, mungkin kalau itu Kiara maka dirinya akan mencakar siapa wanita yang dinikahi pacarnya itu.
Lalu bagaimana dengan Gavin? Vio merebut pria itu darinya. Tidak-tidak, Gavin sama sekali tidak merespon gadis itu, tapi Vio selalu mencari perhatian pria itu. Dan itu juga jadi kejutan untuk k Kiara, Karena ternyata Vio menyukai Gavin.
Sudahlah, Kiara tidak perlu memikirkan itu. Kiara harus fokus ke Algi sekarang. Tidak perlu memikirkan masa lalu yang sudah berlalu.
Tapi Kiara tidak sesungguhnya sebaik dan sesabar itu. Kiara tidak akan sabar saat Algi membawa pacarnya itu kerumah. Walaupun tidak ada cinta untuk pria itu, tapi setidaknya dirinya tidak akan rela bila suaminya dibagi didepan mata.
Kiara berniat minum saja, siapa tau setelah minum matanya mengantuk. Wanita itu berjalan dengan pelan menuju dapur. Beberapa kali Kiara menggatal rambutnya yang sedikit kusut.
Letak kamarnya tepat di samping tangga. Yang luasnya hanya 4x4 meter. Sedangkan kamar Algi di lantai atas yang Belum Kiara ketahui bentuk dan warnanya.
Ah, biarlah. Begitu mendapatkan air dingin kemauannya, Kiara segera menenggaknya. Begitu selesai, dirinya berjalan lagi menuju kamar. Saat di dekat tangga, rasa penasaran Kiara datang begitu saja saat matanya tidak sengaja melihat pintu kamar Algi.
Kakinya berjalan menapaki tangga satu per satu. Algi belum pulang, mungkin dengan begitu Kiara bisa melihat apa saja isi kamarnya. Memang itu melanggar aturan yang Algi buat, tapi untuk melihat dan menatap saja, tidak mungkin termasuk pelanggaran bukan?
Begitu tiba didepan pintu kamar Algi, tiba-tiba jantungnya berdetak keras. Entah apa itu artinya. Tapi rasa penasarannya sangat jauh lebih tinggi dibanding rasa takutnya.
Begitu tangannya meraih handle pintu, ternyata dikunci. Kiara mendengus. Ternyata usahanya sia-sia.
Sialan.
Kiara berjalan turun ke lantai bawah dan segera masuk ke kamarnya. Rasa kesalnya ingin dilampiaskan ke sesuatu. Mungkin dengan menggigit bantal rasa kesalnya sedikit berkurang.
******