Bagaimana kelanjutan kisah hidupnya pun Kiara tidak tau. Rasanya semua sangat menyakitkan. Dimana Algi yang mengancam dan melukai fisik dan batinnya sangat membuat wanita itu tertekan. Belum lagi Papanya yang sangat tidak peduli dengan dirinya.
Andai mereka mau mengulurkan tangannya pada Kiara dan mengatakan bahwa semua baik-baik saja. Pasti wanita itu akan merasa terlindungi dengan kalimat penenang itu saja.
Siang ini Kiara kedatangan tamu. Kekasih Algi. Catrin tengah datang dengan membawa banyak sayuran membuatnya bingung kenapa wanita itu datang sendirian tanpa Algi. Namun tetap membukakan pintu untuk wanita yang dicintai suaminya itu.
"Hai Kiara. Kita ketemu lagi." Sapa wanita itu.
Kiara hanya diam menatapnya datar. Sedetik kemudian, wanita itu meninggalkan pintu utama dan masuk ke dalam rumah. Tangannya kembali meraih kain pel dan kembali membersihkan lantai rumah Algi.
"Ah ya Kiara. Hari ini aku yang masak buat Algi. Kamu tiduran dikamar aja ya."
Suara Catrin kembalu menurut Indra pendengaran Kiara. Tidak ada jawaban selain anggukan dari Kiara.
"Bisa bantu aku bawa ini kedapur? Sangat berat." Keluh Catrin membuat Kiara meletakkan kembali kain pel nya.
Tangannya meraih plastik logo Alfamart ditangan kanan Catrin. Kemduian membawanya ke dapur langsung. Sementara Catrin mengikut dibelakangnya. Kiara hanya diam saja sambil meletakkan barang belanjaan wanita itu.
"Ah terimakasih."
Kiara mengangguk singkat dan segera pergi ke ruang tamu untuk membersihkan lantai rumah. Pekerjaannya masih banyak. Dari mencuci hingga membereskan halaman belakang.
Mungkin ini akan jadi kegiatan sehari-hari Kiara sekarang. Toh tidak ada gunanya mengeluh. Lebih baik menikmati hidup daripada kebanyakan mengeluh.
*****
Rasa lelah menghantam tubuh Kiara. Rasanya tubuhnya akan remuk. Seharian dirinya membersihkan rumah serta isinya. Bayangkan, Kiara melakukannya sendirian tanpa adanya bantuan.
Setelah selesai dengan pekerjaan rumah, waktu sudah menunjukkan pukul 5 sore. Seharian penuh Kiara menjadi babu dirumah suaminya. Mungkin itu karena masih pertama-tama sehingga Kiara mudah lelah.
Dan kini wanita itu sudah selesai mandi. Tangannya meraih celana pendek dan kaos oblong. Mungkin dengan pakaian begitu, rasa nyaman akan menerpa tubuhnya dan mengurangi rasa lelahnya.
Belum lagi rasa lapar yang terus terasa diperutnya. Usai berpakaian, Kiara segera keluar menuju dapur. Belum sampai di dapur, telinganya sudah mendengar tawa bahagia dari arah ruang makan. Niat ingin makan terkubur begitu saja. Namun perutnya juga tidak bisa diajak kompromi.
Kakinya terus berjalan menuju dapur yang melewati ruang makan. Matanya menangkap Algi tengah mengelus puncak kepala Catrin dengan penuh kelembutan. Sangat berbeda saat bersama Kiara.
Namun tidak ingin lama-lama melihat itu, kakinya kembali beranjak menuju dapur. Namun begitu tiba di dapur, matanya sudah di suguhi dengan piring yang bertumpuk beserta kawan-kawannya. Kiara menghela nafas. Bagaimana mungkin bisa sebanyak itu sementara tadi dirinya sudah mencuci segala keperluan dapur?!
Apa ulah Catrin?
Sial. Kiara sudah mandi.
"Kiara. Maaf aku tidak sempat untuk mencucinya karena Algi keburu datang. Kamu bisa mencucinya kan? Aku dan Algi akan segera keluar untuk menikmati malam kami."
Kiara menatap Catrin datar. "Kamu yang buat kamu yang bersihin. Aku bukan babu kamu."
Catrin tersenyum. "Maafkan aku Kiara. Kamu cucilah, sebagai gantinya nanti aku akan membawakanmu makanan yang ku titipkan kepada algi."
Kiara mendecih. Tidakkah wanita ini tau Kiara sedang lelah?
"Kamu punya tangankan? Itu gunanya tangan."
"Kiara. Aku minta maaf hei. Aku tau kamu lelah. Tapi--"
"Cuci sendiri." potong Kiara.
Catrin tersenyum miring. Lalu berjalan mendekati wastafel. Tangannya dengan sengaja menjatuhkan piring dan terdengar suara pecahan yang keras.
Kiara melotot. Tubuh kecilnya tiba-tiba menegang saat teringat Algi.
"Mari kita tonton." Kekeh Catrin sambil jongkok dan memunguti beling.
Baru beberao detik Catrin jongkok, suara derap langkah kaki seseorang yang berlari mengalihkan perhatian Kiara. Disana, Algi berdiri dengan tatapan tajamnya.
"Ada apa Catrin?"
Pria itu menghampiri Catrin dan menarik bahunya untuk berdiri.
"Ah, aku tidak sengaja menjatuhkan piringnya. Aku mau cuci piring." ungkap Catrin dengan senyum merekah.
Kiara merasa posisinya saat ini tidak aman. Diantara mereka bertiga, tubuhnya yang paling kecil. Sangat jauh berbeda dengan Catrin yang tingginya seperti model.
"Anda lupa tugas anda?!" Ketus Algi sambil menatap Kiara dengan tajam.
Kiara menunduk. "Aku lelah Tuan."
"Saya tidak peduli!"
Kiara mengangguk. "Maaf Tuan. Aku tidak akan mengulanginya lagi."
"Sudahlah Al. Biarlah. Tak apa aku mencuci piring." relai Catrin.
Namun bukannya makin reda, usai mendengar itu emosi Algi tidak terkontrol. Kakinya mendekati Kiara yang menunduk tidak berani ditatap oleh Algi.
Tangan besarnya menjambak rambut indah Kiara hingga menbuat Kepala wanita itu mendongak.
"Nggak tau diri!"
Kiara hanya diam saja menikmati jambakan Algi yang semakin mengerat di rambutnya.
"Algi. Udah. Aku gapapa kok."
Catrin datang dan menarik tangan Algi. Usai itu dirinya memeluk pria itu dengan mengelus punggungnya. Semua itu tida lepas dari pandangan Kiara.
"Kiara. Maafkan Algi." Ujar Catrin dengan lembut masih memeluk Algi.
Kiara hanya mengangguk Kaku dan berjalan menuju wastafel. Tangannya meraih spons dan mulai mencuci piring. Biarlah dirinya menderita disini, setidaknya Keluarganya tidak disentuh oleh Algi.
*****
Sial. Kiara tidak bisa tidur. Karena lelahnya tubuhnya, matanya bahkan tidak bisa terpejam barang sebentar saja.
Kiara beranjak dari tempat tidurnya. Niatny ingin ke dapur untuk minum air putih. Mungkin dengan begitu matanya bisa terpejam. Dirinya harus istirahat malam ini karena besok banyak pekerjaan rumah yang menantinya.
Lampu seluruh rumah sudah mati. Ah, kerennya lampu rumah Algi otomatis. Bila ada orang lampunya akan menyala sendiri dan bila ruangan itu kosong lampunya akan mati dengan sendirinya.
Dan kini Kiara heran, lampu kamar Algi masih menyala. Apakah pria itu belum tidur?
Atau Algi sama-sama insomnia seperti dirinya?
Kiara menggeleng. Kakinya melangkah menuju kamar Algi dan melupakan niat pertamanya keluar kamar.
Begitu tiba di depan kamar pria itu, pintunya terbuka sedikit membuat Kiara mengintip. Namun bukannya seperti yang Kiara pikirkan, justru pria itu tengah menikmati malamnya bersama Catrin.
Menyesal Kiara melihat kesana. Harusnya dirinya tidak mengikuti rasa penasaran hatinya yang membuat mata Kiara kotor menyaksikan Algi dan Catrin yang sama-sama tidak berpakaian.
Jantungnya mencelos begitu saja. Apakah Algi tidak pernah menghargainya barang sebentar saja?
Kiara segera melangkah meninggalkan kamar itu. Mereka tidak mungkin mendengar derap langkah Kiara yang jelas-jelas mereka sedang sama-sama menikmati. Dan boleh kah Kiara mengeluh bahwa dirinya juga merasa kalau memang pernikahan mereka ini tidak bisa dipertahankan, lebih baik mereka bercerai bukan?
Toh hidup Kiara udah hancur. Kuliahnya sudah putus, bahkan cintanya juga sudah hilang.
Tidak dinggap ada dikelurga. Lantas apa lagi yang mau Algi hancurkan?
Mimpi?
Bahkan mimpi Kiara hanya ingin bahagia. Mimpi yang sangat sederhana untuk kalangan anak muda.
*****