Hari ini, tepat seminggu Kiara menikah, yang berarti statusnya pun berubah. Selama seminggu penuh Algi tidak pulang sama sekali, membuat Kiara yakin bahwa ini hanya pernikahan main-main karena tidak ada keseriusan yang tercipta sama sekali didalamnya.
Kiara kembali seperti semula, kuliah dipagi hari, dan santai disore hari. Karena hingga detik ini dirinya masih merasa sendiri, toh, Algi saja jarang pulang. Lebih tepatnya tidak pernah.
Jam sudah menunjukkan pukul 8 malam. Wanita itu berniat untuk mengajak Mbak Lilis untuk makan malam bersama, karena kalau makan malam sendiri tentu sangat sepi dan tidak menyenangkan. Lagian, selama seminggu ini Mbak Lilis lah yang terus menemaninya.
"Mbak." Panggilnya dengan nada suara sedikit keras.
Wanita yang tengah istirahat di dalam kamar miliknya itu segera membuka pintu kamarnya. Kiara tersenyum begitu pintu itu terbuka menampilkan Mbak lilis yang tampak kelelahan karena seharian bebersih.
"Ayo makan sama aku mbak." ajaknya lagi, mambuat Mbak Lilis mengangguk tengkuknya yang tidak gatal.
"Anu, tapi --"
"Halah. Mbak santai aja. Anggap aku adik mbak sendiri. Kuy makan bareng."
Kiara menarik tangan Mbak Lilis menuju meja makan, membuat pembantu itu tidak bisa menolak lagi. Kiara segera duduk disusul dengan mbak lilis disebelahnya.
Acara makan mereka berjalan semestinya, diiringi dengan celotehan Kiara yang terus saja menceritakan kampusnya.
Hingga saat mereka berdua asik menggibah, suara Bell pintu terdengar membuat Kiara mengerutkan kening.
"Siapa Mbak tamu malam-malam begini?" gumam Kiara heran.
"Bentar atuh neng. Saya bukain dulu."
"Eh, nggak usah Mbak biar aku aja. Mbak lanjut aja makannya."
Kiara segera beranjak dan berjalan meninggalkan ruang makan. Kaki jenjangnya berlari kecil menuju pintu karena si tamu terus memencet Bell rumah membuat Kiara menggerutu sendiri.
"Sabar bentar Napa sih." gerutunya lagi, karena merasa kesal.
Bagitu pintu terbuka lebar, matanya melotot melihat siapa yang berdiri didepan pintu. Disana, Algi yang tampak menggendong seorang wanita yang terlelap dalam tidurnya, terlihat Algi sangat peduli dan menyayangi wanita itu.
"Al, ayo ma--"
"Panggil saya tuan."
Kiara menatap manik mata Algi yang hanya menatapnya dengan datar. Tuan? Maksudnya Kiara seperti pembantu?
"Loh, kamu kan suami aku, masa aku mang-"
"No protes."
Algi berjalan menerobos pintu membuat Kiara terpaksa menyingkir dan mematung sesaat. Bayangkan, siapa yang tidak kaget, datang-datang menyuruh memanggil Tuan dan membawa wanita. Apa itu Catrin?
Kiara menggeleng kecil dan segera masuk kembali kedalam rumah. Tangannya menutup pintu dan kembali ke meja makan. Disana mbak lilis terlihat sudah selesai makan.
"Udah selesai mbak?" tanya Kiara dengan nada bicara ceria, seolah bukan dirinya yang baru saja merasa sedikit tersentil dengan ucapan Algi.
"Ah, iya atuh Neng. Neng lanjut atuh makannya."
Kiara tersenyum singkat. Lalu kembali melanjutkan acara makannya. Mbak Lilis berdiri membuat Kiara menoleh.
"Kenapa mbak?"
"Neng teh nggak bilang kalau Tuan pulang sama neng Catrin. Saya mau siapin keperluan neng Catrin dulu ya neng. Neng banyak sabar,"
Kiara tersenyum singkat membalasnya. Karena sejujurnya, dirinya tidak tau harus merespon seperti apa. Nyatanya, hatinya sedikit bergetar saat melihat itu.
"Iya mbak."
*****
Kiara menyemprotkan parfum ke leher dan beberapa bagian bajunya, kemudian meraih ransel hitam miliknya dan segera turun. Untuk sekarang, uang pemberian Papanya yang kemarin masih ada, setidaknya buat ongkos ke kampus masih bisa beberapa hari ini. Tapi Kiara tau,namanya uang pasti habis. Membuatnya berfikir untuk memintai Algi saja, toh mereka sudah menikah. Mau pria itu punya kekasih Kiara pikirkan lain kali saja.
Begitu kakinya menginjak ruang makan, disana telah duduk Algi dengan senyum cerahnya. Dan disebelahnya berdiri wanita semalam yang berada di gendongan pria itu, mereka terlihat bahagia dan damai. Tanpa sadar ada pihak ketiga yang merasa dirugikan.
Kiara baru kali ini melihat senyum lebar Algi, apa setiap saat bersama wanita itu Algi akan tersenyum? Lalu mengapa jika bersama dengannya Algi selalu dingin dan datar?
Kiara akhirnya melangkahkan kaki menuju meja makan membuat dua sejoli itu berdehem.
"O, hai." sapaan halus itu berasal dari Catrin yang tersenyum ramah padanya. Kiara mengerutkan keningnya pertanda bingung.
"Hai?" beonya merasa aneh dengan sapaan itu.
Catrin mengangguk. Lalu tangannya menyendok kan nasi goreng ke piring Algi.
"Coba deh. Pasti enak kayak biasanya."
Algi tertawa kecil menanggapi itu, kemudian mengelus pundak Catrin membuat Kiara mengalihkan pandangannya. Walaupun tidak ada cinta untuk pria itu, tapi status mereka sudah menikah. Wajar Kiara merasakan sedikit cemburu.
"kamu juga duduk. Sarapan." Titah Algi pada Catrin yang diangguki wanita itu. Lihatlah, Catrin sangat sempurna. Wajah yang cantik, body yang indah, dan jangan lupakan bisa memasak.
"Jadi kalian sudah menikah seminggu?"
Kiara menatap Catrin yang bertanya entah pada siapa. Namun tetap mengangguk.
"Hm. Maaf ya. Algi aku tahan sama aku seminggu ini."
Kiara menatap Algi tidak percaya. Bagaimana mungkin?! Sepasang kekasih yang belum muhrim satu tempat tinggal?
"Hm. Memang, kesadaran diri itu diperlukan." ujar Kiara santai dan memakan sarapan miliknya. Tampak santai dan tenang, tidak ada emosi dalam kalimatnya.
"Kesadaran? Maksudnya aku nggak punya kesadaran gitu?" Catrin terpancing dengan kalimat Kiara. Bukannya menjawab wanita itu justru terkekeh kecil.
"Bukan aku yang bilang loh, tapi kamu sendiri."
Catrin menghentakkan sendoknya. Kemudian menatap Algi yang menatap Kiara dengan tajam.
"Aku mau pulang." ujarnya membuat tatapan Algi teralih padanya.
"Hey sayang. Nggak usah dengerin jalang kecil ini. Dia cuma mau buat kamu marah." cegah Algi.
Kiara tersenyum tipis mendengar kalimat Algi barusan. Jalang kecil?
"Aku mau pulang!" ketus Catrin dan segera keluar dari ruang makan itu.
"Hm. Childish!" cibir Kiara dengan nada pelan. Algi menatap Kiara tajam sebentar, lalu pergi mengejar Catrin yang ingin pulang.
Kiara melanjutkan acara sarapannya. Tidak usah takut, toh Kiara istri sah. Buat apa takut, istilahnya Catrin disini yang jadi simpanan. Bukan Kiara.
Berselang beberapa menit, Algi datang dengan wajah memerah. Kiara hanya diam saja saat pria itu melemparkan gelas ke sudut ruangan.
"Keluar! Anda cuma benalu yang harus saya singkirkan! Tidak tau diri saya sudah mau memberikan tumpangan kepada Anda!" ujar Algi dengan nada tegas.
Kiara menatap wajah Algi yang sudah terlihat marah. Tiba-tiba rasa ketakutan terbit di hatinya.
"Anda harus dikasih pelajaran!"
Algi menarik rambut panjang milik Kiara membuat wanita itu meringis kesakitan. Algi sudah sangat marah, siapapun tidak akan bisa menghentikan dirinya.
"Tu-an, sakit." ringis wanita itu dengan pelan. Namun Algi semakin mengeratkan tarikannya membuat Kiara semakin meringis.
Beberapa kali kakinya terantuk tangga dan akan jatuh, namun tetap harus berjalan cepat karena Algi terus menariknya.
Hingah tiba dikamar tamu yang berada di lantai dua, barulah Algi menghempaskan badan kecil Kiara menubruk lantai.
"Mulai hari ini, stop kuliah!"
*****