Chereads / KIARA's / Chapter 6 - 005

Chapter 6 - 005

Kiara menatap rumah milik Papanya dari dalam mobil. Tangannya bergetar hebat, pasti pria berstatus Papanya itu mencari dirinya karena Kiara tidak memberikan kabar sama sekali sejak semalam.

Ada rasa takut, dan sedih dalam hatinya. Takut Papanya marah serta kecewa, dan sedih serta merasa dirinya kotor. Lihat, bahkan dilehernya banyak bekas karya pria itu. Tidak, Kiara tidak menangis. Dirinya hanya diam dengan wajah sembab serta tangan berada di stir mobil. 

Mungkin Kiara bisa mencari pria itu lewat kartu nama yang diberinya. Masalah itu nanti saja. Sekarang dirinya harus menuju kamar terlebih dahulu dan tidak bertemu wajah dengan Papanya. Setidaknya Kiara akan mencoba jujur setelah merasa cukup tenang. 

Gadis itu turun dari mobil dengan pelan, lalu berjalan masuk kerumah mewah itu. Modelnya yang sangat kacau itu sudah bisa ditebak bahwa dirinya sedang tidak baik-baik saja. 

Begitu tiba di daun pintu, Kiara menolehkan matanya kedalam, dan mengerjap-erjap menuju kamar tanpa sepengetahuan sang Papa. Wanita itu berharap Papanya sudah berada di kantor. 

Namun sepertinya Dewi Fortuna tidak memihak padanya. Baru saja akan melangkah menuju tangga, suara deheman seseorang membuat Kiara terpaku. 

"Dari mana kamu semalam Kiara?" 

Kiara menolehkan kepalanya, menatap sang Papa yang berdiri tegap dihadapannya. Kiara menelan salivanya dengan susah payah. Ternyata sang Papa masih berada dirumah dengan pakaian santainya. 

"A-aku abis dari rumah Gaby Pa." tukas Kiara berbohong untuk melindunginya dirinya sebentar saja, karena sang Papa akan tau dirinya itu berbohong. 

"Gaby?"

Kiara mengangguk pelan sebagai jawaban. Kepalanya terus menunduk guna untuk menutupi bekas karya pria itu yang memenuhi lehernya. 

"Halo Gaby?"

Kiara mendongak, menatap wajah Papanya yang terlihat menelfon seseorang. Jantung Kiara rasanya mau lepas saat Papanya langsung menelfon Gaby. 

"Pa ... A-aku minta maaf." lirihnya pelan, dengan suara tercekat. Air matanya sudah meluruh membentuk sungai kecil dipipi mulusnya.

"Kiara semalam nginap dirumah kamu?"

["..."]

"Terima kasih Gaby. Om matikan telfonnya."

["....."]

Begitu telfonnya mati, kini Dion menatap tajam putrinya. 

"Kamu kemana semalam? Kamu bohongin Papa?"

Kiara menggeleng kecil. Nafasnya tercekat seiring dengan isakan yang mulai terdengar.

"Ma-Maaf Papa. Aku minta maaf." lirihnya dengan isakan tangis yang sangat kentara di nada suaranya. 

"Jawab! Kamu dari mana semalam?!" 

Kiara menunduk dengan gelengan kepala. Dion memaksa Kiara untuk menatapnya, dan begitu melihat banyak bekas kemerahan di leher putrinya, emosinya membuncah. Sikap putrinya sudah jauh keluar jalur yang seharusnya.

"KAMU NGAPAIN SEMALAM HA?!"

Kiara berjengit kaget mendengarnya. Suara Papanya sangat keras membuat Kiara semakin takut. Mau tidak mau gadis itu tetap menggeleng sebagai jawaban. 

"Jawab Kiara!" geram Dion.

"Ma-maaf Pa."

"Papa nggak butuh maaf kamu! Jawab, kamu ngapain semalam?! Jangan sampai Papa main kasar sama kamu!"

Kiara sangat mengenal karakter Papanya ini. Tidak ada gunanya berbohong, karena saat kebohongan itu terbongkar, maka Kiara akan dihajar. 

"A-aku ... diperkosa Papa." Isak Kiara. Dirinya menyatakan itu pemerkosaan karena dalam keadaan tidak sadar pria itu merenggut mahkota yang Kiara jaga selama 20 tahun ini.

"APA?! SIAPA PRIANYA?!"bentak Dion dengan suara menggelegar. Kiara menggeleng kecil.

"Aku nggak kenal."

Dion menggeram. Emosi yang tadinya bersarang dihatinya kini sirna dengan perasaan tidak terima. Putri yang dijaganya itu dilecehkan oleh pria. Dion pastikan pria itu tidak akan selamat.

"Maaf. Papa kasar. Yaudah, kamu istirahat dikamar. Papa bakalan cari pria itu sampai ujung dunia sekalipun."

Kiara mengangguk singkat. Baru saja akan melangkah, Dion kembali menahan Kiara. 

"Kamu ingat ciri-cirinya?" tanya Dion agar pencariannya mudah dengan clue yang diberikan Kiara. 

Gadis itu mengulurkan kartu nama yang berada ditangannya sejak tadi. Disana ada nama dan nomor telefon. 

"Algian." Gumam Dion membaca nama pria itu. Berharap ada seseorang yang menjadi targetnya.

"Halah Pa. Paling dia yang murahan. Papa tau, dia semalam party di club." celetuk seseorang dari belakang mereka.

Kiara dan Dion menatap pria yang kini duduk disofa dengan apel ditangannya. Mata Kiara membelalak, menatap pria itu dengan takut. 

Dia, Deano Lavino. Abang kandung Kiara satu-satunya yang sangat tidak menyukai dirinya tanpa sebab hingga sekarang. Pria yang kuliah S2 di Amerika jurusan arsitektur. Kiara sangat takut dengan Abangnya itu karena kerap melakukan main kasar kepadanya. 

Sedikit lega karena pria itu mengambil study keluar negeri hingga waktu bertemu mereka tipis. Tapi sekarang, Kiara tanpa tau pria itu sudah berada dirumah yang entah kapan sampainya. Jangan lupakan, Dean sangat menyayangi Vio, bukan Kiara. 

"Dean! Adik kamu diperkosa! Kamu masih bilang kayak gitu?!" 

Kiara menunduk, tidak berani menatap mata sang Abang karena itu sangat menyeramkan baginya. 

"Papa yakin bualan dia? Hah, Aku tebak deh. Dia cuma nyari menang doang. Mana ada orang diperkosa anteng kayak nggak terjadi apa-apa. Itu air mata cuma bumbu doang biar dramanya bagus." tukasnya memojokkan Kiara. 

Ini yang Kiara benci, Dean selalu menghasut Papanya agar selalu menyalahkan dirinya seperti sekarang. Dan Kiara hanya diam tanpa perlawanan seolah apa yang Dean tuduhkan itu benar. 

"DEAN! JAGA BICARA KAMU!" bentak Dion dengan mata melotot. 

Kali ini Kiara tidak salah menurut Dion, putrinya dikotori, tentu dirinya sebagai ayah tidak terima. 

"Papa nggak yakin? Yaudah. Sini Aku yang cari. Aku pastiin Papa bakalan tau kebenarannya." ujar Dean santai. Seolah dirinya akan menenangkan sayembara dengan banyak hadiah sebagai imbalannya. 

"Yaudah. Bantu Papa cari orangnya. Papa nggak terima." tukas Dion. Dean tertawa mendengar itu, menertawakan kejadian yang menimpa Kiara. 

"Sekali pembawa sial bakalan tetep kayak gitu ya. Ini karmanya datang. Selamat menikmati."

*****

Kiara makan dengan pelan. Saat ini nafsu makannya tidak ada, tapi saat sang Papa mengajaknya makan malam tadi rasanya tidak enak untuk menolaknya. Jujur saja, rasanya berjalan masih ngilu dibagian bawahnya. Tapi Kiara harus tetap hadir makan malam untuk menghargai sang Papa. 

"Abang. Ambilin Vio ayamnya dong." 

Kiara mengalihkan matanya kearah Viona yang tampak sangat manja dengan Dean. Beginilah Kiara, saat ada Dean, dirinya banyak diam dan sibuk sendiri demi menghindari cemooh abangnya itu. 

Jelas Kiara iri, seumur hidup, dirinya tidak tau apa salah yang sudah dia perbuat sehingga sang Abang sangat membenci dirinya sedari dulu. Kiara bahkan tidak pernah merasakan pelukan hangat Abangnya. 

"makan yang banyak. Bentar lagi nikah loh. Harus sehat." Kekeh Dean sambil meletakkan sepotong ayam goreng ke piring Vio. Kiara menunduk, kembali fokus ke makanannya. Dengan agak terburu-buru, dirinya menghabiskan nasi yang tersisa di piring dan meneguk setengah gelas air. 

"Aku udah siap Pa. Aku naik dulu." 

Dion mengangguk saja. Beliau meneguk air minumnya dan kembali makan. Memang, Dion tidak marah kepadanya, justru marah ke pada pria itu. Tapi Kiara tau, sang Papa kecewa kepadanya yang sangat kentara dengan sikap Papanya. 

Kiara beranjak dari duduknya. Baru beberapa langkah berjalan menjauhi meja makan, suara Dean mengintrupsi langkah kaki Kiara. 

"Nggak usah dipikirin lah Pa. Nggak tau diri gitu, biarin ajalah Pa. Ngapain kecewa sama dia, nih ada Vio yang bisa diandelin."

Hati Kiara mencelos mendengarnya. Sudah banyak kata-kata pedas Dean yang di simpan Kiara di dalam hatinya. 

"Hm." 

Hanya itu jawaban dari Papanya membuat hati Kiara semakin mencelos.

"Besok aku kasih tau siapa orangnya."

*****