"Aku nggak mau ikut Papa."
Dion menatap putrinya dengan datar. Sejak setengah jam yang lalu, pria itu mengajak Kiara untuk ikut makan malam bersama keluarga teman bisnisnya. Tapi Kiara menolaknya dengan alasan ada Vio.
"Kiara, kamu udah dewasa. Ayo ikut."
Kiara mendengus. Gadis itu akhirnya setuju dan segera bersiap-siap. Sementara Dion sudah menunggu putrinya di lantai satu dengan Vio yang sudah rapi. Kiara melama-lamakan acara bersiap-siapnya, namun seolah waktu juga berjalan lama membuatnya mendengus.
Sekitar 30 menit kemudian, Kiara turun dengan wajah ditekuk. Dion hanya diam dan berjalan keluar rumah disusul kedua putrinya. Kiara duduk di kursi depan sebelah Dion, sementara Vio duduk di jok belakang. Tidak ada percakapan yang menyelimuti perjalanan mereka menuju Resto tempat mereka makan malam.
Hanya butuh waktu 10 menit, mereka bertiga akhirnya tiba di Resto mewah itu. Kiara turun terlebih dahulu dan mengikuti langkah sang Papa yang ternyata sudah keluar dari mobil.
Gadis itu mengkuti sang Papa yang berjalan menuju salah satu meja yang sudah di isi oleh seorang wanita, pria dan anak gadis yang Kiara taksir umurnya dibawah dirinya.
"Selamat malam Rival."
Kiara segera duduk begitu melihat Papanya juga duduk. Matanya menatap Vio yang terlihat tersenyum serta tertawa kecil menyapa keluarga itu, seolah sudah kenal lama.
"Wah Viona. Kamu udah gede ya sayang." puji sang wanita itu yang Kiara tebak istri dari pria bernama Rival itu.
"Iya Tante. Hehehe, kan tumbuh." jawab Vio dengan nada canggung.
Kiara merotasikan matanya seolah jengah dengan adegan itu. Ingat, sampai kapanpun Kiara tidak ada menyukai Viona.
"Kenalin Val. Anak aku, Kiara." ujar Dion dengan tersenyum singkat. Kiara tersenyum kaku begitu pasangan itu menatapnya. Senyum hangat terbit dibibir wanita paruh baya itu.
"Putrimu cantik Dion." puji pria itu.
Kiara tersenyum kecil mendengarnya.
"Yaudah. Ayo pesan makanan. Kita bicarakan sambil makan saja. Biar lebih santai." ujar wanita itu.
Dion memesan beberapa makanan untuk mereka. Dan berselang beberapa menit, makanan itu sudah tiba di meja yang langsung disantap sambil berbincang-bincang santai.
"Kamu udah denger langsung dari Papa kamu kan Vio?" tanya Om Rival kepada Vio.
Gadis itu hanya mengangguk kecil sebagai jawaban. Kiara sedikit bingung dengan bahasan mereka yang sama sekali tidak dimengerti dirinya.
"Udah om." jawab Vio.
Wanita paruh baya itu tersenyum hangat, membuat matanya menyipit bagaikan bulan sabit.
"Tante harap kamu sama Al cocok ya."
Vio tersenyum kaku mendengarnya.
"Jadi gimana? Kamu terima perjodohan ini?" tanya Om Rival.
Kiara tersedak makanannya mendengar itu. Apa?! Vio di jodohin? Ini kan bukan zamannya jodoh-jodohan. Tapi biarlah, Untung bukan dirinya yang dijodohkan.
"Eum. Vio terima Om. Ini udah janji Om sama Papa Vio dulu kan. Vio mau nyenengin Papa disana." sahutnya dengan senyum terbit dibibirnya.
Kiara tersenyum puas mendengar itu. Ini akan sangat menarik! Pasalnya sang parasit akan segera musnah dari rumah dan Kiara akan jadi ratu kembali Dimata Papanya.
"Bagus Vio. Kamu dulu sahabatan kan sama Al. Pasti nggak lupa sama dia." Kekeh wanita itu.
Dion mengelus rambut Vio yang duduk disebelah kirinya, sedangkan Kiara duduk disebelah kanan.
"Putri Papa memang baik." Puji Dion. Kiara membuang wajahnya menghindari adegan itu. Hatinya panas melihat itu. Entah kapan terkahir kali Dion berkata selembut itu pada dirinya.
"Hm. Makasih Pa." Sahut Vio membuat Dion mengangguk.
"Ah Vio. Tante sama Om minta maaf ya Al nggak bisa datang. Soalnya lagi bisnis ke luar kota. Tante harap kamu maklum sama calon suamimu itu. Sebagai gantinya, kamu ajak Alfi main-main pas boring dirumah." usul wanita itu. Bahkan namanya saja Kiara tidak tau.
"Hm. Iya Tante. Tapi, aku lanjut kuliah gapapakan?" tanya Vio berharap masih dibolehkan untuk kuliah karena cita-citanya masih jauh.
"Boleh. Nanti saya yang mengurus itu." Ujar Om Rival. Vio mengangguk singkat. Tekadnya sudah bulat, menerima perjodohan ini mungkin jalannya menuju bahagia, karena 'Al' merupakan sahabatnya dulu saat masih kecil.
"Jadi, gimana kalau lusa kita bicarakan lagi? Mengenai tanggal sama waktu? Kapan lamaran or something? Tante usahain Al ikut."
Vio mengangguk singkat, begitu juga Dion. Sementara Kiara dan gadis bernama Alfi itu hanya diam saja sebagai penonton.
"So, kamu sering-sering kerumah aja ya. Ah ya, panggil Papa Mama aja. Jangan Om Tante. Bentar lagi jadi mantu juga. Mama pastikan pesta pernikahan kamu sama Al bakalan mewah dan meriah."
*****
Kiara tersenyum sinis melihat Vio dari kaca yang tampak duduk anteng di kursi bekalang, sementara dirinya di sebelah Sang Papa, tepatnya jok depan.
"Mau apa dari aku? Kenang-kenangan gitu." kekeh Kiara dengan nada mengejek. Sementara Vio yang mendengar itu tertawa pelan.
"Sorry. Nggak butuh."
Kiara mengangguk singkat. "Jangan lupa udah nikah nanti bawa semua barang-barang kamu. Biar tuh rumah nggak sumpek."
"Kiara." tegur Dion.
Kiara menggdikkan bahunya acuh. Saat ini mereka tengah berada diperjalanan pulang. Kiara terlibat semringah begitu mendengar kabar Vio akan menikah. Entahlah, dirinya sudah berniat mengatur pesta perayaan untuk itu. Bukan untuk pernikahan gadis itu, tapi untuk perayaan bahwa Vio akan minggat dari rumahnya.
"Pa, Aku nggak mau ikut pas lamaran dia."
Dion menghela nafas pelan, lalu mengangguk singkat. Mungkin itu pilihan yang tepat untuk Kiara, karena anak sulungnya akan pulang untuk pernikahan Vio.
"Hm."
Kiara diam saja dan menatap jalanan dengan tatapan senang. Setidaknya, satu beban menurutnya akan segera sirna.
*****
Ah, hari ini Kiara ada mata kuliah siang. Jadi gadis itu tampak masih saja santai-santai saat selesai sarapan. Tidak ada terburu-buru karena mata kuliahnya siang hari.
Karena semalam sang Papa mengizinkan dirinya untuk tidak ikut acara besok kisah itu, makan Kiara berniat akan membuat party disebuah club' langganannya beberapa bulan terakhir ini. Kiara biasanya kesana hanya karena sedang suntuk atau sedang dalam fikiran full membuatnya terpaksa menyalurkannya lewat alkohol walaupun hanya 1 gelas saja. Karena tubuhnya sangat tidak memungkinkan untuk minum banyak, sebab Kiara sudah teler begitu menenggak satu gelas wine.
Kiara menelfon seseorang diseberang sana. Getaran kedua telefon itu akhirnya diangkat. Kiara segera mendekatkannya ke telinga.
["Halo Ra? Kenapa?"]
"Atur party buat besok malam. Aku yang bayarin semua. Di club' biasa." tukasnya dengan mada menyuruh. Irang diseberang sana tertawa kecil mendengar itu.
["Oke sip. Aman. Bawa satu kelas nggak nih?"
"Bawa aja. Biar rame."
["Sip dah. Oke, ntar aku atur semua. Aman."
"Ok."
Telefon terputus. Yang baru saja Kiara telefon itu adalah Gaby, karena gadis itu bisa diandalkan.
"Nggak buruk."
*****