Kiara sudah siap dengan gaun sejengkal diatas lutut warna hitam miliknya. Belahan dadanya terekspos karena baju yang dikenakannya itu kurang bahan. Gadis itu tersenyum puas melihat hasil karyanya diwajah cantik miliknya. Sangat perfect. Dengan anggun, Kiara turun ke bawah untuk segera berangkat. Namun saat bertemu dengan sang Papa serta Vio, Kiara mengernyit melihat mereka berdua yang tampak serasi bajunya. Seolah sudah janjian.
"Kok samaan?" tanya Rara dengan nada tidak terima yang sangat kental.
"Hari ini acara penting buat Vio. Hari dimana menentukan masa depannya Vio. Jadi Papa beliin ini biar Vio ngerasa senang."
Kiara mengangguk saja. Seolah sudah malas mendengarnya. Lihat, bahkan Papanya mengingat bagaimana membahagiakan Vio, dan lupa cara membahagiakan anak kandung. Benar-benar miris bukan?
Gadis itu segera tancap gas menuju tempat dimana diadakan party itu. Kulit pahanya yang putih terekspos dengan jelas. Namun Kiara tidak peduli, toh hanya party saja.
15 menit diperjalanan, akhirnya Kiara tiba di tempat. Gadis itu melangkah anggun kedalam.
Tidak perlu harus menunjukkan KTP saat dipintu masuk, gadis itu sudah diperbolehkan masuk oleh para penjaga karena sudah kenal dengan Kiara saking seringnya kesini. Dirinya segera melangkah masuk.
Saat pertama masuk, Kiara sudah disuguhkan dengan pemandangan banyaknya manusia yang bergoyang seriring musik yang diputar. Kiara segera berjalan menuju tempat dimana party mereka diadakan. Tepatnya di ujung ruangan, dimana sebuah sofa dan meja yang khusus disiapkan. Kiara sudah meminta untuk dibuat ke lantai dua saja, dimana ruangan VIP berada. Tapi teman-temannya mengatakan bahwa mereka juga ingin turun ke dance floor.
Kiara akhirnya iya-iya saja. Dan khusus untuk hari ini, Kiara tidak mengajak Gavin, sebab pria itu akan posesif bila melihat dirinya memakai gaun seperti itu.
"Hai guys!" sapa Rara dengan nada sedikit kuat karena musik yang terus mendentum memekakkan telinga.
"Udah Dateng Lo?!"
Kiara mengangguk dengan senyuman lebar. Dirinya segera duduk disebelah Gaby yang tampak sudah setengah teler. Gaby dan Kiara sama, tidak kuat dengan alkohol. Tapi tetap saja, mereka seolah-olah kuat dengan terus meminum minuman beralkohol itu saat ada masalah mapun senang seperti sekarang.
"Nih minum."
"Thank's." sahut Kiara santai saat Tiffany menyodorkan satu gelas wine kepadanya. Tanpa ba-bi-bu, Kiara segera menengguknya dalam satu kali tegukan. Sensasi panas, pahit dan hangat menjalar melalui rongga kerongkongannya hingga mengalir keseluruh tubuh gadis itu.
"Lagi?" Tawar Tiffany. Kiara mengangguk semangat dan terus menenggaknya. Tanpa peduli dengan keadaannya yang sudah perlahan hilang kesadarannya.
****
"Kepala aku sakit banget." keluh Kiara membuat teman-temannya yang masih sadar tertawa pelan. Gadis itu sudah setengah sadar, membuatnya sangat tidak nyaman. Tapi setidaknya itu sangat menyenangkan, beban yang berada dipikiran Kiara terangkat.
"Cuci muka dulu gih. Muka kamu udah kayak ketumpanan minyak jelanta aja." celetuk Axel membuat Kiara mengangguk. Mungkin dengan cuci muka sakit kepalanya sedikit berkurang.
"Aku temenin mau?" Tawar Mera yang dibalas gelengan oleh Kiara. Toilet di club' ini tidak jauh dari tempat mereka duduk membuat Kiara yakin bahwa dirinya tidak apa-apa.
Gadis itu segera beranjak dan berjalan sempoyongan menuju toilet. Namu baru saja tiba di depan toilet, Kiara menatap tulisan yang tertera diatas kusen pintu. Matanya mengabur saat melihat tulisan itu seolah ada dua.
"Ini kemana?" Gumamnya dan berjalan memasuki salah satu toilet tanpa tau bahwa itu toilet laki-laki. Kiara melangkah menuju wastafel, namun baru saja akan melangkah, tubuhnya terayun yang terantuk oleh kakinya sendiri. Untungnya ada seseorang yang menangkapnya terlebih dahulu membuat mereka berdua hampir menyentuh lantai, namun tidak jadi karena punggung tegak Pria itu menahan bobot tubuh Kiara.
"Gavin ..." racau gadis itu membayangkan bahwa Gavin lah yang memeluknya saat ini.
Beberapa detik kemudian, tangan kekar itu terlepas dari pinggang Kiara, membuat gadis itu limbung lagi dan berakhir jatuh ke lantai. Dan sialnya, Kiara menarik dasi pria itu membuatnya ikut tersungkur kelantai.
Kiara tertawa kecil melihat posisi mereka. Saat ini tubuhnya berada dibawah tubuh pria itu, tangannya mengelusi rahang pria itu centil, keran dimatanya pria itu adalah Gavin.
"Gavin ..."
Tanpa basa-basi, Kiara menempelkan bibirnya ke bibir tipis pria itu, melumatnya dengan ritme pelan dan menikmatinya. Sementara pria itu terlihat kaget, namun sejurus kemudian, wajahnya berubah datar. Tangan Kiara tidak tinggal diam, tangan lentiknya menyusuri tubuh dada pria itu, dan membangunkan sesuatu yang tidak seharusnya terbangun.
Pria itu menggeram, kepalanya tertunduk dan membalas setiap kecupan yang berikan Kiara.
"Jangan disini."
*****
Kiara melenguh saat merasakan kenikmatan yang baru pertama kali dirasakannya.
Sadar tidak sadar, harusnya Kiara tau bahwa ini salah dan tidak boleh dilakukan. Tapi seolah nasib buruk terus bertubi-tubi datang, Kiara mencoba menikmatinya saja, tanpa peduli memikirkan efek samping dari perbuatannya itu.
Dan lagi, harusnya Kiara sadar, dirinya yang memancing singa itu terbangun hingga akhirnya melakukan sesuatu yang seharusnya tidak dilakukan oleh lawan jenis yang tidak memiliki hubungan sah secara agama maupun negara.
*****
Sinar matahari berlomba-lomba untuk masuk kedalam ruangan itu membuat seorang gadis yang tengah tertidur dengan pria itu akhirnya terusik. Matanya mengerjap kecil guna untuk menetralisir cahaya yang menusuk Indra penglihatannya. Begitu kesadarannya full, wajahnya memerah begitu melihat siapa yang memeluknya.
Kiara tidak kenal dia siapa. Dan lagi, Kiara tidak mengingat apapun yang terjadi. Sialnya kepalanya ikut sakit saat dirinya memaksa untuk mengingat apa yang terjadi semalam.
Kiara mendorong dada pria yang memeluknya itu, membuat pria itu terbangun karena kaget.
"Gila!" umpat Kiara. Tangannya meraba tubuhnya, berharap ada baju yang melekat disana. Namun justru tidak ada sehelai benangpun yang membalut tubuhnya keculai selimut. Dirinya menggeleng. Tidak, ini tidak beh terjadi.
"Kamu ... Kamu tidurin aku?" gumam Kiara dengan nada suara bergetar. Pria itu hanya diam dengan wajah datar. Badan kekarnya bangkit dari tempat tidur, dan memunguti bajunya. Kiara mengalihkan matanya saat pria itu memakai bajunya.
"Mana rekeningnya? Saya transfer sekarang juga." Ujar pria itu dengan nada biacara yang sangat santai.
Kiara menatap tajam pria matang itu, lalu meludah tepat dihadapannya.
"Saya bukan jalang! Tapi anda yang sudah memperlakukan saya seperti jalang!" pekik Kiara dengan nada suara yang masih bergetar.
Bukannya yakin, pria itu justru menggulung lengan kemejanya hingga sampai sikut.
"Terus apa namanya kalau bukan jalang? Anda sendiri yang menggoda saya saat di toilet."
Kiara menggeleng. Menyangkal hal itu. Tidak mungkin dirinya semurahan itu.
"E-Enggak! Aku semalam mabuk. Aku nggak ingat apa-apa."
"Saya tidak peduli. Mana rekening anda biar saya tranfer."
Kiara melempar bantal telat kewajah pria itu. Matanya melolot tajam mengisyaratkan bahwa pria itu harus berhati-hati.
"Bajingan!"
Pria itu meletakkan kartu namanya serta nomor ponselnya diatas nakas. Masih mengira bahwa Kiara adalah jalang.
"Silahkan konfirmasi rekening anda." Ujarnya santai dan keluar dari ruangan itu.
Kiara menangis sejadi-jadinya meratapi nasibnya yang buruk. Niat ingin merayakan kepergiannya Vio, justru berbalik dengan merayakan kekalahannya kepada dunia.
"Bajingan! Sialan! Sampai mati kamu nggak bakalan dapat ketenangan!!"
*****