Resepsi kali ini berjalan dengan lancar. Ballroom hotel yang sudah di dekorasi bertemakan berwarna putih menambah kesan simpel dan cantik. Secantik Afrah saat ini.
Para tamu undangan di mulai dari kerabat dekat, keluarga besar, teman sekolah sampai rekan sesama pembisnis sukses pun hadir.
Aku mengecek jam di pergelangan tanganku. Pukul 21.00 malam. Sudah 3 jam berlalu tapi para undangan semakin bertambah banyak.
Aku melihat binar-binar tatapan raut wajah bahagia semua orang. Termasuk kakakku yang ada di sana. Yang kini duduk bersama Aiza di meja makan besar khusus keluarga.
Aku menatapnya yang kini sedang berbincang dengan salah satu pria paruh baya yang aku kenal bernama Pak Amran, ayah almarhum Devika.
Sesaat, aku melupakan sejenak masalalu pahitku ini walaupun aku berusaha keras untuk melakukannya. Demi Afrah, demi Ayah dan Bunda serta semuanya.
Dari jarak beberapa meter aku melihat Fara datang bersama Mama nya. Fara tersenyum kearahku sampai akhirnya dia pun tiba menaiki panggung pelaminan.
Dengan sopannya Fara menangkupkan kedua tangannya didepan dadanya hanya untuk menolak bersalaman padaku yang bukan mahram.
Aku hanya mengangguk dan melakukan hal yang sama. Fara pun akhirnya memeluk Afrah dengan erat.
"Huaaaaaaaaaaaa selamat ya Afrah!!"
"Masya Allah Fara. Kupikir kamu tidak akan datang."
Aku melihat Afrah yang begitu bahagia dengan kedatangan Fara. Mereka terlihat sebagai sahabat yang sudah terjalin sekian lama meskipun kenyataanya tidak.
"Tentu saja aku datang Af! Sebenarnya 5 hari yang lalu aku menunda keberangkatanku demi bisa hadir ke acara resepsi kamu. Tapi maaf ya, akad nikah kemarin aku tidak sempat datang. Saat itu ada suatu hal yang aku urus."
"Tidak apa-apa Fara. Aku senang sekali kamu datang. Ah ayo kita berfoto dulu."
Kami pun berfoto bersama. Disebelahku ada Mama Fara yang tersenyum sopan kearahku setelah beliau mengucapkan kata selamat.
Fotografer mulai memberi instruksi pada kami untuk mengambil gambar. Kami semua tersenyum bahagia berfoto saat fotografer mulai menjepret kami.
Sesi foto pun selesai. Aku melihat Afrah yang kembali memeluk Fara dengan erat. Bahkan, setelah mereka saling melepas pelukan, Fara tersenyum lagi kearahku dan akhirnya ia pergi turun dari panggung pelaminan bersama Mamanya.
Beberapa tamu kembali menaiki panggung pelaminan. Aku mengalaminya dengan senyuman ramah. Tanpa sengaja tatapanku bertemu pandang dengan Fara yang kini menatapku dari kejauhan. Dia tersenyum, aku membalas senyuman itu.
Tapi dari sini aku melihat senyuman itu berubah menjadi pudar. Ada apa dengannya?
"Pak?"
Aku menoleh kesamping. Afrah berbisik denganku.
"Ya?"
"Tamu Bapak."
Aku menoleh ke samping. Ya Allah, kenapa aku malah mengabaikan tamuku? Aku pun menyalaminya sampai akhirnya beberapa detik kemudian aku melihat ke tempat sebelumnya, Fara sudah pergi menghilang ntah kemana. Lalu aku terdiam. Meninggalkan perasaan tidak menentu pada hatiku.
"Bapak baik-baik saja?"
Aku mengangguk tanpa melihat Afrah yang kembali berbisik di telingaku. Untuk menghilangkannya rasa penasarannya, aku menggenggam tangannya dengan erat. Kami saling bertautan jari.
"Aku baik-baik saja. Percayalah."
Kami saling menatap dalam diam. Dan hanya bertatapan seperti ini aku sangat suka sekali melihat tatapan yang penuh perhatiannya padaku.
🥀🥀🥀🥀
Pukul 00.00 dinihari.
Aku baru saja selesai mandi air hangat dan saat ini tubuhku terasa segar. Aku sudah memakai piyama tidur berwarna coklat muda polos berbahan satin.
Aku sudah duduk di pinggiran ranjang. Aku menunggu Afrah yang sudah 1 jam tidak keluar dari kamar mandi. Aku mencoba mengabaikannya, tapi aku tidak bisa.
Alhasil aku berjalan dengan perasaan khawatir dan berdiri didepan pintu kamar mandi.
"Afrah?"
Aku mengetuk pintunya dengan pelan. Berusaha menahan sabar dan rasa khawatir sejak tadi.
"Afrah?"
"Afrah kamu baik-baik saja kan didalam?"
"Iya Pak."
Aku bernapas lega. Akhirnya Afrah menyahuti suaraku. Aku terdiam lagi. Tapi aku tidak bisa tenang.
"Afrah.. kalau kamu butuh sesuatu katakan saja."
"Iya Pak."
"Cepat keluar dan beristirahatlah."
"Iya Pak."
Akhirnya aku kembali berjalan ke tempat tidur. Aku menunggunya. Bermenit-menit Afrah tidak keluar dari kamar mandi. Perasaan tidak tenang akhirnya membuatku kembali mendatanginya didepan pintu.
"Afrah?"
"Iya Pak sebentar."
"Apakah semuanya baik-baik saja?"
Hening. Tidak ada suara. Akhirnya aku memberanikan diri membuka pintunya. Aku terkejut melihat Afrah yang masih memakai pakaian wedding dresh dikamar mandi.
Tanpa ragu aku mendatanginya. Afrah terlihat gugup dan memundurkan langkahnya.
"Ada apa dengamu Af? Semuanya baik-baik saja?"
Afrah terlihat menundukan wajahnya. Aku sendiri tidak mengerti ada apa dengannya. Tanpa ragu aku mendekatinya lalu menyentuh dagunya agar tatapan kami bertemu.
"Afrah.."
"I-iya Pak?"
"Kamu kenapa?"
"Saya.."
"Ya?"
"Saya.. saya cuma.."
Afrah terlihat menundukan lagi wajahnya. Aku berusaha untuk sabar. Ini malam pertama kami akan bersama. Dengan perlahan aku membuka cadarnya. Dan nampak lah wajah cantik dan manis Afrah dikedua mataku.
Aku melepas mahkota kecil dikepalanya, meletaknya di dekat wasafel yang ada disebelah kami. Lalu aku melepas hijabnya dan terlihatlah mahkota rambutnya yang hitam legam dan masih berbentuk ikatan berbentuk cepol rambut dikepalanya.
Aku tidak banyak berkata. Dengan perhatian aku beralih menyalakan air di bathup dan mengatur suhu airnya hangat-hangat kuku kemudian mengisinya sampai benar-benar penuh.
Aku meraih sebotol bodysoap dan meletakannya di samping bathup yang kini sudah terisi air nya yang penuh. Lalu aku keluar kamar mandi dan membuka koperku untuk mengeluarkan piyama tidur couple yang menjadi hadiah pernikahan dari Ayah. Aku sudah memakainya dan kini akan aku berikan pada Afrah.
Aku kembali menuju kamar mandi dan meletakan piyama tidur milik Afrah didekat wardrobe putihnya. Aku berjalan mendekati Afrah dan saling berhadapan.
Dengan perlahan aku menyentuh pipinya. "Kamu mandi ya. Airnya sudah hangat. Aku hanya khawatir kamu kenapa-kenapa didalam sini sejak tadi. Setelah itu kita sholat Sunnah setelah menikah."
Aku tidak menunggu jawaban dari dia. Aku mencium keningnya dengan lembut lalu berlalu meninggalkannya di tempat.
🥀🥀🥀🥀
Kami baru saja menyelesaikan sholat Sunnah setelah menikah sebanyak dua raka'at. Tidak lupa kami berdzikir bersama dan berdoa pada Allah agar kami dapat mengarungi bahtera rumah tangga dengan baik.
Aku masih duduk bersila dan merubah posisi dengan membalikan badan menghadap Afrah. Wajah Afrah sudah fresh dari polesan make up di wajahnya.
Buliran air wudhu masih menempel di bulumatanya yang lentik dan panjang. Kalau boleh jujur, aku suka melihatnya.
Tanpa diduga Afrah meraih tanganku kemudian mencium punggung tanganku dengan lembut. Aku tersenyum simpul. Sampai akhirnya aku memegang ubun-ubun dikepalanya.
"Bismillahirrahmanirrahim. Ya Allah, aku memohon kebaikannya dan kebaikan tabiat yang ia bawa. Dan aku berlindung dari kejelekannya dan kejelekan tabiat yang ia bawa. Aamiin."
"Aamiin."
Lalu kami sama-sama terdiam. Seperti sebelumnya, Afrah masih menundukan wajahnya.
"Sudah agak baikan?"
Afrah mendongak wajahnya menatapku. Lalu dia mengangguk.
"Sudah Pak."
Tanpa ragu aku menyentuh tali bagian kepala mukenanya. Aku membukanya secara perlahan sampai akhirnya rambut Afrah terpampang jelas dikedua mataku. Rambut yang panjang. Hitam dan wangi.
Aku tersenyum tipis. Wajah Afrah yang manis dengan poni rata di keningnya semakin membuatku terkesima. Aku pun menyelipkan helaian rambut di belakang telinganya.
"Jangan panggil Pak atau Bapak. Aku suamimu. Panggil Mas saja."
"I-iya Mas."
Aku kembali tersenyum dan mengusap pipinya dengan lembut.
"Mas.."
"Hm?"
"Maaf tadi Afrah lama di kamar mandi."
"Tidak apa-apa. Tapi kalau boleh tahu kenapa?"
"Afrah.." Afrah menundukkan wajahnya. "Maafin Afrah yang bingung bagaimana cara mempersiapkan air di bathup. Afrah tidak tahu cara menggunakannya."
Aku tidak bisa menahan rasa geli dan lucu selain tertawa terbahak. Aku hampir saja lupa kalau Afrah itu sedikit gaptek tentang kecanggihan teknologi.
"Tolong Mas jangan tertawa. Afrah malu. Sejak kecil Afrah terbiasa mandi menggunakan gayung di kamar mandi. Berendam ditempat tadi adalah pertama kalinya bagi Afrah."
Aku tetap tertawa. Mengabaikan Afrah yang berkata lirih. Dia benar-benar wanita yang berbeda dan unik sampai akhirnya aku tidak menyangka bahwa aku suaminya.
Tiba-tiba Afrah berdiri sambil melepas rok mukenanya. Afrah melipat mukena dan sajadahnya dengan rapi. Afrah meletaknya di sofa sudut ruangan. Dengan cepat aku ikut berdiri dan memegang lengannya. Aku tahu Afrah itu tidak marah. Dia hanya malu. Itu saja.
Dengan penuh perhatian aku membawanya ke dalam pelukan. Aku memeluknya dengan erat. Awalnya Afrah terlihat ragu sampai akhirnya dia membalas pelukanku.
"Lain kali kalau perlu sesuatu jangan sungkan untuk meminta bantuan."
"Maafin Afrah Mas."
"Dan ini perintah dari suamimu. Kamu mengerti?"
Afrah mengangguk. Aku melepaskan pelukan kami lalu menangkup kedua pipinya. Aku mencium keningnya dengan lembut.
Wajah cantik Afrah terpancar dalam lampu kamar ini yang temaram. Kedua mata Afrah menatapku dengan lekat. Kami sama-sama terdiam sesaat, saling memandang yang kini semuanya adalah hak untuku dan Afrah.
Tatapan Afrah di penuhi rasa jatuh cinta denganku. Aku merasakannya meskipun aku belum bertanya padanya. Aku pun mencium kedua matanya dengan lembut yang terpejam rapat.
Ntah kenapa jantungku berdebar sangat kencang. Ini pertama kalinya aku sedekat ini dengan seorang wanita. Tatapanku beralih ke bibirnya yang tipis. Naluriku ingin menciumnya hadir begitu saja.
Tanpa sadar aku mengikuti naluriahku sebagai seorang pria normal apalagi ini malam pertama kami. Wajah Afrah sudah merona merah, aku mendekatkan wajahku padanya lalu..
Aku baru saja ingat.
Dia.. wanita ini.. istriku ini..
Dia bukan Afrah. Dia...
Dia adalah Reva..
Aku harus ingat batasanku meskipun aku menginginkan dirinya untuk meminta hakku padanya malam ini.
Dengan perasaan tidak menentu aku menurunkan kedua tanganku di pipinya sejak tadi. Afrah membuka kedua matanya. Tatapannya di penuhi tanda tanya padaku. Aku tahu itu.
Tapi aku tersenyum. Menutupi semuanya. Yang hanya aku lakukan adalah menarik pergelangan tangannya untuk ke tempat tidur.
"Ayo tidur sudah malam." ucapku padanya.
Afrah hanya mengangguk dan berbaring. Afrah merubah posisi dengan tidur menyamping memunggungiku. Ntah kenapa aku merasa bersalah. Aku tidak tahu dia kecewa padaku atau tidak.
Tapi aku memberanikan diri untuk memeluk tubuhnya dari belakang.
"Maafkan aku. Aku hanya gugup." bisikku pelan padanya.
"Tidak apa-apa Mas. Kita baru menikah dan saling mengenal dekat satu sama lain."
Dan akhirnya kami sama-sama terdiam. Waktu terus berjalan.. Afrah sudah tidur dengan pulas. Tapi tidak denganku yang harus menahan diri agar bisa berada didekatnya.
🥀🥀🥀🥀
Baru awal ini guys.. baru awal loh ini 😆
Kalian kuat kan? 🤣🤣
Makasih sudah baca
Sehat selalu buat kalian.
With Love 💋
LiaRezaVahlefi
lia_rezaa_vahlefii