Chereads / Ratapan Istri / Chapter 8 - Sudah Lupakan Jatah

Chapter 8 - Sudah Lupakan Jatah

Lilis nampak tersenyum tipis, begitu amat manis. Tidak dapat Hendra pungkiri bahwa sampai detik ini, Hendra masih sangat begitu tertarik dengan mantan kekasihnya itu. Hendra selalu mengikuti perkembangan hubungan antara Lilis dengan suaminya yang baru saja menikah beberapa bulan lalu, meskipun dengan tanpa terang-terangan.

Lilis berjalan berlenggak-lenggok meninggalkan meja makan di mana tempat Hendra berada menuju dapur. Lilis sangat hafal betul menu makanan yang biasa Hendra makan setiap Hendra datang ke warteg tempat dia bekerja. Meskipun itu tidak setiap hari, namun tergolong sering.

Kabarnya Lilis sudah pisah rumah dengan suaminya sekitar satu minggu yang lalu, entah apa penyebabnya. Hendra pun belum sempat untuk menanyainya perihal peristiwa besar itu. Hendra yakin, Lilis juga masih memiliki perasaan yang sama dengannya meskipun kehidupan mereka kini sudah berbeda, tidak seperti dulu lagi. Hendra berfikir, jika saja kedua orang tua Lilis dulu merestui hubungan Hendra dengan anaknya itu kemungkinan besar hidup Hendra dan Lilis sudah bahagia sekarang.

Akan tetapi sebegitu besarnya cinta mereka, mereka tetap harus mengakhiri cinta yang sudah terjalin cukup lama demi agar Lilis menjadi anak yang berbakti kepada kedua orangtuanya, untuk menuruti perintah kedua orang tuanya supaya menikah dengan Pramono putra dari sahabat karib Papa Lilis. Hendra berharap, rumah tangga Lilis dan Pramono kandas.

Tapi sudahlah, yang terpenting mereka sampai detik ini masih bisa saling melempar senyum dan saling bertegur sapa bahkan bercanda ria. Dan poin penting lainnya, Lilis tidak ilfil pada Hendra meskipun Hendra sudah memiliki istri dan dua anak tiri.

"Ini, Mas Hendra. Mas makan dulu, aku mau ke belakang. Beres-beres sebentar, takutnya Boss datang tapi pekerjaannya belum beres, bisa-bisa nanti aku kena semprot," ucapnya sambil tertawa kecil.

Mata Hendra melihat tangan Lilis yang menghidangkan makanan di atas meja di hadapan Hendra lalu beralih pada Lilis.

"Perlu aku bantuin gak?" tawar Hendra.

Lilis mendekap nampannya.

"Enggak usah, Mas. Ini sudah menjadi pekerjaanku, cuma sebentar kok. Nanti kalau sudah selesai, aku akan ke sini ngobrol sama kamu," ucapnya dengan nada manja. Lilis pun bergegas pergi meninggalkan Hendra yang sedikit terbengong-bengong.

"Andai aku bisa bersamamu lagi, Lis. Tapi itu tidak akan pernah mungkin terjadi," batin Hendra.

Dengan selera, Hendra segera menyantap pesanan makanannya. Di tengah-tengah makan, tiba-tiba saja ponsel Hendra berdering.

Hendra meletakkan sendoknya dan bermaksud untuk menjawab panggilan telepon tersebut.

"Mama," kata Hendra membaca kontak nama pada layar ponsel.

Klik ...

Hendra: Iya, Ma. Apa kabar?

Mama Hendra: Hendra, kamu sudah lupa ya. Sekarang tanggal berapa? Kenapa kamu tidak ke rumah dan kasih uang jatah belanja mama?

Hendra menepuk jidatnya sendiri. Hari kemarin, seharusnya dirinya datang ke rumah orang tuanya dan memberikan beberapa lembar uang untuk kedua orang tuanya seperti biasanya. Kemarin Hendra lupa, saking senangnya dia mendapatkan uang dari Dini dengan dalih modal mencari pekerjaan tetapi malah Hendra gunakan untuk judi. Hendra benar-benar lupa menyisihkan uang itu untuk jatah orang tuanya.

Hendra: I-iya, Ma. Besok ya, Ma. Mama tenang saja, Hendra pasti gak lupa kok. Ini Hendra cuma lagi sibuk aja gak sempet datang ke rumah.

Mama Hendra: Apa? Gak sempet kamu bilang? Kamu pikir dong, Hendra. Kamu datang mengunjungi rumah Mama cuma satu kali dalam sebulan. Kamu bener-bener ya ...

Hendra: Maaf, Ma. Kali ini Hendra seriusan. Hendra lagi sibuk.

Hendra melihat ke arah tempat saji menu, Lilis sudah berdiri di sana. Dia tampak mengelap kaca etalase.

"Gawat, bisa turun image-ku kalau Lilis tau aku terdengar seperti sedang di omelin Mama," batin Hendra.

Hendra: Ya udah dulu ya, Ma. Mama tunggu saja di rumah. Aku matiin ya, Ma.

Mama Hendra: Tunggu, Hendra. Mama belum se ...

Tuuut ...

Hendra meletakkan ponselnya. Hendra tidak tau, bagaimana dia akan mendapatkan uang untuk memenuhi janjinya besok pada mamanya. Sedang dia tidak mungkin mendapatkan uang itu dari Dini. Hari ini Dini memang pergi, tapi tidak untuk bekerja melainkan untuk membayar hutang Hendra. Lebih tepatnya mencicil hutang Hendra dengan pelayanan ranjang. Uang cuma tersisa 30 ribu, itupun untuk membayar uang makan. Dan Hendra terancam tidak bisa merokok hari ini.

Hendra mencuri pandang ke arah Lilis. Dilihatnya Lilis sedang berjalan menuju meja Hendra berbekal lapnya tadi.

"Kok masih banyak, Mas? Masakan Lilis gak enak ya?" tanya Lilis. Lilis menarik kursi di hadapan Hendra lalu kursi itu di dudukinya.

"Enggak ..."

Lilis mengerutkan keningnya.

"Maksud, Mas? Gak enak?" potong Lilis cepat.

Hendra tersenyum.

"Bukannya begitu, Lis. Kamu main potong saja, jadinya salah paham kan. Maksud aku makanan apapun yang kamu masak pasti enak, walaupun cuma tempe goreng sekalipun, bagi aku itu udah enak banget."

"Ya ampun, Mas. Kamu bisa aja sih, ya udah buruan Mas makan," sahut Lilis.

"Iya, ini juga mau aku makan. Tadi tanganku sedikit kebas makanya belum aku abisin," ucap Hendra. Hendra mengambil es teh. Dia lantas menyedot cairan dingin yang masuk melalui mulut menuju kerongkongannya dengan sedotan.

"Mau Lilis suapin, Mas?" lontar Lilis memberikan pertanyaan.

Uhuk-uhuk ...

"Hati-hati, Mas." Mata Lilis sedikit melebar melihat Hendra terbatuk-batuk.

"Lilis semakin yakin, kalau Mas Hendra sedang dalam keadaan kurang baik. Ya udah, biar Lilis yang suapin Mas," lanjutnya sambil menarik piring agar mendekat dengan posisi duduk Lilis.

Hendra mengusap mulutnya deng sekali sapu dengan telapak tangannya, air es teh yang belepotan tadi sudah tidak ada lagi.

"Tapi, Lis ..."

"Udah gak papa, ayo buka mulutnya," sela Lilis sambil menyodorkan sendok yang penuh dengan nasi dan lauknya.

Dengan senang hati Hendra menyambut hangat perlakuan dari Lilis.

Hendra mengunyah makanannya dengan bahagia. Tapi kebahagiaan yang Hendra nikmati saat ini hanyalah bersifat sementara, pada kenyataannya setelah Hendra keluar dari warteg nanti Hendra harus kembali memutar otak untuk mendapatkan uang itu.

"Ini uangnya," ucap Hendra menyodorkan uang dengan nominal dua puluh ribu setelah makanan Hendra habis.

"Mas Hendra bawa aja, biar Lilis yang traktir," sahut Lilis melirik ke arah uang dihadapannya.

"Seriusan?" tanya Hendra.

Lilis mengangguk.

"Tapi dalam rangka apa kamu mentraktirku?" Hendra mengejar kata-kata Lilis.

"Emmm ... kasih tau gak ya. Gini Mas, hari ini aku gajian. Jadi biar aku yang traktir," jawab Lilis.

Mendengar kata gajian, membuat alis Hendra meninggi secara otomatis.

"Hari ini kamu gajian?" ulang Hendra.

"Iya, Mas. Dan gajian kali ini lebih banyak dari kemarin, soalnya Boss kasih bonus buat aku karena belakangan ini warung ramai. Nih, Mas bawa lagi aja uang Mas Hendra," terang Lilis sambil menyodorkan uang itu lagi.

"Wah, terima kasih ya Lilis. Aku emang lagi bokek, belum pegang uang. Dan kebutuhan melonjak." Hendra berterus terang tanpa rasa malu dan tanpa 'Ba' dan 'Bu' dia mengambil lagi uangnya lalu disimpannya di saku celana bagian belakang.

"Iya, Mas. Sama-sama. Emang Mas sekarang lagi perlu uang?" tanya Lilis akhirnya, membuat Hendra tiba-tiba memasang wajah memelas.

Dia memiliki ide dan berniat untuk Drama di depan Lilis.