Chereads / Misteri Sebuah Cermin / Chapter 4 - SUASANA DUNIA METAFISIKA

Chapter 4 - SUASANA DUNIA METAFISIKA

"Aaahhh!!! Rachel!! Tolong …." Vero berseriak histeris.

Vero melepas pengangan Eni dan berlari menjauh. Rachel mendengar teriakan Vero. Dia berlari mendatangi suara Vero.

"Veroo … ," teriak Rachel sambil berlari.

Agak lama Rachel berlari mendatangi suara Vero, hingga akhirnya mereka bertemu. Vero yang ketakutan memeluk Vero dan menangis.

"Rachel … di sini seram … aku … aku takut …, " kata Vero yang menangis di pelukan Rachel.

"Iya, Vero. Kamu tenang … ini … ," kata Rachel keheranan.

Rachel melihat sekelilingnya. Dia seperti mengenali lingkungan sekitar. Ternyata, mereka berdua sudah di luar Villa.

"Vero, kita di luar villa, yuk masuk aja. Lagian hari sudah malam … ," ajak Rachel.

Vero memandangi sekitar. Ternyata benar, mereka di luar villa. Mereka berdua langsung masuk ke villa yang pintunya terbuka. Namun anehnya, mereka tak menemui teman-temannya.

"Rachel, kemana teman-teman?" tanya Vero.

"Iya, koq aneh?" tanya Rachel.

Mereka berdua mencari teman-temanya, namun ruangan itu kosong.

"Frans … , dimana kamu?" tanya Rachel dalam hati.

Rachel terus mencari di villa itu, ternyata teman-temannya tak di temukan. Vero yang sudah kelelahan mencari Reza dan kawan-kawannya pun tampak putus asa.

"Vero, gimana? Kamu sudah temukan teman-temanmu?" tanya Rachel.

"Entahlah, Rachel … tapi … ," kata Vero melihat satu ruangan yang tak pernah dia lihat sebelumnya.

Rachel rupanya cukup jeli. Dia melihat Vero yang memperhatikan satu ruangan di villa itu yang terbuka. Rachel heran.

"Vero … koq waktu kita datang ke villa ini, tidak ada ruangan itu?"

"Iya, Rachel. Koq sepertinya beda ya?" tanya Vero keheranan.

Ketika mereka tengah terdiam karena keheranan, tiba-tiba lampu villa mati. Vero memeluk Rachel dengan ketakutan. Rachel yang terkenal berani menyalakan senter yang dia bawa. Rachel melihat sekeliling ruangan.

"Vero, jangan panik … tapi aneh deh, koq hanya kamar itu yang terang? Kenapa ya?" tanya Rachel pada Vero.

"Udah! Buruan ke situ, ayo …, aku takut di sini … ," ajak Vero.

Vero dan Rachel berjalan perlahan. Ketika berjalan, Vero tak sengaja menyentuh sesuatu di kegelapan, dan ketika dilihat, ternyata tangannya berlumur darah.

"Rqchel … tanganku … ," kata Vero menunjukkan tangannya yang berlumur darah.

Rachel terkejut. "Darah? Darah darimana?"

Rachel mengarahkan senter ke sekitar, san alangkah terkejutnya … ternyata ruangan yang tadinya bersih ternyata kini berlumur darah di mana-mana. Bahkan, beberapa anak kecil yang mengerikan akhirnya muncul.

Mereka bertaring, dan berwajah pucat. Bahkan ada yang kepalanya hanya setengah, setengahnya rusak. Mereka berjalan perlahan mendekati Vero dan Rachel.

"Darah segar … darah segar … hauus ...haus …," kata para anak kecil yang bertaring itu.

Rachel dan Vero ketakutan. Mereka akhirnya berlari masuk ke ruangan itu dan langsung menutup pintunya. Para anak kecil itu terus mengejar dan berusaha mendobrak pintu. Mereka memukul-mukul pintu dengan keras. Vero dan Rachel mati-matian bertahan.

Benda apapun merka gunakan untuk memblokade pintu itu sambil menahan pintu tersebut. Setelah sekitar sepuluh menit, suasana kembali tenang. Dobrakan dobrakan itu tidak lagi terdengar. Rachel dan Vero merasa lega.

"Fuh! Akhirnya …," kata Rachel menghela nafas panjang. Vero pun bernafas lega. "Iya, Rachel. Koq villa ini aneh ya?"

"Entahlah …, eh, Vero, kamu dengar suara?" tanya Rachel.

Vero memasang telinga, dan benar dia dengar suara Reza. "Itu, suara Reza. Yuk, kita keluar …."

Vero bermaksud membuka pintu, namun ternyata pintu itu terkunci. Rachel heran.

"Vero, tadi kan pintunya terbuka, koq sekarang terkunci?"

"Iya, koq aneh ya?" kata Vero keheranan.

"Udah, ayo coba kita buka …," kata Rachel.

Rachel mencoba membuka pintu itu, namun tidak bisa. Rachel mencoba mendobrak pintu dengan kampak yang tersedia di ruangan itu, namun tak membuahkan hasil. Mereka berdua berteriak minta tolong, namun tak ada hasil. Setelah kelelahan, Rachel terduduk lemas. Dibuangnya kapak yang dia pegang.

"Vero, kita terjebak disini … ," kata Rachel dengan nada lemas.

Vero hanya menangis sambil memeluk Rachel. Rachel begitu kebingungan.

Rachel melihat cermin di ruangan itu, dan dia terkejut. Ternyata bayangan di cermin itu beda. Rachel melihat Andre, Frans dan Reza yang tengah mencari mereka.

"Vero, coba kamu lihat cermin," kata Rachel.

Vero melihat cermin. Dia terkejut. "Loh, itu …."

Vero mendekati cermin. Dia berusaha memukul-mukul cermin, namun anehnya cermin itu tidak pecah. Ketika Vero akan akan memukul kaca dengan kampak, tiba-tiba pintu ruangan itu terbuka. Seorang wanita misterius mencegah Vero.

"Nak, jangan. Jangan lakukan itu!" kata Wanita itu.

Vero terkejut. Dia memandang wanita misterius itu. Wanita itu mendekati Vero dan mengambil kampak ditangannya.

"Saya Ny. Ernest. Pemilik villa ini," kata Ny. Ernest.

Vero keheranan. Dia hanya diam tertegun melihat keramahan Ny. Ernest. Selain cantik, dia juga ramah pada Vero.

"Nak, ayo ajak temanmu keluar. Jangan masuk di sini," ajak Ny. Ernest.

Vero hanya mengangguk. Akhirnya, Rachel dan Vero keluar dari ruangan itu.

Sementara itu, Frans yang dari tadi menunggu Rachel mulai kebingungan. "Andre, Reza … Rachel kemana ya? Tadi katanya ke depan sebentar, koq sudah tiga jam belum kembali?"

"Iya juga ya… dan koq dari tadi aku gak lihat Vero? Kemana dia?" balas Reza.

"Ersa, kamu tahu kemana Vero dan Rachel?" Tanya Andre.

"Rachel tadi kedepan. Tapi kalo Vero … entah kemana dia," kata Ersa.

Frans segera berlari ke teras, namun Vero dan Rachel tidak ada. Frans mencoba ke Villa sebelah, dan berkeliling ke sekitar Villa, namun tetap tak menemukan Vero dan Rachel. Frans kembali ke teman-temannya.

"Bhro, Vero dan Rachel gak ada di depan. Ke Villa sebelah juga kosong, dan aku sudah berkeliling di sekitaran Villa. Tapi tidak ada," kata Frans panik.

Andre dan Reza ikut kebingungan. Mereka akhirnya mencari Vero dan Rachel. Andre membagi jadi dua kelompok. Frans dan Reza mencari di luar daerah Villa, sedangkan Ersa dan Andre mencari di sekitar Villa dengan bantuan Mang Ujang dan Bu Siti.

Andre dan kawan-kawanya masih kebingungan mencari Vero dan Rachel yang menghilang dari villa. Frans dan Reza begitu khawatir akan keselamatan kekasihnya.

"Rachel, … kamu kemana?" kata Frans dalam hati.

"Veroo … veroo … kemana kamu?" teriak Reza dan Ersa.

Mereka bertiga terus berkeliling di sekitar villa dan hutan di sekeliling villa. Sementara mereka bertiga mencari Vero dan Rachel di hutan sekitar villa, Andre dan Mang Ujang mencari di dalam villa. Alangkah terkejutnya Mang Ujang ketika mendengar suara gaduh di balik pintu yang tersegel.

"Nak Andre, … sini!" kata Mang Ujang memanggil Andre.

Andre menuju ke tempat Mang Ujang.

"Ada apa, Mang Ujang?" tanya Andre.

"Nak, ada suara berisik disini," kata Mng Ujang.

Andre mendengarkan secara seksama. Andre terkejut, ternyata dia mendengar suara Rachel. "Mang, kayaknya kita perlu dobrak pintu ini. Cepat ambil linggis, Mang."

Mang Ujang agak ragu. "Nak, serius mau buka ini?"

Andre menatap wajah Mang Ukang dengan wajah serius. "Iya, Mang. Aku serius. Aku mau panggil teman-teman dulu."

Mang Ujang hanya mengangguk. Dia langsung pergi ke gudang mengambil linggis. Andre mengirim pesan pada Ersa, Frans dan Reza. Andre mengatakan bahwa Vero dan Rachel ada di ruangan dalam villa.

Tak berapa lama kemudian, Mang Ujang datang membawa linggis. Andre dan Mang Ujang mencoba memindah lemari besar itu, namun terlalu berat. Mereka berdua tak mampu memindahnya.

Beruntunglah, akhirnya Reza, Frans dan Ersa datang. Dengan bantuan Frans dan Reza, akhirnya lemari besar itu mampu di geser. Andre segera mencongkel kayu yang di paku dengan linggis.

Dengan sekuat tenaga, Andre dibantu Frans akhirnya berhasil membuat kayu tersebut lepas. Frans dan Reza segera mendobrak pintu tersebut. Setelah beberapa kali mencoba, akhirnya berhasil juga pintu itu di dobrak.

Ternyata, di dalam ruangan itu tak ada siapapun. Hanya sebuah gudang tua.

"Aneh? Kenapa tak ada siapapun?" tanya Reza.

"Ndre beneran tadi kamu dengar Rachel dan Vero disini?" tanya Frans.

"Iya, beneran … tadi yang dengar aku dan Mang Ujang," kata Andre.

"Tadi memang ada suara orang minta tolong. Suara perempuan. Kata Nak Andre, itu suara Rachel," kata Mang Ujang mempertegas ucapan Andre.

Frans dan Reza terdiam sejenak. Mereka akhirnya mencari Vero dan Rachel di dalam ruangan itu. Ketika mereka berdiri di depan sebuah benda besar yang di tutup kain hitam, Frans tergoda untuk mengetahui benda itu.

"Nak, jangan dibuka kain hitam itu!" kata Mang Ujang berusaha mencegah Frans, namun terlambat.

Frans menarik kain hitam itu, dan ternyata sebuah cermin rias yang sangat tua. Sebuah cermin seukuran manusia dewasa.

"Nak, ayo cepat ditutup lagi cerminnya. Cermin itu jahat … ," kata Mang Ujang sambil mendekati Frans.

Namun, akhirnya kejadian aneh terjadi. Cermin itu mengeluarkan cahaya putih, dan tampak sepasang tangan besar menarik tubuh Frans. Reza yang ada di dekat Frans berusaha menarik Frans, namun tenaganya tak cukup kuat.

Reza pun ikut terseret ke dalam cermin. Andre segera berlari untuk menolong Reza, namun terlambat. Frans dan Reza hilang masuk ke dalam cermin rias dan cahaya itupun menghilang. Andre tampak lemas, dan Ersa menenangkannya.

Andre begitu bingung. Dia panik melihat teman-temannya hilang.

"Mang Ujang, bagaimana ini?" tanya Andre.

"Nak, kayaknya kita harus masuk ke dunia mereka. Mang Ujang tahu caranya, tapi Mang Ujang gak berani," kata Mang Ujang.

"Apapun itu, Mang. Tolong, bantu aku cari teman-temanku …," kata Andre memohon.

Mang Ujang berfikir. Dia begitu takut masuk ke dunia lain. Dia teringat ketika dia menyelamatkan Siti yang sekarang jadi istrinya.

"Nak, Mang Ujang sudah trauma masuk ke dunia mereka. Mang Ujang hampir mati kala itu. Tapi, Mang Ujang akan bantu kalian. Tunggu sebentar, Mang Ujang pulang ke rumah dulu ambil bekal untuk kalian …," kata Mang Ujang sambil menutup kembali cermin tua itu dengan kain hitam.

Mang Ujang segera pergi ke rumahnya untuk mengambil sesuatu. Sepeninggal Mang Ujang, Andre dan Ersa duduk di ruang tengah. Ersa memeluk Andre yang menangis karena teman-temannya hilang.

"Frans, Reza … kenapa semua harus terjadi? Padahal dari awal aku tak setuju … , tapi … kenapa kalian ngotot? Bagaimana aku harus tanggung jawab?!" kata Andre di tengah tangisnya

"Sayang, tenangin dirimu … ini bukan salahmu," kata Ersa yang memeluk Andre.

"Tapi, Er … akulah yang salah …." Andre menangis dipelukan Ersa.

Setelah satu jam, Mang Ujang dan Bu Siti datang dengan seorang paranormal. Seorang paranormal wanita yang pernah membantu Mang Ujang. Dia bernama Mori.

"Nak, ini Mori, paranormal yang dulu bantu Mang Ujang," kata Mang Ujang memperkenalkan Mori.

Andre dan Ersa berkenalan. Tanpa basa-basi, Mori mengajak Ersa dan Andre ke ruangan di mana cermin itu berada.

"Kalian berdua, waktu kalian singkat. Ini aku bawakan enam kalung kayu buat kalian. Kalung ini untuk menyamarkan kalian di dunia ghaib. Dunia itu seram. Di sana, makhluk halus dapat menyentuh dan membunuh kalian. Berhati-hatilah kalian. Jangan ambil apapun di alam ghaib," kata Mori.

"Lalu, bagaimana cara hancurkan cermin ini?" tanya Andre.

"Kita belum bisa hancurkan cermin itu. Dulu, saya pernah coba. Tapi hasilnya, cermin itu kembali lagi … ,"kata Mori.

Andre terdiam. Ada rasa was-was jika cermin tua itu ada.

"Tapi tenang, nanti aku coba cari caranya. Sudah, ayo kita mulai ritualnya. Saya akan bantu kalian untuk tahan portal ghaib itu, tapi waktunya hanya dua jam. Jadi, kalian cepat ya… dan kami Andre, bawa belati ini. Nanti, belati ini akan bantu kamu hadapi makhluk ghaib. Memang tidak bisa membunuh, tapi hanya membuat mereka lemah dalam waktu yang lama …," kata Mori memberikan belati kayu pada Andre

Andre menerimanya. Tanpa berlama-lama, Mori memulai ritual membuka portal ghaib. Mereka bertiga duduk bersila dan saling berpegangan tangan. Di tengah mereka ada sebuah lilin yang menyala. Mori membaca mantra. Mereka bertiga memejamkan matanya. Sekitar sepuluh menit ritual itu.

"Oke, ritual sudah selesai. Silahkan kalian buka mata kalian, sekarang!" Mori memerintahkan Andre dan Ersa membuka matanya.

Mereka bertiga berada di ruangan rahasia itu, namun Bu Siti dan Mang Ujang tak tampak. Andre kebingungan. "Loh, Mang Ujang dan Bu Siti kemana?"

"Andre, Ersa. Kalian ada di dunia ghaib sekarang. Coba lihat di cermin itu," kata Mori menunjukkan cermin tua di belakng Andre.

Andre melihat cermin itu. Ternyata, dia melihat bayangan Mang Ujang dan Bu Siti yang menunggu di ruangan itu. Andre terkejut. "Kenapa ruangan ini sama?"

"Iya, ruangannya sama. Tapi di luar ruangan ini seuanya berbeda. Sudah … jangan buang- buang waktu. Cepat cari teman-temanmu!" kata Mori.

Andre dan Ersa hanya mengangguk. Ketika akan berjalan, Mori semoat menghentikan mereka sejenak.

"Aku tunggu kalian di sini. Ingat, waktu kalian hanya dua jam. Aku akan jaga kalian di sini. Dan untuk kamu, Ersa. Bawalah selendang ini, dan pastikan selendang ini terikat di pinggangmu." Mori mengikatkan selendang merah di pinggang Ersa. "Ayo, cepatlah kalian cari teman-teman kalian," lanjutnya.

Mereka berdua melangkah keluar ruangn itu. Dan apa ternyata ruangan villa itu masih sama, namun Andre sempat melihat kalender. Ternyata kalender itu tahun 1943.