Untuk sesaat Vero melupakan kejadian malam itu. Mereka makan sambil bercanda riang. Selesai makan, mereka berenam jalan-jalan ke suatu tempat yang indah, yang terletak agak jauh dari villa. Mereka berjalan bersama menikmati keindahan tempat itu, dan sampailah di sebuah tempat yang tinggi, di mana mereka bisa melihat berbagai tempat di sekitar puncak dari atas.
"Wah, indahnya tempat jni… ,' kata Ersa.
"Iya, aku belum pernah ke sini. Udaranya sejuk lagi … ," kata Rachel.
"Eh, lihat … kita bisa lihat berbagai tempat dari tempat ini … ," kata Frans.
Andre dan Reza memandang sekeliling. Mereka kagum akan kendahanan lingkungan sekitar ketika melihat dari atas.
"Wah, tempat ini sungguh romantis," kata Reza.
Reza mendekati Vero. "Say, yuk selfie di sini …." Vero tersenyum pada Reza. Dia merangkul mesra Reza, dan mengarahkan kamera di depan mereka berdua.
Beberapa kali Vero memotret kemesraan di tempat itu. Frans dan Rachel melakukan hal yang sama. Andre dan Ersa hanya duduk berdua sambil tersenyum melihat kemesraan Frans dan Rachel. Andre merangkul mesra Ersa yang menyandarkan kepalanya di bahu Andre.
"Lihat, sayang, menurut kamu, siapa pasangan yang palimg sweet?" tanya Ersa.
"Aku nilai, Frans dan Rachel … dua orang itu bikin baper … ," kata Andre tersenyum.
"Iya, … tapi kamu tahu gak, Say. Vero sebenarnya masih cinta ke Frans," kata Ersa.
"Oh ya?" tanya Andre keheranan.
"Iya, Say. Diam-diam Vero sering memperhatikan Frans. Dia pernah curhat, dia pernah cemburu pada Rachel, karena yang mengenalkan Rachel pada Frans dirinya, namun justru Frans memilih Rachel, bukan dirinya," kata Ersa.
"Yah … namanya cinta, bagaimana kita bisa paksakan cinta? Itu urusan hati …," kata Andre sambil memandang Ersa dengan tatapan mesra.
Ersa membalasnya dengan senyum mesra. Andre membelai lembut rambut Ersa. "Sayang, setelah liburan inj, aku putuskan melamarmu. Aku ingin, kita hidup bersama sampai maut pisahkan kita."
"Owh … so sweet. Iya, Ndre. Aku sudah yakin denganmu. Memang, kadang hubungan kita ini ada pertengkaran, tapi aku menikmati pertengkaran itu sebagai sebuah kemesraan. Aku bersedia, Ndre … ," kata Ersa dengan nada mesra.
Ersa melingkarkan kedua tangannya di tubuh Andre sambil memandang jauh ke depan.
Tak terasa, hari telah siang. Mereka berenam memutuskan untuk makan siang di cafe dekat tempat itu. Mereka duduk di meja besar yang ada di cafe itu. Andre membuka percakapan sambil menunggu pesanan datang.
"Frans, setelah liburan ini, apa yang akan kamu lakukan?" tanya Andre.
"Aku ingin minta restu ayah dan ibuku, Ndre. Mungkin aku pulang kampung mau kenalin Rachel ke ayah dan ibu," kata Frans tertawa kecil dan mencubit mesra pipi Rachel.
"Iiih, … belum resmi koq sudah suka colak colek … ," balas Rachel mencubit mesra Frans.
Vero memandangi Frans dan Rachel dengan wajah jutek. Dia tampak cemburu pada Rachel. Andre melihat itu, dan berkata, "Reza, kalo kamu setelah liburan ini apa rencanamu?"
"Uhm … aku belum ada rencana apapun …," kata Reza terputus.
Pelayan mengantarkan hidangan yang mereka pesan. Setelah pelayan itu pergi, mereka melahap hidangan yang mereka pesan. Vero sesekali mencuri pandang pada Frans. Frans yang tahu jika di pandangi Vero tersenyum manis. Vero balas senyuman Frans dengan senyuman manisnya.
Sambil makan siang, sesekali Reza menunjukkan kemesraanya pada Vero. Dia menyuapi Vero. Andre, Ersa, Frans dan Rachel tertawa kecil. Frans berkata pada Vero, "Vero, semoga kamu berjodoh ya sama Reza."
"Iya Vero, tuh Reza mau serius loh sama kamu," timpal Ersa mengingatkan Vero
Vero hanya diam berusaha tersenyum, walau rasa cemburunya begitu menyakitinya. Reza mencium kening Vero. "Vero, aku ingin serius bersamamu. Aku akan melamarmu segera, Vero."
Vero tersentak. Dia berusaha tersenyum pada Reza. "Uhm … Reza, aku belum siap," balas Vero yang masih mengharap Frans.
"Iya, gak apa-apa. Aku tetap akan menemui ibumu untuk berniat serius …," balas Reza dengan tersenyum manis.
Vero terdiam dan berusaha tersenyum. Mereka segera menghabiskan hidangan itu. Setelah makan siang, mereka tak berlama-lama di cafe itu.
Mereka berenam segera kembali ke villa. Perjalanan agak jauh. Setelah nejelang petang, mereka baru tiba di villa. Tampak Bu Siti dan Mang Ujang sibuk membersihkan villa. Mereka menyambut Andre dan kawan-kawannya dengan sangat ramah.
Sepeninggal para wanita, Andre baru teringat akan sebuah cermin misterius. Dia langsung mengambil cermin itu, dan menemui Bu Siti.
"Bu, ini cermin punya Dewi. Semalam tertinggal di kamar," kata Andre memberikan cermin antik itu.
Bu Siti terkejut. "Loh, ibu gak ada keluarga bernama Dewi. Dan, cermin itu… ibu gak kenal."
"Ibu gak tahu?" tanya Andre.
"Gak, Nak. Ibu gak kenal dengan Dewi. Anak ibu itu laki laki, itu yang membantu Mang Ujang. Dia namanya Asep," kata Bu Siti menunjuk anak remaja yang membantu suaminya.
Andre terkejut. "Uhm … jadi, Dewi itu siapa?"
"Entahlah, Nak. Ibu gak faham. Oh ya, ibu mau siapkan makan malam dulu. Permisi, Nak," kata Bu Siti segera pergi ke dapur.
Andre akhirnya beristirahat di ruang tengah bersama Reza dan Frans. Reza heran melihat Andre memegang cermin antik. "Ndre, itu cermin punya siapa? Koq antik betul?" Frans meminjam cermin itu dari Andre. Dia mengamatinya. "Aneh …, ini cermin koq msih bagus ya? Padahal ini cermin antik betul …."
"Entahlah … aku semalam di datangi seorang gadis. Cantik sekali. Dia bernama Dewi. Katanya dia anak pelayan di villa ini. Tapi … Bu Siti tak mengenalinya," kata Andre.
Reza dan Frans keheranan. Mereka berdua berkata, "Loh … kamu serius?"
"Iya … aku serius," balas Andre.
"Aneh … kami berdua tak melihat apapun," kata Frans heran.
Mereka bertiga terdiam. Akhirnya merwka melupakan masalah cermin tadi. Mereka kembali saling bercerita sambil menunggu makan malam.
Ketika hari mulai malam, Bu Siti pamit dan mengatakan makan malam telah siap. Frans memanggil Ersa dan lainnya untuk mengajaknya makan malam bersama. Vero tampak begitu senang ketika Frans mengunjungi mereka. Di meja makan, Vero duduk di sebelah Frans. Dia sering mencuri pandang pada Frans.
Selesai makan malam itu, Vero kembali mendengar suara-suara dan bisikan-bisikan mengerikan. Buru-buru Vero menghabiskan makan malamnya. Teman-temannya heran. Ersa sebagai sahabat dekatnya bertanya,"Vero, kamu kenapa?"
"Ersa, aku … ," kata Vero terputus.
Vero melihat Dewi berjalan ke ruang tengah. Tatapan mata Dewi tampak tajam dan membencinya. Vero yang merasa tak nyaman justru menyendiri di teras villa.
Vero duduk di kursi teras. Ketika merenung, Vero mendengar suara aneh memanggil dirinya.
"Vero … vero …." Suara itu tampak parau.
Vero melihat-lihat sekitar. Namun tak ada orang. Suara itu terdengar makin keras. Vero makin ketakutan. Ketika dia hendak bangkit dari duduknya, Vero menabrak Rachel yang kala itu hendak keluar. Minuman yang di bawa Rachel tumpah mengenai bajunya.
"Vero … kamu kenapa? Koq jalan gak lihat-lihat? Nih bajuku kotor!" kata Rachel dengan nada tinggi.
"Ma-- maaf. Aku takut disini …," kata Vero.
Rachel keheranan. "Takut apa? Gak ada apa-apa di sini."
"Rachel, percaya deh sama aku, tadi ada suara-suara aneh…. Dan …." Vero menghentikan ucapannya. Dia kembali mendengar suara-suara aneh … "Tuh, dengar! Kamu dengar suara itu?" lanjutnya.
Rachel mengernyitkan dahi, pasang kuping. Namun, dia tak mendengar apapun. Rachel hanya menggeleng. "Vero, jangan mulai deh! Jangan takut-takuti aku!"
"Rachel, serius aku ini!" balas Vero dengan nada tinggi.
"Udah ah, masuk sini! Ngaco kamu …," ajak Rachel menarik tangan Vero.
"Nggak!!" bentak Vero.
Vero menepis kasar tangan Rachel dan berlari keluar. Rachel pun mengejarnya. Vero terus berlari ke hutan, dan Rachel terus mengejarnya.
Agak jauh Rachel dan Vero masuk ke dalam hutan, hingga mereka berdua tersesat. Vero dan Rachel terpisah. Namun, anehnya kabut tipis mendadak turun menyelimuti mereka.
"Aneh, siang-siang begini ada kabut … ," kata Rachel dalam hati.
"Veroo ….Veroo … dimana kamu?" teriak Rachel sambil berjalan mencari Vero.
Sementara Rachel terus mencari Vero, Vero yang terpisah merasa kebingungan. Vero menangis di tengah hutan.
"Racheel … Racheel … dimana kamu?!" teriaknya sambil menangis.
Vero terus berjalan menembus kabut tipis. Karena kelelahan, Vero duduk di sebuah gubuk sambil menangis. "Aku ada di mana? Kemana teman-temanku?"
Ketika tengah merenung, datanglah seorang wanita misterius. Dia mendekati Vero, dan menepuk lembut pundaknya. "Nak, kamu tersesat?" tanya wanita itu.
"I-- iya, … anda siapa?" tanya Vero.
"Aku Eni… , kamu ikut ke rumahku aja, yuk …," ajak Eni.
"Uhm …, tapi … aku mau cari teman-temanku …," kata Vero.
"Sudah, ikut aja … disini seram. Bebahaya …," kata Eni.
Vero seperti tak punya pilihan lain. Akhirnya, dia ikut dengan Eni. Sementara itu, Rachel yang terus berjalan mencari Vero akhirnya sampai di sebuah gubuk. Dia melihat ada sapu tangan Vero yabg tertinggal di gubuk itu.
"Loh,... Ini sapu tangannya Vero … berarti … Dia tadi di sini …," bathin Rachel.
Rachel meneliti sekitar gubuk, dan tampak ada jejak kaki yang masih baru. Vero mengikuti jejak kaki itu, dan terus berteriak memanggil Vero.
Sayup sayup Vero mendengar suara Rachel. Vero menghentikan langkahnya. Eni heran melihat Vero. "Nak, ayo … jalan terus. Rumahku masih jauh …. "
"Eni, aku dengar suara temanku … ," kata Vero.
"Sudah!! Jangan perdulikan! Ayo cepat!!" ajak Eni sambil menarik paksa tangan Vero.
"Nggak! Aku mau sama temanku!" balas Vero sambil berkata dengan nada tinggi.
"Sudah! Cepat!! Temanmu pasti sudah mati di hutan!!" kata Eni dengan mata melotot dan wajah menyeringai.
Wajahnya berubah menjadi mengerikan. Mukanya yang awalnya bersih menjadi busuk, dan darah keluar dari wajahnya. Kulitnya menjadi pucat. Vero berteriak ketakutan.