Vero masih mendengar suara-suara aneh. Karena tak nyaman, Vero buru-buru selesaikan makan siangnya dan pergi. Rachel mengejarnya.
"Vero, kamu koq buru-buru pergi? Kenapa?" tanya Rachel.
"Chel, aku gak nyaman di villa ini. Ada yang gak beres … ," kata Vero.
Rachel heran. "Memangnya ada apa?"
Reza yang baru selesai makan mendatangi Vero dan Rachel. Reza mulai penasaran dengan sikap Vero.
"Sayang, kamu kenapa sebenarnya?" tanya Reza.
"Reza, aku pingin pulang. Villa ini gak beres … . Aku takut," kata Vero dengan suara lirih.
"Yah, kamu ini … baru tadi pagi sampai masak mau pulang? Udah deh … jangan merajuk lagi. Gak enak aku sama temen-temen. Lagian, kan ada temen juga kamu, ini Ersa sama Rachel. Udah deh, kita hanya dua hari aja koq disini … ," balas Reza dengan sedikit emosi.
Rachel merangkul Vero, dan menenangkannya. "Iya, Vero. Kamu tenang aja di sini … kan ada aku dan Ersa," kata Rachel menimpali.
Vero diam. Dia menghela nafas panjang, dan akhirnya mengngguk dengan terpaksa. Akhirnya, Vero kembali berkumpul dengan teman-temannya di ruang tengah villa utama.Rupanya, semuahya selesai makan siang. Ketika Bu Siti hadir untuk memasak makan siang, dia terkejut melihat cucian piring di dapur.
"Loh, koq banyak sekali piring kotor? Padahal kan aku belum masak makan siang?" tanyanya dalam hati.
Bu Siti terdiam sejenak. Dia hanya menggelengkan kepalanya. Namun, pikiran yang tidak tidak segera di tepiskannya.
"Ah, mungkin saja mereka tadi beli makan di luar. Ya sudah, biar aku bereskan piring-piring kotor ini" pikirnya.
Akhirnya, Bu Siti mulai mencuci piring-piring kotor di dapur, dan setelahnya, Bu Siti mulai membersihkan halaman villa. Di ruang tengah, mereka ber enam tangah bercengkrama dan bercanda. Frans menceritakan awal pertemuannya dengan Rachel.
Rachel tertawa mengingat kejadian lucu ketika pertemuan awalnya dengan Frans. Reza pun tidak ketinggalan. Di ceritakan awal ketika bertemu dengan Vero. Vero hanya diam, namun dalam hatinya dia merasa cemburu pada Rachel.
"Aku mengharap cinta Frans, tapi malah Rachel yang dipilih," katanya dalam hati.
Vero tersenyum berusaha sembunyikan kecemburuannya. Ketika tengah berada di ruang tengah, Bu Siti mengantar minuman untuk Andre dan teman-temannya.
"Bu Siti, terima ksih loh ya. Tadi masaknnya enak banget, dan pas ketika kita baru datang, masakan sudah dihidangkan," kata Andre pada Bu Siti.
Sejenak Bu Siti terdiam. "Waduh … makanan tadi … Berarti … siapa yang masak makanan tadi?" tanyanya dalam hati. Namun Bu Siti berusaha membuat Andre dan teman-temannya tenang. Dia segera menguasai dirinya.
"Oh ya, Nak. Tadi … uhm … kebetulan ibu kemari, eeh kalian tidak ada. Jadi, sambil menunggu kalian, ibu masakin makan siang," kata Bu Siti dengan perasaan sedikit gugup.
Andre manggut-manggut. Bu Siti hanya tersenyum. "Nak, silahkan di minum tehnya," katanya dengan nada ramah.
"Iya, Bu Siti. Terima kasih ya …," balas Andre tersenyum manis.
Bu Siti segera berlalu. Sementara Andre dan kawan-jawannya di ruang tengah, Bu Siti terus memikirkan kejadian barusan.
"Koq bisa, ada masakan? Padahal … aku kan belum masak … ," bathinnya.
Sepeninggal Bu Siti, Andre dan kawan-kawannya masih asyik di ruang tengah.
Ketika hari mulai petang, mereka memutuskan makan di halaman villa. Di tengah villa itu memang ada semacam pendopo. Mereka makan malam di sana dengan nuansa alam terbuka. Sesekali mereka tampak mesra dengan pasangannya sendiri - sendiri.
"Wah, nyaman sekali suasana di villa ini," kata Frans.
"Iya, serasa makan malam yang romantis," kata Reza sambil merangkul mesra Vero.
Namun, Vero begitu cemburu melihat Frans menyuapi Rachel dengan mesra. Dalam hatinya, Vero berkata, "Sial! Kenapa harus Rachel yang dipilih Frans?"
Ersa iseng memotret kemesraan Frans dan Reza.
"Wah, gimana kalo besok kita adain lomba siapa yang paling bikin baper. Frans lawan Reza," kata Ersa bercanda.
Mereka tertawa terbahak bahak. Setelah selesai makan malam, mereka tetap berkumpul di pendopo itu. Mereka bercerita dan bercanda hingga malam hari.
Setelah hampir larut malam, mereka berenam masuk ke dalam villa. Para wanita di villa sebelah, sedangkan pada pria di villa utama. Frans, Andre dan. Reza masuk ke kamar sendiri-sendiri. Mereka segera terlelap, sementara Andre masih belum mengantuk. Dia memposting foto mesra dirinya di instagram.
Tiba-tiba terdengar pintu di ketuk. "Ya, sebentar … ," kata Andre tanpa menaruh rasa curiga.
Andre membuka pintu kamarnya. Andre terkejut, ternyata seorang wanita cantik membawakan makanan kecil untuk dirinya. "Maaf, … anda siapa?"
"Saya Dewi, anak pelayan di villa ini … ," kata Dewi.
"Oh, saya Andre. Pemilik villa ini. Makasih ya, tapi … teman-temanku bagaiamana?" tanya Andre..
"Teman-teman sudah saya antar tadi. Nh saya antar ini khusus buat anda, pemilik villa," kata Dewi tersenyum manis.
Andre tersenyum manis. "Wah terima kasih. Senang kenal sama Dewi."
"Sama-sama. Oh ya, uhm … saya permisi dulu, Tuan. Selamat malam,," kata Dewi tersenyum manis.
Andre tersenyum manis. Dia menaruh hidangan itu di meja kamarnya. Namun, ternyata ada cermin kecil kuno yang misterius di mejanya.
"Uhm … pasti ini punya Dewi," bathin Andre.
Andre hendak mengembalikan cermin itu, tetapi Dewi sudah tidak nampak. Dia tutup pintu kamarnya, dan kembali merebahkan dirinya. Dia tersenyum kagum akan kecantikan Dewi.
"Dewi, cantik sekali dia. Tapi ...gak! Aku sudah ada Ersa dan aku janji akan tetap setia sama Ersa," bathin Andre.
Andre memandangi cermin itu. Dia heran, bagaimana di kamarnya ada cermin kecil yang begitu antik. Andre tetap berfikir itu milik Dewi, keluarga dari Mang Ujang dan Bu Siti.
"Uhm … biar besok aja aku tanyakan ke Bu Siti, siapa tahu Bu Siti akan mengembalikannya pada Dewi," bathinnya.
Andre menaruh cermin tua itu di meja, lalu menyantap makanan kecil itu. Setelah menyantap sedikit, Andre mulai mengantuk, dan akhirnya terlelap.
Tengah malam, di villa tempat Ersa menginap, Vero berusaha untuk terlelap. Ersa dan Rachel telah tertidur pulaa. Vero terus mencoba memejamkan matanya, kendati dia terus mendengar suara-suara aneh dan bisikan-bisikan teror.
"Vero … kemari, Nak. Kemarilah …." Suara parau dan datar itu terus terngiang di telinganya.
Vero berusah menutup telinganya dengan bantal, namun suara itu tetap terdengar jelas. Setelah berusaha dengan keras, Vero pun akhirnya mulai terlelap. Namun, dia kembali terbagun ketika dia mendengar suara pintu kamar di gedor.
'Brengsek!! Siapa sih?!" gerutu Vero.
Dengan lemas, dia berjalan menuju pintu yang di gedor. Dia buka pintu kamarnya, dan Vero kembali terbelalak, karena tidak ada seaeorang.
"Aneh, koq gak ada siapa-siapa ya?' bathinnya.
"Heh!! Siapa yang tadi gedor-gedor?! Gak sopan tahu!!" bentak Vero sendirian.
Vero pun kembali menutup pintu kamarnya, dan langsung ke tempat tidur. Dia kembali memejamkan matanya. Namun, dia merasa tidak berbaring sendiri. Dia membuka matanya, dan alangkah terkejutnya ketika dilihatnya ada wanita yang berbaring di sebelahnya. Wajahnya pucat dan matanya melotot.
*AHHH …. HANTU!!" teriak Vero yang langsung terloncat dan spontan berlari ke arah pintu.
Hantu itu terus merangkak mendekatinya. Vero begitu panik, sampai-sampai dia lemas. Vero hanya bisa berteriak.
"TOLONG!! … TOLONG!!...PERGI!!! JANGAN GANGGU AKU!!" Vero melemparkan benda apapun di dekatnya karena ketkutan, sehingga kamar menjadi gaduh.
Sementara itu, Ersa yang kamarnya bersebelahan dengan Vero terbangun mendengar teriakan dan tangisan Vero.
"Duuh, Vero … malam-malam gini koq teriak-teriak?" gerutu Ersa dalam hati.
Ersa berjalan sambil setengah mengantuk menuju ke kamar Vero. Ersa terkejut mendengar suara gaduh.
Ersa segera membuka pintu kamar.
"Vero!! Apa yang kamu lakukan?" tanya Ersa keheranan.
Vero menoleh ke arah Ersa. Dia segera berlari dan memeluk Ersa. Vero menangis di pelukan Ersa.
"Ersa … disini ada hantu. Aku takut …," kata Vero yang menangis di pelukan Ersa.
"Sssh...sh..sh…, tenang Vero. Aku sudah di sini," kata Ersa menenangkan.
"Ersa, temani aku tidur …," pinta Vero sambil menangis.
Ersa membelai lembut rambut Vero.
"Iya, Vero. Aku akan temani kamu …," kata Ersa. "Yuk, ke kamarku aja. Kita tidur di kamarku aja …," lanjutnya mengajak Vero.
Ersa menggandeng Vero kekamarnya. Vero begitu ketakutan. Ersa memberi minuman untuk Vero sebelum tidur. Seyalh Vero tenang, mereka berdua berbaring di tempat tidur. Vero yang masih mendengar suara-suara menutup telinganya dengan bantal. Sejam kemudian, dia terlelap.
Keesokan paginya, Vero tampak lebih pendiam. Keceriaannya hilang. Rachel dan Ersa yang habis lari pagi heran dengan sikap Vero yang tak biasa.
"Vero, kamu kelihatan kurang tidur, kenapa?" tanya Ersa.
"Entahlah, Er. Aku semalam terganggu. Aku dengar suara-suara aneh … ," kata Vero.
Ersa keheranan. "Loh, semalam kan kamu tidur sama aku, apa masih dengar suara-suara itu?"
"Iya, Ersa … aku masih dengar. Baru sejam aku terlelap …," kata Vero.
"Vero … kamu jangan pikirkan itu … ," kata Rachel.
"Gak bisa! Aku maunya gak perduli … tapi makin lama makin keras…," kata Vero dengan nada tinggi.
Vero kembali memandang ke suatu tempat di sudut villa. Vero berteriak. "Kyaa!!! …. "
Vero bangkit dari duduknya dan berlari masuk kamar. Di menutup matanya dengn bantal dan menangis. Ersa dan Rachel menyusul Vero. Ersa memeluk Vero untuk menenangkannya. "Vero, kamu kenapa? Kamu lihat apa?"
"Ersa … aku lihat hantu …," kata Vero.
"Hantu? Hantu apa pagi-pagi gini?" tanya Ersa.
"Ada … ada hantu tanpa kepala … ," kata Vero.
"Sudah, Vero. Kamu tenang. Gak ada apa-apa … ," kata Rachel.
Tak lama kemudian, Reza datang mengajak Vero, Rachel dan Ersa untuk sarapan pagi. "Yuk, kita sarapan pagi. Habis ini, kita jalan-jalan …," ajak Reza.
"Iya, Rez. Sebentar. Ini Vero nangis. Semalam dia tak bisa tidur …," kata Ersa.
Reza heran. "Kenapa?"
Ersa akhirnya menjelaskan. "Reza, semalam aku lihat Vero mondar mandir keluar masuk kamar. Dia seperti ketakutan. Dia bilang mendengar suara-suara aneh … , dan tadi katanya da melihat hantu …."
Reza heran. "Hantu? Pagi-pagi buta begini?"
"Iya. Aku juga heran, kenaoa koq Vero sering melihat penampakan di sini?" tanya Rachel.
Reza mendekati mereka bertiga.
"Ersa, Rachel, kamu pergi ke Villa utama. Biar Vero aku bujuk," kata Reza.
Ersa melepaskan pelukannya, dan berjalan bersama Rachel. Reza duduk di dekat Vero yang masih menangis. Reza memeluknya dan membelai lembut rambutnya.
"Reza, ayo kita pulang … aku takut di sini," kata Vero menamgis di pelukan Reza.
"Vero, tenang. Kamu yang tenang ya. Aku akan ada buat jaga kamu … ," kata Reza dengan nada lembut.
"Tapi, Reza … aku takut," kata Vero ketakutan.
"Sssh … tenang, Say. Aku akan jagain kamu. Aku akan jagain kamu dari apapun yang ngeganggu," kata Reza.
Vero masih menangis..Reza tetap membujuknya. "Ayo, Say. Kita bergabung dengan lainnya. Nanti kita jalan-jalan …."
Vero terdiam. Tangisnya mulai reda.
"Udah, yuk kita sarapan. Kita bergabung dengan lainnya," ajak Reza.
Vero hanya mengangguk. Dia menyeka sisa air matanya, dan berusaha tersenyum pada Reza. Mereka berdua segera ke villa sebelah untuk bergabung dengan lainnya.
Sesampainya di villa utama, mereka makan pagi bersama.