Pada malam harinya, ketika Andre makan malam bersama keluarganya, Andre memberikan surat misterius kepada ayahnya.
"Pa, Andre tadi menemukan surat ini di kantor. Papa ingat kan sama Paman Victor?" tanya Andre.
Papanya membaca surat itu. Dahinya mengernyit. "Uhm, … iya sih. Dulu memang Kakek ada Villa. Ketika itu, papa masih belum menikah dengan mamamu. Iya, itu villa kakek. Karena hanya Victor yang di sana, villa itu di wariskan pada Paman Victor."
"Tapi, Pa … koq aku gak tahu?" tanya Andre.
"Dahulu, villa itu mau di jual Victor, namun papa gak oernah dengar kabarnya. Kabar terakhir, Villa itu tidak ada yang mau membelinya. Entah karena apa, akhirnya ya begini. Villa itu hanya menganggur, tak ada yang menyewa, tak laku di jual, dan hanya jadi villa yang menanggur, walau di dalamnya indah," jawab ayahnya Andre.
Andre manggut manggut. Dia akhirnya mengerti, mengapa villa itu baru dia ketahui sekarang.
Sementara itu, di sebuah cafe tampak Frans dan Rachel tengah makan malam berdua. Sambil makan malam, Frans mengungkapkan mksud hatinya mengajak Rachel berlibur. "Chel, aku mau ajak kamu berlibur le puncak. Nanti kita berangkat dari rumahku. Gimana?"
"Uhm … berlibur? Boleh sih. Tapi kapan nih?" tanya Rachel.
"Minggu depan. Mau, ya?" tanya Frans.
Rachel terdiam.sejenak. Dia berfikir.
"Oke. Tapi kita menginap di mana?" tanya Rachel.
"Tenang, Andre punya villa. Kita nanti nginap di sana. Nanti kamu ada temen koq, Vero dan Ersa," kata Frans.
"Ya sudah. Aku setuju," balas Rachel tersenyum manis.
Mereka berdua berpandangan dan saling senyum. Frans menantap mesra Rachel, dan menggenggam.tangannya.
"Rachel, aku sangat menyayangimu. Aku, akan lamar kamu secepatnya … ," kata Frans dengan nada mesra.
"Frans, aku juga menyayangimu. Aku tentu senang menerima lamaranmu … ," balas Rachel dengan senyum manis.
Frans mengeluarkan hadiah, berupa kalung. Frans bangkit, dan memakaikan kalung yang dia bawa ke leher Rachel. Rachel begitu senang menerima hadiah dari Frans. Dia memegang lembut tangan Frams di pundaknya.
"Kalung yang bagus. Terima kasih, Frans," kata Rachel dengan nada mesra.
"Iya, Chel. Aku senang sekali buat kamu bahagia," kata Frans.
Rachel bangkit, dan mengajak Frans untuk pulang malam itu.
Waktu terus berlalu, hingga tanpa terasa, seminggu berlalu. Pagi itu, Di rumah Frans, tampak Reza bersama Vero, Andre bersama Ersa, dan juga Rachel.tengah berkumpul di rumah Frans. Mereka telah mempersiapkan berbagai perlengkapan sebelum berlibur.
"Oke, perlengkapan sudah semua masuk ke mobil?" tanya Reza.
"Sudah, pak sopir … ," balas Frans dengan nada bercanda.
"Hahaha … kamu tuh Frans. Ada aja deh … ," kata Reza tertawa.
Mereka semua masuk ke dalam mobil minibus. Dan tak lama kemudian, Reza yang jadi driver segera menyalakan mesin, dan berangkatlah mereka ke Villa di puncak.
Setelah perjalanan selama sekitar tiga jam, akhirnya sampailah mereka di Villa Roses. Sebuah komplek villa yang sebenarnya ada dua bangunan dalam satu komplek. Di sana, mereka di temui Mang Ujang dan Bu Siti, sepasang suami istri yang ternyata di percaya merawat villa itu. Perawat taman itu ternyata mengenali Andre sebagai keponakan Victor.
"Uhm, ini dengan Nak Andre?" tanya Mang Ujang.
"Iya, saya Andre … keponakan Paman Victor," jawab Andre.
"Saya Mang Ujang," kata Mang Ujang memperkenalkan diri. "Dan, ini Siti, istri saya. Dia sering bersih-bersih di Villa. Saya yang merawat kebun, Nak."
Andre manggut-manggut. Mereka akhirnya masuk ke villa di antar oleh Mang Ujang. Mang Ujang menjelaskan detil villa itu, hingga sampailah di bagian belakang. Di salah satu villa, ada satu pintu yang tak boleh di buka. Pintu itu di gembok, dan ditutup oleh almari yang sangat besar.
Andre penasaran. "Pak, di balik almari ada pintu yang di tutup, bahkan di paku. Kenapa?"
Mang Ujang melihat sesaat, namun tak menjawab. "Sudah, Nak. Biar aja. Mang Ujang gak tahu. Dari awal Mang Ujang kerja, sudah begitu atuh, Den."
Andre merasa penasaran. Dia nekat mendekati pintu itu, namun di cegah Mang Ujang. "Nak, jangan. Pamanmu tidak mengijinkan siapapun membuka pintu itu. Dia yang menyegel pintu itu, Nak."
Andre tetap ngotot. "Tapi mang …."
Mang Ujang membujuk Andre. "Nak, sudah. Temen-temennya nungguin tuh. Temui mereka aja, Nak. Kasihan tuh temen-temennya."
Kali ini Mang Ujang berhasil membujuk Andre. Andre mengerti, dan kembali menemui teman temannya.
"Teman-teman, villa ada dua. Nah, bagaimana jika aku, Frans dan Reza di sini, nanti Rache dan Vero bersama Ersa di villa sebelah," kata Andre sambil memberikan kunci villa sebelah. "Ersa, kamu ajak Vero dan Rachel ke Villa sebelah. Nanti di setelah ini kita makan siang bersama."
"Iya, Say," kata Ersa. Ersa langsung mengajak Vero dan Rachel ke villa sebelah. Sepeninggal Ersa dan dua temannya, Andre, Frans dan Reza mengatur barang-barangnya. Andre banyak mrmerenung. Rupanya, rasa penasaran. Akan ruangan yang di segel semakin besar. Ketika dia termenung, Frans menepuk pundaknya. "Yee, koq kamu melamun? Kenapa?" Frans dan Reza heran.
Andre gugup. "Uhm … anu … anu …."
Reza tertawa. "Yee, … masak anu aja?"
Frans menimpali sambil tertawa. "Anu … apa? Batman?"
"Uhm … bukan apa-apa. Baiklah, kita siapkan makan siang. Yuk … ," kata Andre.
Mereka bertiga kumpul di ruang tengah. Frans yang kebetulan mampu bermain gitar menyanyikan sebuah lagu. Ketika tengah asyik menyanyi, Ersa, Vero dan Rachel bergabung.
"Ciye … , sang pengacara ternyata penyanyi yang handal," kata Ersa bertepuk tangan.
"Cowok aku lah … . Say, nyanyi lagu kita dong, please … ," pinta Rachel.
"Oke …," jawab Frans.
Rachel tersenyum manis, namun dalam hati, Vero cemburu. "Hhh … dasar! Kenapa harus Rache?" katanya dalam hati dengan memaksakan senyuman.
Frans pun mulai menyanyikan lagu itu. Sementara Frans menyanyi, ternyata Vero mendengar suara lirih wanita memanggil dirinya. "Vero … vero …." . Vero yang mendengar suara itu berbisik pada Ersa, "Sa, kamu dengar suara-suara?"
Ersa bingung. "Eh, suara apa?" katanya dengan nada lirih.
"Suara wanita, memanggilku …, " bisik Vero.
"Aku gak dengar apapun, Vero ," bisik Ersa.
Rupanya, bisikan Vero pada Ersa di dengar Rachel. Rachel mendadak mendekati Vero dan Ersa. "Hei, kalian kenapa berbisik? Ada apa?" tanya Rachel.
"Rachel, tadi kamu dengar suara wanita?" tanya Ersa.
Rachel heran. "Suara wanita? Kayaknya yang wanita hanya kita bertiga, deh. Lagian pengawas Villa sudah pulang, kan?".
"Nah itu dia, gak mungkin kalo kita bertiga. Suaranya beda … ," kata Vero.
Rachel berfikir sejenak, namun akhirnya dia berkata pada Vero dan Ersa, "Udah, nikmati aja liburannya. Gak usah mikir aneh-aneh."
Vero dan Ersa diam sejenak. Akhirnya, mereka kembali berkumpul di ruang keluarga. Setalah Frans menyanyikan dua lagu, Andre membuka percakapan.
"Teman-teman, di sini banyak pemandangan indah. Bagaimana kalo kita keluar sejenak," ajak Andre.
"Oke, aku setuju, bagaimana?" balas Reza.
Semua setuju. Mereka berjalan dengan pasangan masing-masing. Mereka berenam berjalan di perkebunan di sekitar villa. Banyak bunga indah di sana. Frans dan Rachel sibuk Selfie berdua. Begitupula Andre dan Ersa. Namun, tidak dengan Reza dan Vero. Mereka terlibat pembicaraan serius.
"Reza, aku agak takut di villa ini," kata Vero.
"Takut? Kenapa?" tanya Reza.
Vero terdiam. Dia coba atur nafas mengingat kejadian tadi.
"Reza, tadi waktu aku menaruh barang-barang di kamar, aku lihat ada perempuan lain. Dia seusia kita, tapi dia tak bicara. Hanya memandangku dengan tatapan benci. Aku kira, dia pelayan villa. Tapi, aku ingat ingat, pelayan villa kan hanya Mang Ujang dan Bu Siti," kata Vero.
Reza mengernyitkan keningnya. "Uhm, iya sih. Lalu, Ersa dan Rachel melihatnya?"
"Enggak, Reza. Mereka tak ada yang melihat," kata Vero.
"Uhm … apa kamu gak salah lihat?" tanya Reza.
"Gak lah, beneran aku lihat dia," kata Vero meyakinkan.
Reza merangkul mesra Vero, dan berusaha menenangkannya. Dia belai lembut rambut Vero.
"Vero, kamu jangan takut … kan ada aku, dan kawan-kawan …," rayu Reza.
Vero melingkarkan tangan di pinggang Reza dan tersenyum. "Iya, Reza sayang."
"Yuk, kita bergabung dengan yang lainnya," ajak
Mereka akhirnya berjalan menyusul teman temannya yang tengah menyusuri halaman luas sekitar villa. Frans dan Andre memfoto objek sekitar villa sambil sesekali bermesraan dengan pasangan masing-masing.
"Reza, Vero … kalian tadi koq gak bergabung?" tanya Andre ketika melihat Reza dan Vero yang baru tampak.
"Uhm …, " kata Reza memandangi Vero.
Vero hanya memberi isyarat untuk tak menceritakan apa yang dia bicarakan dengan Reza.
"Uhm … tadi Vero mau ambil handphone. Dia lupa …," kata Reza mengarang alasan yang pas.
"Oh, kiarain ada apa. Sayang loh kalo nginap di villa gak lihat pemandangan ini … ," bals Andre.
"Yuk, Vero. Kita nikmati liburan ini … ," ajak Reza.
Vero hanya mengangguk, dan bergabung dengan kawan kawannya. Mereka berenam begitu menikmati liburan di puncak. Setelah puas berkeliling ketika siang hari, mereka berenam kembali ke villa.
Andre mengajaknya makan siang. Mereka berenam menuju ke ruang makan di villa utama, dan ternyata telah tersedia hidangan makan siang di meja. Mereka semua merasa riang, namun Andre merasa janggal. Dia terdiam sejenak.
"Loh, koq makan siang sudah ada?" Kata Andre dalam hati.
Ersa menepuk pundak Andre. "Sayang, kamu koq diam?"
Andre menghela nafas. " Say, aku ngerasa aneh aja. Bukannya Bu Siti dan Mang Ujang dari tadi tidak ada."
"Tapi, kan mereka mungkin tadi kemari waktu kita keluar tadi," balas Ersa menenangkan Andre.
"Iya, Ndre. Jangan kebawa suasana," kata Frans tersenyum.
"Teman-teman, tapi tadi a-- " kata Vero yang di putus oleh Reza.
"Say, jangan mulai, deh. Jangan rusak liburan kita," kata Reza memutus ucapan Vero.
"Tapi, …." Vero mencoba berkata dan di pangkas kembali oleh Rachel. "Sudah … ayo kita makan, Vero. Sayang nih …."
Akhirnya mereka berenam makan siang bersama. Andre yang semula ragu mulai melupakan keraguannya. Namun tidak dengan Vero.