23.55
"Kayaknya gawat nih."
"Bukan kayaknya lagi, Komandan."
Ledakan besar belum lama ini menghancurkan tenda raksasa menjadi abu. Entah bagaimana nasib orang-orang yang ada di dalamnya.
Namun ksatria yang ada di luar tidak punya waktu untuk mengkhawatirkan mereka. Karena segera setelah terjadi ledakan muncul makhluk-makhluk aneh yang kelihatannya tidak mungkin bersahabat.
"Apa kau tahu apa itu?"
"Entahlah."
"Tidak berguna."
"Anda sama saja."
Sesosok makhluk berbentuk kuda raksasa menerjang ke arah mereka, berusaha untuk menembus formasi pengepungan. Tubuhnya yang hitam legam berukuran hampir empat meter. Di atas punggungnya ada ratusan mata mengintip ke segala arah.
"Oi, oi, gawat nih."
"Mau coba?"
"Silahkan."
"Anda ingin saya mati? Silahkan Komandan dahulu."
"Cih."
Bukannya menghindar sang Komandan justru ikut menerjang ke arah monster kuda. Keduanya hampir saja bertabrakan. Pada saat-saat terakhir sang Komandan berhasil mengelak ke samping seraya melakukan tebasan vertikal.
Si monster meringik kesakitan. Luka yang dihasilkan amatlah dalam. Namun hal ini masih belum cukup untuk menghentikan si monster.
"Sekarang giliranmu!"
"Ya Tuhan ...."
Berbanding terbalik dengan keluhan-keluhannya, sang Ajudan juga berlari ke arah monster sama seperti atasannya. Lalu ia melompat dan melakukan gerakan akrobatik di udara.
[Teknik Dewa Perang : Gerakan ke-3]
Sang Ajudan mendarat dengan anggun sebelum akhirnya meletakkan pedangnya kembali ke tempat semula.
"GRAAAA!"
Dalam sekejap mata puluhan luka sayat terbentuk di tubuh si monster, tampa ampun merenggut nyawanya.
"Cuih. Sok Keren."
"Kekanakan sekali."
Kabut hitam muncul dari mayat monster kuda menyelimuti seluruh tubuhnya. Lebih tepatnya, tubuh monster kuda menguap hingga tidak bersisa.
"Begitu. Jadi ini monster mimpi."
"Hah? Ini? Lebih lemah dari dugaan."
"Mungkin ada masalah dengan alatnya. Bukankah lebih baik jika anda segera membantu yang lainnya?"
"Oi. Siapa Komandannya di sini."
Tentu saja monster ini tergolong lemah untuk ukuran sang Komandan dan Ajudan. Tapi bagi prajurit lainnya mereka adalah lawan yang menantang.
Menurut tafsiran, monster ini seharusnya berapa pada peringkat-B. Namun entah karena alasan apa mereka menjadi sangat lemah hingga turun jadi peringkat-C.
Selain monster kuda, ada juga monster kepiting, humanoid bertentakel, dan monster lendir. Semuanya berada pada peringkat-C. Jumlahnya berada di kisaran puluhan dan terus bertambah secara konstan.
"Mari taruhan siapa yang membunuh paling banyak!"
"Apakah anda seorang anak kecil?"
"Eh, Kau tidak tahu? Jiwa laki-laki itu tidak akan pernah berubah dan selamanya kekanakan."
"Tolong segera minta maaf pada seluruh pria di dunia."
"Yap. Mari hajar lendir itu dulu."
Monster lendir berwarna kuning berukuran tiga meter. Tubuh intinya hanya seukuran dua kali bola basket. Sisanya adalah lendir yang sangat korosif. Untuk membunuhnya seseorang harus menghancurkan tubuh intinya. Kebanyakan ksatria kesulitan menanganinya karena tidak bisa menembus pertahanan lendir.
Tapi tentu saja monster ini masih bukan tandingan Komandan kita yang satu ini.
"Hiya! Hiya! Hiya! Hiya!"
Ayunan pedang sang Komandan sangat kuat hingga tidak hanya ia menghancurkan tubuh inti, tapi juga menciptakan lendir ke segala arah.
"Kalian di sana hati-hati. Jangan terlalu dekat dengan bocah gila itu."
"Aku mendengarmu!"
Pertempuran sengit Terjadi. Tentu saja sengit untuk prajurit lainnya, bukan untuk Komandan.
[Teknik Dewa Perang : Gerakan Ke-2]
Sang Ajudan juga mulai serius. Ia berlari membantai monster mimpi yang ada menghalangi jalannya.
Tetap saja, kelelahan mulai menumpuk pada dirinya. Gerakkannya menjadi semakin lambat dan tumpul.
Ketika hitungannya mencapai angka 25, dia berhenti untuk menenangkan sukma dan sariranya yang mulai tidak stabil.
"Hah? Apa? Sudah lelah?"
Tentu saja seseorang tidak akan melewatkan kesempatan untuk mengejeknya. Tapi biarlah, toh dia sudah unggul tujuh angka.
Dia mengamati kondisi sekitar.
Seorang ksatria mencoba menghentikan terjangan monster kuda tapi naas berubah menjadi batu sebelum akhirnya dihancurkan berkeping-keping. Kuda yang sedikit terhenti itu kemudian diikat dengan rantai oleh ksatria lainnya. Tidak peduli seberapa keras si monster memberontak berusaha rantai itu tidak bisa dilepaskannya. Hingga akhirnya dua buah proyektil menghantam tubuhnya. Mengakhiri masa hidupnya yang sangat singkat.
Raksasa berlendir adalah yang paling merepotkan. Itu karena 80 persen dari tubuhnya merupakan lendir sehingga sebagian besar serangan ksatria tidak efektif. Selain itu lendir pada tubuhnya juga sangat korosif. Untuk mengalahkannya para penyihir bekerja sama untuk membuat lubang besar lalu mengubur mereka hidup-hidup. Bahkan jika mereka entah bagaimana berhasil bertahan hidup itu adalah masalah untuk dipikirkan di kemudian hari.
Kelompok ksatria lainnya mencoba membunuh makhluk bertentakel. Namun mendadak ksatria yang menjadi pelopor menghilang secara misterius. Sesaat kemudian teriakan kesakitan dan bercak darah muncul dari udara kosong. Makhluk bertentakel yang melihat peluang menindak lanjuti dengan menangkap dua orang ksatria yang berusaha untuk mundur, meremukkan mereka seperti adonan kue. Ksatria yang masih hidup dalam keadaan panik. Lawan yang tidak diketahui adalah yang paling menakutkan.
"Apa-apaan."
Sang Ajudan mencoba membantu tapi terhalang oleh jarak. Dengan tubuh yang kelelahan ini tidak mungkin baginya untuk menutupi jarak ini dalam sekejap.
Seorang ksatria lainnya kembali menghilang. Kejadian sebelumnya kembali terulang. Tiga orang yang tersisa tampak putus asa.
Untungnya bala bantuan segera datang.
Makhluk bertentakel mendadak tumbang. Sebuah lubang besar terbentuk di perutnya. Pelakunya adalah,
"Cody!"
Ajudan yang baru saja datang meneriakkan namanya. Entah sejak kapan rambutnya jadi keriting. Pakaiannya terkoyak dengan luka bakar di sana-sini. Dialah sang Wakil Kapten Unit Penghakiman, Cody.
"Situasinya agak mengkhawatirkan, eh."
"Jadi kau selamat. Bagaimana dengan yang lain?"
"Satu tewas. Sisanya luka-luka."
Cody mengangkat tangan kanannya. Dari sana terbentuk api yang membara.
[Terbakarlah]
Ia mengarahkan tangan kanannya ke arah tanah. Bara api melalap tanah, tidak, dalang di balik menghilangnya ksatria secara misterius.
Setelah di bakar hingga hangus monster itu akhirnya menampakkan diri. Tubuhnya sepanjang lima meter dengan duri-duri besar di punggungnya. Untuk saat ini mari sebut saja monster bunglon.
"Oh, ya. Kapten mengejar Blackjack."
"Bukankah kau harus menghentikannya?"
"Biarkan saja. Ini dia loh yang sedang kita bicarakan."
"Ya. Kau benar."
"Oi! Apa yang sedang kalian lakukan! Ksatria lain sedang berjuang mati-matian dan kalian di sini malah malas-malasan!"
"Ba-Cot ...."
Mengabaikan suara makhluk misterius itu Cody dan Ajudan memusatkan perhatiannya pada pembawa pesan yang berlarian ke seluruh medan tempur.
"PERINTAH DARI WALI KOTA! SEMUA KSATRIA MUNDUR PERLAHAN! BIARKAN PENJAGA KOTA MENGAMBIL ALIH! PERINTAH DARI WALI KOTA ...."
"Penjaga kota? Apa mereka bisa menahan monster-monster ini?"
"Entah. Tapi setidaknya mereka menang jumlah. Ini juga bagus. Istirahat itu penting."
Sesuai dengan perintah Wali Kota, penjaga kota perlahan mulai mengambil alih garis pertahanan dari ksatria.
Cody dan Ajudan juga ikut mundur menuju markas pusat. Tentu saja, dia tidak lupa memperingatkan makhluk misterius yang masih ke sana-kemari memburu monster.
"Komandan. Waktunya makan tengah malam."