Chereads / Kisah Petualangan Clara / Chapter 5 - Sebelum Badai

Chapter 5 - Sebelum Badai

Seorang pria jangkung melangkah menyusuri keramaian. Ia berjalan dengan sangat lancar hampir seolah tidak ada orang lain di sekitar. Jubah yang ia kenakan berpadu rapi dengan topi datar berwarna kelabu di kepalanya. Sayangnya wajah kusam beserta lingkaran hitam besar di matanya menghancurkan semua citra yang coba ia bangun.

Pria ini adalah Delta Greyhorn, seorang detektif sekaligus penulis novel misteri.

Dia memasuki sebuah bilik khusus di dalam tenda sirkus. Para penjaga yang melihatnya menundukkan kepala dengan penuh hormat. Bahkan pemilik ruangan, Wali Kota, tidak berani bersikap perkasa di hadapannya.

Wali Kota Darton memiliki tubuh pendek namun penuh dengan otot. Wajahnya sendiri satu langkah lebih maju dari Rhino. Rumor mengatakan anak-anak yang bertemu dengannya akan langsung menangis histeris.

Meski begitu, prestisenya sangat tinggi. Terutama Pada bidang militer. Ketika masih bertugas di garis depan dahulu ia telah mencetak banyak prestasi. Singkatnya, dia adalah seorang legenda hidup.

Dan bahkan dengan semua prestasi dan juga posisinya sebagai Wali Kota ia masih harus bicara sedikit lebih hati-hati pada lawan bicaranya ini.

"Tuan Greyhorn! Kuharap anda dapat beristirahat dengan baik," sambut Wali Kota, ramah.

"Tidak perlu terlalu sopan, tuan Wali Kota."

"Anda juga, tuan Greyhorn."

Mereka berdua duduk berdampingan menikmati pertunjukan sirkus. Pelayan wanita berpakaian minim mengisi cawan perak dengan anggur berkualitas tinggi. Setelah menyelesaikan tugasnya ia pun segera pergi.

"Sebelumnya, kuucapkan selamat untukmu, tuan Greyhorn. Sepertinya tidak akan lama sebelum buku seri ketujuhmu akan terbit," ucap Wali Kota, memulai percakapan.

"Ya. Terima kasih," jawab Greyhorn singkat seraya menyalakan pipa rokok.

Gemuruh tepuk tangan mengisi seluruh tenda. Atraksi pertama sudah selesai dan langsung dilanjutkan dengan atraksi binatang buas.

Wali Kota Darton memasang ekspresi keras. Dalam sekejap, udara di antara keduanya menjadi berat.

Tanpa basa-basi lebih lanjut sang Wali Kota langsung masuk ke pokok pembicaraan. "Informasi yang kau sebutkan sebelumnya, seberapa kredibel itu?"

"Seratus persen. Diriku ini mengenalnya jauh lebih baik dari pada orang tuanya sendiri."

Darton menggebrak meja. Ia menenggak anggur dengan kasar lalu secara paksa menenangkan dirinya.

Di pagi yang cerah, Darton yang sedang menyelesaikan rutinitas hariannya diganggu dengan sebuah berita mendesak tentang kunjungan mendadak detektif pamor ini, seorang pensiunan Hakim Agung Pengadilan Kekaisaran, sang Mata Kekaisaran, Delta Greyhorn.

Bersamaan dengan berita itu juga datang sebuah surat pendahuluan yang pada dasarnya berbunyi, "Hey. Seorang penjahat paling di cari kekaisaran bersembunyi di kotamu. Jadi aku datang untuk menangkapnya."

"Mendengar keyakinan seratus persen darimu barusan membuatku berpikir, orang ini sudah masuk perangkap, kan?" tanya Wali Kota, penuh harap.

Hingga detik ini belum ada orang yang bisa lari maupun bersembunyi dari sang detektif. Karenanya Darton mencoba percaya kalau semuanya sudah berada di genggaman pria ini.

Detektif Greyhorn mendadak terkekeh cukup lama. Ia menghisap rokoknya lalu menghembuskan asap tebal seolah mengeluarkan semua beban dan kekhawatiran yang dimilikinya.

"Sudah cukup lama diriku mengejarnya. Gara-gara dia aku jadi tidak bisa menghadiri perayaan ulang tahun cucuku yang manis," geram Greyhorn. "Sudah waktunya mengakhiri game sialan ini."

Wali Kota Darton sedikit terkejut sebelum akhirnya menghela napas lega. Sepertinya dugaannya benar.

"Aiya. Sepertinya penjahat yang bersembunyi di kotaku ini sangat merepotkan sampai-sampai detektif terhebat sangat muak. Kuharap tidak ada yang salah."

"Jangan khawatir. Apapun yang dia rencanakan, itu ditakdirkan untuk gagal," ujar Detekif Greyhorn, percaya diri. "Yang harus kau khawatirkan adalah seberapa besar kerugiannya."

Pertunjukkan sirkus terus berlanjut. Saat ini seorang anggota sirkus diikat dengan berbagai macam penghalang, lalu dimasukkan ke dalam tangki berisi ikan karnivora. Beberapa penonton dipilih secara acak untuk memastikan keaslian penghalang.

"Pemberat, borgol penghalang sihir, lalu diikat rantai. Seorang pencari kematian sungguhan," ucap Wali Kota.

"Mau bertaruh?"

"Boleh."

"Kalau begitu aku bertaruh orang itu akan gagal."

"Kalau begitu aku sebaliknya. Nah, apa yang membuatmu begitu percaya diri. Melihat betapa optimisnya anggota sirkus, mereka sudah pasti banyak berlatih. Masuk akal jika peluang keberhasilan seharusnya akan lebih tinggi."

"Mari saksikan dulu. Nanti kuberitahu alasanya."

Atraksi sudah berjalan hampir sepuluh menit. Para penonton mulai gaduh. Bahkan anggota sirkus lainnya mulai terlihat gelisah.

Setelah beberapa menit lagi berlalu, seorang anggota sirkus membuat lubang pada tangki. Ikan yang keluar bersama air mulai memberontak tidak karuan. Anggota sirkus lainnya yang sudah bersiap dengan mudah menekan ikan lalu memindahkannya ke dalam tangki lain.

Kerumunan penonton menjadi lebih gaduh. Ada yang kecewa, cemas, juga khawatir.

Namun mendadak, seluruh pencahayaan di dalam tenda dimatikan. Lalu atap tenda dibuka sehingga seberkas sinar rembulan menyinari satu titik, yaitu di tengah tenda.

Seluruh emosi penonton perlahan menjadi takjub, yang lain menatap dengan tidak percaya, lalu menjadi gemuruh tepuk tangan.

Di tengah tenda, di atas seutas tali, sesosok terlihat basah kuyup berdiri dengan tenang.

Wali Kota Darton kagum. Bahkan dirinya sendiri akan sangat kesulitan jika harus melakukan atraksi tadi.

"Haha. Sepertinya tebakanmu salah kali ini."

Detektif Greyhorn masih terlihat acuh tak acuh. Menghembuskan asap kelabu, lalu mulai menjelaskan.

"Atraksinya gagal. Mereka orang yang berbeda."

Wali Kota menjadi penasaran. Lalu sang detektif melanjutkan, "Walau tangkinya tembus pandang, airnya sangat keruh. Untuk ikannya sendiri sejenis piranha, tapi lebih ganas dan pemakan segalanya, termasuk kain dan logam. Orang diawal tadi sudah menjadi santapan ikan. Kau bisa memeriksanya sendiri nanti."

Darton mengerutkan keningnya.

Greyhorn tidak tampak seperti orang yang benci kalah sehingga membuat berbagai alasan. Mungkin?

Darton bertanya untuk berjaga-jaga, "Kau bercanda, kan?"

"Tidak. Mungkin orang malang itu entah bagaimana telah menyinggung dirinya. Yah, kau tidak perlu terlalu memusingkan hal ini karena ada masalah yang lebih mendesak."

Jika apa yang dikatakan sang detektif benar, maka ini sudah menjadi tindak kejahatan.

Tidak perlu meagukan kebenaran ucapan Detektif Greyhorn. Kehebatannya sudah menjadi legenda hidup mirip seperti Darton. Jika Darton terkenal dikalangan militer dan penduduk Kota Denia, maka sosok bernama Delta Greyhorn sudah dikenal seantero Kekaisaran.

Namun ini juga menimbulkan serangkaian pertanyaan.

Mengapa sirkus menyetujui tindakan seperti itu?

Biasanya sebagai sirkus yang sedang naik daun mereka akan menghindari tindakan-tindakan yang akan mencoreng nama mereka.

Selain itu, penjelasan sang detektif sama sekali tidak menjelaskan akar pertanyaannya.

"Bagaimana kau bisa tahu?" tanya Darton, penasaran.

Sekelompok penari mengambil alih panggung. Pencahayaan kembali di nyalakan seolah semua kejadian tadi sudah direncanakan.

Dimulai dengan suara gendang, lalu dilanjutkan dengan musik yang mendayu-dayu.

Bersamaan dengan itu, Detektif Delta Greyhorn mengungkapkan rahasia besar seolah sedang membicarakan cuaca malam ini.

"Bukankah tadi sudah kubilang. Diriku ini mengenalnya jauh lebih baik dari orang tuanya sendiri."

Alunan musik menggema dialun-alun. Wanita-wanita berpakaian minim menari dengan indahnya di bawah gemerlap malam. Tapi semua itu tidak masuk ke dalam indra Wali Kota.

"Hah ...!"

Seberkas kesadaran menyambar dirinya bagai seberkas petir. Sebuah kesimpulan yang sangat menakutkan terngiang di kepalanya. Darton menatap Delta dengan harapan kalau dia hanya bercanda. Namun sayangnya,

"Itu benar. Penjahat yang kucari ada bersembunyi di sirkus ini."

Malam di Kota Denia kali ini akan sangat panjang.

"...."

Pertunjukan telah usai. Paman Bos dan lainnya sedang berjalan menuju penginapan yang berada di area perumahan.

"Ah. Tadi itu luar biasa. Terutama atraksi terakhir," ujar Paman Bos, terkesan.

"Yup. Mereka berhasil mempermainkan penonton. Aku masih tidak mengerti cara mereka melakukannya"

"Heh. Cuma jual trik murah. Lu enggak ngerti karena otak lu tinggal di penginapan," ejek Neet. "Gua tebak itu sebenarnya beda orang."

"Ya, ya, tuan-apapun-tahu. Kita akan tahu tebakanmu benar atau salah ketika nona kecil bangun," balas Rhino.

Saat pertunjukan terakhir berlangsung Clara terpilih sebagai salah satu pengamat untuk membuktikan keaslian atraksi tersebut.

Gadis kecil yang dimaksud saat ini sedang tertidur di punggung Rhino akibat kelelahan.

"Ngomong-ngomong, Shina, apa kau menyukai boneka itu?"

"... Ya. Imut." Shina memeluk boneka kelinci pemberiaan anggota sirkus kepada Clara dengan erat.

"Huh. Imut, ya. Nanti mau kubelikan?" tanya Rhino.

"Jika kau sedang merayuku tolong lakukan lebih baik lagi nanti," sahut Shina, lugas.

"Heh. Pecundang," cemooh Neet, menabur luka pada garam.

Entah mengapa Shina yang biasanya selalu menjawab dengan lambat akan membalas dengan lugas dan tegas pada pertanyaan-pertanyaan seperti ini. Rhino selalu curiga kalau wanita itu sebenarnya hanya mempermainkannya.

Sedangkan untuk Neet, Rhino sama sekali tidak menaruh perhatian pada si @#&*¥@¥ ini.

"Ini hari yang melelahkan," ucap Paman Bos, mengabaikan keriuhan bawahannya.

Paman bos menatap hewan peliharaannya, Kiku, dengan prihatin. Sebagai kadal langka dengan atribut khusus, Kiku selalu sensitif terhadap lingkungan, terutama terkait mana. Itulah sebabnya ketika Kiku terus meringkuk sepanjang hari Paman Bos sudah membuat persiapan untuk situasi terburuk. Namun tidak ada yang benar-benar terjadi.

"Kuharap tidak akan ada masalah," gumamnya.