Chereads / Kisah Petualangan Clara / Chapter 4 - Sebelum Badai

Chapter 4 - Sebelum Badai

Sekitar tanggal ini di Kota Denia diadakan festival bernama Permohonan Pada Bintang. Itu karena pada waktu ini bintang-bintang akan mulai berguguran yang dimulai dari awal musim panas dengan hari ini sebagai puncaknya.

Konon siapapun yang berdoa saat bintang jatuh maka permintaanya akan dikabulkan.

Lampion-lampion berbentuk benda langit menghiasi setiap sudut kota.

Clara saat ini sedang mengeksplor kios-kios yang ada dipinggir jalan. Bersama punggawanya yang setia mengikuti. Kakinya melangkah menelusuri jalan berbatu tanpa menghiraukan suara di belakangnya.

Satu langkah.

Dua langkah.

Tiga langkah.

Semakin lama jalanan semakin sepi. Jalan berbatu telah diganti menjadi tanah rerumputan. Clara akhirnya berhenti lalu memperhatikan sekelilingnya. Menurut peta, seharusnya saat ini ia berada di bukit pinggiran kota yang sangat populer terutama pada musim ini.

Hm ...?

Sepertinya tanpa sadar Clara sudah masuk ke dalam surganya para anak muda.

Dia tertegun sejenak sebelum akhirnya menuliskan sesuatu pada peta kota yang selalu setia ia bawa.

"Nona kecil, jangan pergi terlalu jauh dariku," tegur Rhino yang baru sampai.

Tangannya penuh dengan hasil rampasan perangnya malam ini. Setelah mengamati wilayah sekitarnya sejenak wajah Rhino berubah pahit seperti habis meminum pil obat.

Kelemahan Rhino No. 1, jomblo akut.

"Nona kecil, mari pergi," ajak Rhino.

"Nggak. Kita istirahat dulu di sini," tolak Clara.

dia menarik lengan Rhino menuju sebuah bangku kosong.

"Hohoho. Berbahagialah karena malaikat imut ini bersedia menemani malam sepimu," ucap Clara dalam hati.

Namun kenyataannya wajah Rhino menjadi semakin pahit. Ditempat yang dipenuhi pasangan yang bergairah, sepasang pria bertampang sangar dan seorang gadis kecil duduk berduaan menyaksikan pemandangan kota dibalut gemerlapnya bintang.

Rhino takut keesokan harinya ia akan bangun di gudang sumpek dengan polisi rahasia yang sedang menginterogasinya.

Tanpa memedulikan perasaan hatinya yang semrawut Clara dengan bahagia memakan hasil rampasan Rhino.

"Ah! lihat, bintang jatuh," ujar Clara, menunjuk sebuah titik di angkasa.

Sebuah bintang jatuh dengan cahaya yang sangat terang.

"Nona, buatlah sebuah permintaan."

"Um. Rhino juga jangan lupa buat permintaan," balas Clara, bersemangat.

Clara menutup mata mungilnya lalu dengan sungguh-sungguh membuat permintaan.

"Jadi, apa yang kau minta?"

"Clara minta untuk menjadi petualang dan membunuh semua monster di dunia."

"Ei. Bukankah permintaanmu terlalu ekstrem?"

Membayangkan sebuah gunung monster dan di atas itu semua seorang gadis mungil membuat pose kuat sambil tertawa. Pemandangan seperti itu terlalu menyilaukan untuk dilihat.

"Terus ya~ apa yang Rhino minta?" tanya Clara.

"Aku? Ya ... Setidaknya saat waktunya tiba, aku ingin seorang wanita menangisi kepergianku."

"Perawan menyedihkan."

"Tunggu, apa?"

Rhino merasa gadis kecil ini baru saja mengatakan sesuatu yang mengkhawatirkan.

"Hm?"

Clara memiringkan kepala mungilnya, bertinglah imut.

"Mungkinkah aku salah dengar?" pikir Rhino.

Mereka berdua menikmati pemandangan kota ditemani jus, kentang, cumi bakar, dan jajanan lainnya.

"Sudah hampir waktunya."

Saat hendak pergi Clara menemukan sebuah pemandangan yang agak menarik.

Dari kejauhan tampak sekelompok orang berbaju besi lengkap mengendap-endap dijalanan belakang Yang sunyi Dan jauh dari keramaian.

Bagaimana Clara bisa tahu?

Gampang.

Saat memandangi bintang dia merasa tidak puas, akhirnya ia merapalkan sihir pengelihatan jarak jauh dan sihir pengelihatan malam.

"Ada apa?"

"Mencurigakan."

"Hah?"

Ini memang bukan urusannya. Tapi untuk amannya saja mungkin dia harus melapor pada pihak penjaga kota.

Ketika malam semakin larut mereka akhirnya kembali berkumpul dengan Paman Bos dan yang lainnya.

Malam ini wali kota mengundang rombongan sirkus yang sedang naik daun untuk tampil di alun-alun kota. Pertunjukan ini bebas untuk dinikmati siapapun.

"Bersenang-senang?" tanya paman bos.

"Um!"

"Hahaha. Jangan terburu-buru menghabiskan energimu. Acara utama baru akan dimulai."

Di pintu masuk mereka disambut oleh atraksi dua orang yang bermain trik api. Clara agak tertarik dengan cara mereka melakukannya. Biasanya penyihir membuat lapisan pelindung untuk menghindari panasnya api. Tapi mereka kelihatannya tidak melakukan hal itu.

Di alun-alun ada berbagai macam wahana seperti roda melingkar, perahu yang berayun, berbagai kompetisi dan lain sebagainya. Pusat dari semua ini adalah tenda merah raksasa tempat pertunjukan utama akan diadakan.

Karena masih ada sedikit waktu sebelum pertunjukan utama Clara menarik Rhino ke wahana berbentuk beberapa tangan. Pengunjung duduk ditempat berbentuk bola, lalu bola akan dilempar kesana-kemari.

Karena ada batasan usia, Clara mendorong Rhino untuk naik sendirian walau orangnya sendiri bersikeras menolak.

Kelemahan Rhino No. 2, takut ketinggian.

Setelah itu Clara harus menemani Rhino yang muntah-muntah selama hampir lima belas menit.

Kemudian gadis itu kembali menarik Rhino untuk menyaksikan kompetisi memanah.

Menurut info yang didapat Clara dari kerumunan, kompetisi kini telah memasuki babak final dengan tiga kontestan tersisa.

Pemenang ditentukan dari jumlah, akurasi dan jarak.

Dikarenakan tinggi badannya tidak mampu menyamai kerumunan penonton yang mayoritas orang dewasa, Putri Clara mempersilahkan pelayannya yang setia untuk menggendongnya.

Salah satu peserta adalah orang yang baru ditemui Clara belum lama ini. Pria bertopi coklat dengan pandangan setajam elang, Pedro. Secara otomatis dia mendukungnya.

"Berjuanglah, Kak Pedro!"

Seolah mendengar teriakkan Clara, Pedro menoleh menembus kerumunan menatap lurus Clara. Lalu dia mengangguk pelan.

"Seperti yang diharapkan dari petualang top. Bahkan mampu membedakan suara ditengah kebisingan," pikir Clara, terkesan.

Peserta lainnya adalah pria tua yang seluruh tubuhnya berteriak "Aku seorang cendikiawan!" Dengan tubuh langsing dan mengenakan kacamata bundar di mata kananya.

Peserta terakhir memancarkan aura gadis suci dengan wajah yang sangat halus. Rambut hitamnya dikuncir kuda. Dengan atasan putih dan bawahan merah.

"Bersedia!"

Setelah aba-aba diucapkan oleh wasit kerumunan menjadi hening, fokus pada para peserta. Sedangkan para peserta fokus pada target yang akan muncul.

"Mulai!"

Dalam sekejap target terbang bermunculan dimulai dari jarak 30 m, 50 m, dan 90 m. Ada dua jenis target, yaitu kelinci dan gambar absurd. Kontestan harus mengenai kelinci dan menghindari gambar absurd jika tidak ingin memiliki pengurangan nilai.

Kompetisi berjalan dengan intens.

Satu-satunya kontestan wanita memecat anak panah dengan sangat cepat dan akurat. Meski, bila hanya dilihat dari kecepatannya saja, dia masih kalah dengan paman cendikiawan.

Sedangkan disisi lain, Pedro tidak bersemangat seperti dua lainnya. Ketika yang lain menembakkan tiga, empat anak panah dia hanya menembak satu.

Namun, akurasinya sangat menakutkan. Menggunakan sihir penglihatan jarak jauh, Clara menemukan bahwa setiap anak panah yang dia tembak menancap tepat di mata kelinci. Kemampuan ketiganya dalam memanah dapat dikatakan sebagai tingkat tinggi.

Tepat satu menit kemudian target berhenti muncul. Kontestan juga berhenti menembakkan panah.

Pedro terlihat acuh tak acuh. Pak cendikiawan membetulkan kaca matanya. Dan gadis suci mengecek busurnya dengan wajah dingin yang tak tergoyahkan.

Panitia sibuk mengecek hasil kompetisi.

Pemenang akan diumumkan pada saat akhir pertunjukkan sirkus bersama kompetisi lain. Sehingga para penonton mulai membubarkan diri. Tidak terkecuali Clara dan Rhino, mereka pergi ke tenda merah raksasa tempat di mana pertunjukan utama akan diselenggarakan.