Chereads / Skenario Cinta / Chapter 29 - Apresiasi Kecil

Chapter 29 - Apresiasi Kecil

Antriannya cukup panjang. Theo dan Adel sudah menunggu selama kurang lebih dua menit.

Yang membuat lama ialah, ada seorang anak yang menangis karena hanya diperbolehkan oleh ibunya membeli satu es krim.

Pandangan Theo menyapu ke sekitar, ia melihat Angga yang sedang berdiri sendiri. Theo menarik pelan ujung pakaian Adel.

Adel melihat ke arah Theo. "Ada apa Theo?"

"Kakak Cantik, Theo ingin ke sana," tunjuknya pada Angga. "Boleh, ya?"

Adel melihat ke mana arah jari telunjuk Theo. Ia bisa melihat anak kecil yang pernah bertengkar dengan Theo. "Itu bukannya Angga? Anak yang mengejek Theo waktu itu kan?"

Theo memgangguk. "Iya. Dia orangnya. Boleh kan Theo ke sana?"

Sebetulnya Adel tak setuju jika Theo menghampiri Angga. Ia takutnya mereka berdua malah bertengkar, tapi Adel ingat jika dirinya bukan siapa-siapa bagi Theo.

"Boleh, tapi jangan bertengkar ya."

"Iya. Theo tidak akan bertengkar kok Kakak Cantik."

Theo memberikan uang Dava pada Adel. Anak itu kemudian pergi menghampiri Angga yang sudah membalikkan badan dan hendak meninggalkan kantin. Theo kini berlari untuk bisa sampai lebih cepat.

"Angga."

Merasa namanya dipanggil oleh orang lain, Angga pun membalikkan badan. Ia cukup terkejut melihat Theo yang sekarang berdiri di depannya.

"Theo. Kenapa Theo memanggil Angga?" tanyanya bingung.

Theo mengatur pernapasannya akibat berlari tadi. "Tunggu sebentar, Theo mau bernapas dulu." Beberapa detik kemudian, napas Theo sudah mulai membaik. "Theo ke sini mau mengajak Angga makan es krim bareng Theo, daddy Theo, dan kakak cantik."

"Kakak cantik?" tanya Angga yang merasa bingung.

"Iya, kakak cantik. Kakak yang tadi ikut masak bersama Theo. Namanya Kakak Adel, tapi Theo lebih suka manggil kakak cantik, karena Kak Adel itu baik dan juga cantik." Theo tersenyum saat menceritakan siapa wanita yang bersamanya tadi.

Angga memutar kembali memorinya, ia sekarang ingat. Tadi Angga hanya menonton lomba masak tersebut. Anak itu terkejut saat melihat Theo bisa ikut dalam perlombaan.

Angga kira wanita tadi adalah ibu Theo.

Namun, saat Theo memanggil wanita itu dengan sebutan 'kakak' itu artinya bukan ibunya Theo.

"Angga inget sekarang. Angga kira kakak itu adalah mommynya Theo."

Theo menggeleng. "Bukan," jawab Theo.

Ia sempat sedih jika menyinggung masalah ibunya. Pasalnya, ia belum tahu kenapa dirinya tidak punya ibu seperti kebanyakan anak di sekolahnya.

"Ayok ikut Theo, kita makan es krim bareng." Theo mengubah ekspresi wajahnya menjadi senang dan bersemangat.

Berbeda halnya dengan Theo, Angga justru tampak murung dari saat ia bertengkar dengan Theo. Angga menggeleng, tanda menolak," Tidak. Theo saja yang makan es krim. Angga akan kembali ke kelas." Angga bersiap untuk pergi.

Dengan cepat Theo memegang tangan Angga. "Jangan takut, daddy dan kakak cantik tidak mengigit kok. Mereka berdua baik. Daddy dan kakak cantik pasti senang kalau Theo membawa Angga."

"Kenapa begitu? Angga kan pernah menghina Theo. Angga jadi merasa tidak enak untuk makan bersama kalian." Angga melihat tangannya yang dipegang erat oleh Theo. "Lepasin tangan Angga, Theo. Angga mau pergi saja." Ia mencoba melepasnya.

Theo menggelengkan kepalanya. "Tidak mau! Theo tidak akan melepaskan tangan Angga sampai kapan pun! Theo akan lepasin kalau Angga mau makan es krim bareng Theo, daddy, dan kakak cantik."

Angga menghela napasnya. Theo merupakan anak yang keras kepala, begitu pun juga Angga. Akhirnya, mau tak mau Angga mengangguk setuju. "Ok, Angga setuju. Tapi lepasin dulu tangan Angga."

"Tapi Angga jangan kabur ya nanti."

Angga menggeleng. "Angga tidak akan kabur. Tenang aja."

"Ok." Theo melepaskan tangannya pada pergelangan tangan Angga. "Ayo, sekarang kita pesan es krimnya." Angga dan Theo berjalan bersama. Keduanya saling diam. Angga melirik sekilas ke arah Theo. "Kenapa lihat-lihat?" tanya Theo penasaran.

Angga menggeleng. "Tidak. Angga cuma kebetulan lihat ke arah wajah Theo."

"Ohh."

Sedangkan di depan sana, Adel melihat Theo sedang berjalan beriringan. Keduanya memang saling diam, tapi untung lah kedua bocah laki-laki tersebug tidak bertengkar dan Adel lega melihatnya.

Saat ini Adel sedang menunggu es krim pesanannya dibuat. Tak sulit menebak varian apa yang paling terbaru. Di depan sudah tertulis nama es krim terbarunya.

"Kakak Cantik, pesankan Angga es krim juga. Angga juga mau es krimnya," ujar Theo saat mereka sampai di dekat tubuh Adel.

Adel mengangguk. Ia berkata, "Mbak, tolong pesankan satu lagi ya."

"Baik, Nona."

Adel melihat ke sekitar. Tidak ada tanda-tanda keberadaan orang tua Angga, ya meski Adel tidak tahu bagaimana rupa orang tua Angga, tapi biasanya orang tua akan hadir dan menyemangati anaknya yang akan mengikuti lomba.

Ngomong-ngomong soal lomba, Adel tadi tak melihat Angga di area perlombaan. "Apa Angga tidak ikut tadi ya? Ah, masa tidak ikut sih?" ujar Adel di dalam hatinya.

Rasa penasaran pun menyeruak memasuki relung hatinya. Ia sangat ingin bertanya kenapa Angga tidak ikut dan apa alasannya.

"Oiya, di mana orang tua Angga? Dia ke sini sendiri?"

"Mommy dan daddy Angga tidak bisa datang. Mereka ada pekerjaan penting," jawab Angga.

Semalam, Angga mendapat telepon dari kedua orang tuanya. Mereka mengatakan tidak bisa ikut atau sekedar menghadiri lomba. Mereka juga bilang kalau ada rapat mendadak.

Angga tentu merasa sedih. Padahal setelah anak itu mendapat undangan, orang tuanya akan datang. Namun, pada akhirnya tidak.

"Ini pesanan Anda Nona." Si penjual es krim tersebut menyerahkan es krim itu pada Adel. Adel memberikan uang kemudian menerima uang kembalian. Adel menyerahkannya pada Theo. "Ini sisa uangnya."

Theo menerima dengan senang hati. Bocah itu segera mengantungi uang tadi. Lumayan lah buat jajan, begitu lah kira-kira isi pikiran Theo. "Ayo kita ke daddy. Daddy pasti menunggu."

Mereka bertiga segera menghampiri Dava yang sedang bermain game. Dava segera mematikan ponselnya. Netranya menatap Angga dengan penuh selidik.

"Daddy jangan menatap Angga seperti itu. Angga jadi takut nanti," tegur Theo.

Dava segera mengalihkan pandangannya ke hal lain. Ia ingin bertanya tapi tak enak ada Angga. Dava menatap Adel. Berhadap wanita tersebut bisa mengerti arti tatapannya.

"Begini, Theo yang mengajak Angga untuk makan es krim bersama kita. Iya kan Theo?" tanya Adel.

"Iya. Boleh ya daddy?"

Dava mengangguk. "Tentu boleh dong." Ia menatap Angga yang tampak takut padanya. "Ayo Angga, dimakan es krimnya. Nanti keburu melelah."

"Iyy-iya Om." Angga mengambil es krim bagiannya.

Dava tak suka jika ada anak kecil yang tidak suka dirinya. Hei, dia bukan seorang penjahat anak. "Oiya, tadi om perhatikan, Angg tidak ikut lomba. Kenapa?"

"Mommy dan daddy Angga tidak bisa datang. Mereka sedang pergi. Jadi, Angga tidak jadi ikut."

Ada rasa sedih yang terdengar di nada suara Angga dan Dava tahu bagaimana rasanya menjadi anak yang orang tuanya sangat sibuk. Bisa disimpulkan kalau Angga kekurangan kasih sayang.

Theo masih beruntung memiliki Dava dan Anita. Kedua orang itu lah yang selalu mencurahkan kasih sayang.