Chereads / Prajurit / Chapter 2 - Mengungsi

Chapter 2 - Mengungsi

"Aku tidak sabar melihat bintang saat sudah besar nanti," dengan mata berbinar-binar, seakan-akan Lea melihat milyaran bintang disana.

Ia sedang berimajinasi melihat bintang diluar sana. Lea dan Rizuka tampak sedang berdiri tegak berhadapan jendela.

Rizuka yang mendengar perkataan adiknya barusan, ia juga berharap keinginan itu tercapai, lalu ia merangkul bahu adiknya.

"Suatu hari, kita pasti akan melihatnya, bukan bintang saja, kita akan merasakan panasnya matahari, hujan, dan semuanya." Ucap Rizuka dengan bibir melengkung.

***

"Lea!!" pada tengah malam, Rizuka tiba-tiba saja bangun dari tidurnya.

Ia bangun dari tidurnya, terlihat ia juga dikerubungi oleh anak-anak malang yang seumuran dengannya.

Semua anak-anak menoleh padanya, karena barusan ia berteriak dengan menyebut nama Lea yang keras sekali.

Rizuka yang sadar hal itu tidak mempedulikannya, yang ada dipikirannya saat ini adalah ia harus menyelamatkan keluarganya.

Tanpa peduli keadaan disekitarnya, ia berdiri kemudian berlalu meninggalkan tempat itu, untuk mencari kakek dan Lea.

***

Sudah sekitar satu jam Rizuka mencari, tapi ia belum menemukannya juga, suasana juga sudah mulai sepi.

Karena kelelahan Rizuka dengan pasrah jatuh terduduk, dengan butiran air mata yang jatuh kebawah, merasa sangat bersalah apalagi saat mengingat kejadian sore tadi.

"Sebenarnya kalian ada dimana?" Gumamnya.

Suasana saat itu juga sudah sangat sunyi, tak lama kemudian terdengar suara derap langkah kaki seekor kuda yang memecahkan kesunyian malam itu.

"Kenapa kau bisa ada disini?" Tanya seseorang dari belakangnya, dengan sigap ia mengusap air matanya kemudian wajah Rizuka menoleh kearah sumber suara itu.

Pemilik suara itu rupanya adalah seorang kadet pasukan militer, pemuda berusia 15 tahun. Seragam kadet melekat ditubuhnya.

Nama pemuda tersebut adalah Abian, posisi pria itu berada diatas kuda dengan menggendong anak perempuan yang tengah pingsan dipundaknya.

"Kau tinggal dibawah tanah bagian paling atas ya?" Tanya pemuda itu.

"Iya," ucap Rizuka sambil menundukkan wajahnya.

"Bocah malang, ayo naik!" Suara pemuda itu terdengar tegas.

"Tidak, aku ingin mencari keluargaku,"

ucapnya menolak.

"Ini sudah malam, lagi pula sekarang ini kita berada dibawah tanah yang paling dalam, tentu kalau kau kesana jaraknya sudah sangat jauh, ayo naik!" Perintah pemuda itu sekali lagi, tapi kali ini sambil mengulurkan tangannya.

"Tidak,"

"Jangan keras kepala, besok kita akan mencarinya, aku juga besok harus ke sana karena aku pasukan militer" ucap pemuda itu.

Rizuka dengan terpaksa mengangguk, seolah-olah mengatakan ya, lagi pun hari juga sudah larut malam, ia harus kembali ke pengungsian untuk beristirahat, begitu yang ada dipikirannya.

Sepanjang perjalanan, suasana sangat hening, untuk mencairkan suasana hening tersebut, pemuda _Abian_ membuka percakapan.

"Ngomong-ngomong, namamu siapa?" Tanya Abian yang sedang fokus mengendarai kudanya.

"Rizuka,"

"Aciel." Tambahnya.

"Nama yang bagus, siapa yang memberi nama itu padamu?"

"Ibu,"

Kemudian mereka melanjutkan ceritanya sehingga tak terasa ketempat tujuan pun sudah sampai.

***

"Terimakasih kakak sudah membawaku kesini,"

"Sama-sama," Ucap Pemuda itu lalu menurunkan anak perempuan yang digendongnya lalu membaringkannya.

"Kak Abian, anak itu siapa?" Tanya Rizuka.

Sambil membaringkan anak perempuan itu perlahan-lahan, Abian pun menjawab.

"Aku nggak tahu anak ini siapa, yang pasti dia tinggal di bagian tanah tengah,"

"Kenapa tangan kirinya?" tanya Rizuka lagi.

"Lengannya terkena tebasan pedang Arsy, kepala ibunya juga ditebas, kejadian itu terjadi didepan rumah anak ini,"

"Aku juga melihat gerobak sampah didepan rumahnya,"

"Saat itu mungkin dia sedang berusaha menyelamatkan ibunya tapi dia tidak mampu." Ucap pemuda itu lagi.

"Kenapa ibunya tidak lari?" Tanya Rizuka lagi dengan ekspresi wajahnya yang sangat ingin tahu.

"Sepertinya ibunya lumpuh,"

"Lumpuh?"

"Demi menyelamatkan ibunya, lengannya sampai buntu?" Gumam Rizuka yang malu pada dirinya sendiri.

So perbincangan mereka berhenti sejenak, sebelum pada akhirnya, Abian pun berdiri dengan tegak lalu mengatakan.

"Bertemanlah dengan anak ini, agar kau punya teman, sepertinya dia seumuran denganmu," ucapnya.

"Aku pergi dulu, kau besok bisa menemuiku disekitar sini." Ucap Abian lalu berlalu meninggalkan mereka.

"Berteman?" ucapnya sambil memandang wajah anak perempuan itu, kondisinya sangat memprihatinkan.

"Tergantung, bagaimana sifatnya, kalau sifatnya seperti Jovita aku tidak akan mau berteman dengannya," gumam Rizuka sambil merebahkan tubuhnya disamping anak perempuan itu, tak lama, kemudian ia tertidur.