Mendengar perintah pemimpin _Arman_ barusan, yang merupakan pasukan elite, semua kadet pun turut, segera mengangkat mayat-mayat yang sudah berjam-jam bergelimpangan.
***
Saat itu semua kadet sibuk mengangkat mayatnya ke kereta kuda,
Rizuka pun juga turut membantu, kecuali Zeline.
Zeline hanya berdiri dan melihat-melihat saja dengan ekspresi datarnya.
Mereka berpisah dengan Abian, mereka berdua berada dikereta kuda.
"Zeline kenapa kau hanya diam? Ayo bantu," pinta Rizuka seraya menoleh kearah Zeline.
Terlihat, Zeline hanya melamun, lalu Rizuka pun berdiri, kemudian ia melambaikan tangannya didepan wajah Zeline. Sehingga Zeline pun tersadar.
"Apa?" ucapnya.
"Tidak apa-apa," Rizuka pun kembali posisi jongkok lalu menutup jenazahnya dengan kain kafan.
"Sekarang ini, kita berada didaerahmu, ngomong-ngomong dimana rumahmu?"
tanya Rizuka tiba-tiba.
"Sebentar lagi kita akan sampai" suara Zeline terdengar lemah.
***
Zeline tidak merasakan ia sedang melangkahkan kakinya, padahal ia sedang melangkahkan kakinya.
Tibalah ia didepan dirumahnya, terlihat kepala ibunya yang sudah berpisah dari tubuh ibunya.
Kepala ibunya yang tergeletak disana, Zeline melangkahkan kakinya dengan tertatih-tatih.
"Ibu ..." Zeline tidak bisa menahan air matanya, ia segera mengambil kepala ibunya lalu memeluknya sambil menangis sejadi-jadinya.
Ia memeluknya lalu menciumnya, tidak tidak peduli bau dan kotor, saat itu ia menjadi teringat kenang-kenangan indah bersama ibunya.
"Zeline..." Hanya itu yang bisa diucapkan Rizuka saat melihat Zeline seperti itu.
Ia merasa kasihan sekali pada gadis itu, ia menjadi teringat adiknya, ketika saat Lea menangis.
Lalu Rizuka menghampiri gadis itu, lalu memegang bahunya.
"AKU AKAN BALAS DENDAM!!!!" Teriak Zeline.
Bersambung ....