Masih di hari yang sama. Lebih tepatnya dua jam sebelumnya. Daisy merasa sangat kesal dan masih saja mengusap bibirnya yang baru saja dikecup oleh Ben. Saking kesalnya, dia menggunakan selimut untuk menghilangkan bekasnya.
Padahal ciuman tadi adalah ciuman kering. Setelah minum hingga mabuk, mereka berdua tak meminum apapun sehingga bibir mereka seharusnya kering. Tapi tetap saja, bagi Daisy itu sangat menjijikan.
Akibat malam singkatnya, Daisy menjadi sangat haus dan lapar. Saat Ben menyebutkan sarapan, dia menjadu sangat lapar. Pandangannya kini menuju ke arah troli yang di atasnya ada sepiring makanan menu breakfast yang lengkap.
Oh, di sana ada telur rebus kesukaannya! Dia harus segera melahapnya sebelum rasa laparnya menyiksanya.
Daisy juga mendapatkan segelas jus jeruk dingin di samping piringnya (sebenarnya ada dua gelas, tapi Daisy sadar diri kalau satunya untuk Ben si brengsek). Namun, piring makanan hanya ada satu dan berisi banyak sekali menu sarapan di atasnya. Selain itu, dia juga menemukan sebuah serber makanan yang berwarna putih dan memiliki jahitan dari lambang Hotel Kings Worth.
Deg.
Daisy makin memuncak.
Jika tidak ada makanan di depannya, dia pasti sudah mengamuk-ngamuk di kamar itu.
Sambil memakan makanannya, Daisy memikirkan ulang apa yang sebenarnya terjadi malam itu hingga pagi ini. Dan itu hanya sia-sia. Dia tidak bisa mengingat apapun yang terjadi setelah dia berperang minuman dengan Ben hingga dia mabuk. Dia telah lepas kendali dan melakukan hal bodoh. Apa yang sebenarnya dia lakukan?
Pikiran Daisy makin kalud dan dalam keputusasaannya. Dia tak percaya bahwa dirinya bisa sampai kelepasan seperti ini hingga bermalan bersama Ben di sebuah hotel. Yang lebih parahnya, mereka berdua sama-sama dalam keadaan telanjang.
Ini membuat Daisy kesal dan sedih di waktu yang sama. Dan dia hampir tidak bisa berpikir jernih untuk mengatasi hal ini.
Benar bukan? Bermalam bersama Ben membuatnya memiliki masalah baru daripada bermalam bersama pria asing.
Mari diingat secara perlahan dan runtut. Daisy sudah tak bisa mengingatnya dan itu percuma untuk terus menggalinya. Kuncinya ada di Ben. Dia pasti tahu apa yang sebenarnya terjadi. Apa yang dikatakannya di telpon tadi? Vincent? Christian? Pasti mereka yang berulah!
Pop!
Tiba-tiba sisi iblis Daisy muncul di sebelah kirinya. Perawakannya mirip sekali dengannya, namun dia memiliki tanduk mengerikan dan sayap hitam.
Dia memeluk tubuh Daisy dan berbisik di telinga kirinya.
"Tidak adil bukan, Daisy? Semua orang mendukung pria brengsek itu daripada memikirkan perasaanmu. Mereka adalah kaki tangan kepercayaannya, sehingga mereka pasti akan berbuat apapun untuk mendukungnya. Lihatlah dirimu... 'dilecehkan'! Dibiarkan telanjang di hadapan pria yang paling kau benci! Oh, tidak dibiarkan tapi memang disengaja dibuat begitu. Kau seperti hewan betina yang akan dipersembahkan untuk sang Alpha."
Semuanya terasa benar dan menyakitkannya, Daisy tak berdaya lagi untuk menolak sisi setan tersebut.
"Oh, Daisy... Kau harusnya tak langsung berteriak tadi. Kau harus terdiam dan tak membangunkannya. Kau harus mengikat kedua tangan dan kakinya agar dia tak dapat menyentuhmu. Dengan begitu kau bisa lakukan sesukamu. Kau bisa memukulinya ataupun memalukannya ke seluruh dunia Kau tahu itu... Kau bisa membayangkannya, bukan?"
Berdiri bebas dan mengendalikan sesuatu, terlebih untuk Alpha yang suka melakukan apapun semaunya saja. Dengan mengikat kedua tangan dan kakinya, dia bisa mengendalikan sang Alpha.
Daisy pasti bisa melakukannya dan membiarkannya mendapatkan balasannya.
"Benar bukan, Bennedict Tomioka." Daisy hampir ingin tertawa saat dia mendapati Ben tak berdaya di kakinya. Laki-laki itu terlentang di atas tempat tidur dengan kedua tangan dan kaki terikat.
"Seorang terhormat di kota akan dipertontonkan ke seluruh kota karena sifat mesum dan tak tahu dirinya."
"Daisy, kumohon... Lepaskan aku."
Plak! Daisy menamparnya.
"Kau tak boleh berbicara jika tak kuizinkan! Jangan coba-coba..."
Daisy menguatkan tali yang mengikat tubuh Ben sampai laki-laki itu tak bisa bergerak sama sekali.
"Ini bukan yang kau inginkan?" Daisy sudah duduk di atas perut Ben dan membungkuk untuk membisikannya, "kau menginginkan tubuh ini untuk bersenang-senang..."
Pop!
Kemunculan Daisy versi malaikat membuat Daisy kembali ke dunia nyata. Bayangan balas dendamnya ternyata cukup mengerikan setelah dia menyadarinya.
"Oh, Dear... Apa yang kau pikirkan?" Sang malaikat bertanya dengan suaranya yang lembut. Dia berada di samping kanan Daisy, duduk bersamanya.
Malaikat itu terlihat sangat cantik, memiliki aura yang murni. Terlebih, dia memiliki ring besar di atas kepalanya yang bersinar dan sayap putih yang besar.
"Yang kau pikirkan itu tidak benar. Tidak baik untuk balas dendam. Kau sudah sangat mengenalnya, kau harus mempercayainya. Semuanya yang terjadi di sini mungkin sebuah kecelakaan, dan kau harus merelakannya."
"Merelakannya?" Kini si iblis mengatakannya. "Kau yang merasa tertindas di sini. Tidak mungkin ini hanya sebuah kecelakaan! Orang-orang itu sengaja melakukannya, membiarkanmu seperti seekor hewan..."
"Tidak, Dear. Tidak. Ben sangat mencintaimu. Bagaimana bisa dia melakukan hal yang tidak membuatmu nyaman? Dia sangat memprioritaskan dirimu."
"Huek!" Si iblis memuntahkan apa yang dikatakan sang malaikat. "Sejak kapan dia memikirkanmu, Daisy? Dia hanya menyakitimu dengan terus-terusan mengejarmu. Kau bahkan tidak dibolehkan bernafas dengan bebas."
"Dear, dia selalu melakukan hal yang terbaik untukmu. Kau adalah bunga terindahnya, dia takkan berani merusak bunga kesayangannya."
"Tidak, Daisy. Dia ingin...."
"Bukan begitu, Dear. Dia sangat..."
"Sudah!"
Daisy menghentikan malaikat dan iblis dirinya yang saling bertikai untuk menentukan mana yang benar dan salah. Ini membuatnya menjadi pusing sendiri karena dia makin memiliki beban pikiran.
Kedua bayangan malaikat dan iblis itu akhirnya sudah menghilang. Dia takkan mendengar kata-kata rayuan dari mereka berdua lagi. Apalagi versi iblisnya kali ini sudah begitu dekat dengannya dan memengaruhinya begitu mulus. Hingga dia dapat membayangkannya secara nyata.
Tapi kalau dipikir-pikir, tidak buruk juga untuk memberikan pelajaran ke pria brengsek itu sekali-kali.
Daisy sudah sering berlari.
Selesai makan, Daisy mulai membongkar sebuah keranjang di troli bagian bawah. Di dalamnya, terdapat pakaian dan nampan yang di atasnya terdapat perhiasan. Daisy mengambil nampan tersebut untuk melihat perhiasan tersebut. Setelah mendapati kalung dan gelang emas yang ternyata miliknya sendiri, dia merasa sangat lega. Dia tidak perlu harus menyimpan atau menyumbangkan semua barang-barang pemberian dari Ben kali ini.
Kemudian pakaian di keranjang tersebut, dia tidak ada pilihan lain untuk memakainya. Di keranjang itu hanya berisikan pakaian dan berhiasan saja, tidak ada barang-barang lain seperti dompet ataupun ponsel. Barang-barang pribadi miliknya tidak dimasukan ke kotak ini yang membuat Daisy harus mengikuti permainan ini.
Kalau tidak dibuat seperti itu, Daisy pasti langsung menyewa kamar lain dan membeli pakaiannya sendiri. Untuk ukuran Daisy sekarang, dia sudah kuat secara ekonomi untuk mengurus masalah ini. Tapi, bukan ini yang diinginkan oleh Ben.
Harus diakui, sifat Ben memang sedikit posesif yang membuatnya terlihat egois. Dan Daisy tidak mengerti mengapa pria itu selalu bersikap seperti itu. Padahal, bukan itu sifat asli dari Ben. Sifatnya lebih condong ke misterius karena menyimpan banyak hal darinya.
Daisy akhirnya sudah berpakaian. Dia sangat menyukai pakaiannya hari ini, apalagi blous yang dipakainya berwarna kuning cerah dan rok berwarna putih. Pakaiannya seperti menyuruhnya untuk tersenyum riang pagi ini, dan akan disayangkan jika dia membuang energinya untuk hal negatif. Setelah dia merapikan rambutnya, dia mengambil sebuah sandal yang ada di troli.
Sekali lagi, Daisy melihat dirinya di depan cermin. Dia terlihat lebih baik sekarang. Pagi ini harus tetap indah untuknya. Entah telah dirusak atau diapakan, tapi Daisy harus membuatnya indah. Seperti namanya, bunga Daisy pasti akan bermekaran saat matahari sudah terbit.
Melihat ke luar jendela, Daisy bermandikan cahaya matahari yang masih hangat. Lalu, dia sudah siap untuk pergi dari tempat itu. Tidak ada hal yang mengharuskannya untuk tetap tinggal, apalagi dia menolak untuk melihat Ben lagi setelah itu.
.
Riddle of You
Jam dan Bunga IV