Sky tower adalah sebuah gedung tinggi yang menjadi sebuah ikon di kota X sebagai gedung serba guna untuk masyarakat umum di kota tersebut. Tempat ini begitu memiliki daya tarik tersendiri karena ketinggiannya yang hampir saja menyamai Shanghai Tower. Tidak hanya itu saja, para elit di kota tersebut dan sekitarnya sering sekali datang ke tempat ini untuk sebuah perayaan yang besar.
Tiap waktu, pasti ada saja perayaan yang dirayakan di tempat itu. Mulai dari perayaan lokal dan nasional yang bergengsi, ataupun internasional yang melibatkan beberapa negara sekitar. Ada juga tempat khusus untuk umum yang bisa dikunjungi pada jam buka saja, seperti beberapa resto dan tempat observasi besar yang disediakan di tempat itu. Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa tempat itu masih cukup ramai di saat-saat seperti ini.
Ben masih dapat mendapati beberapa orang yang masih menikmati di area observasi dengan teropong-teropong untuk mengintip kota dan pemandangan laut. Mereka pantas untuk menikmati semua tersebut hingga tempat ini ditutup. Karena di akhir pekan ini, tidak ada yang bisa menghentikan anak muda yang sedang berpacaran.
Benar bukan, Ben? Bahkan dirinya saja sudah tidak bisa dibilang sebagai anak muda lagi dan dia juga masih saja sendiri.
Ben hampir saja menangisi dirinya sendiri karena kesendiriannya di umurnya yang sudah sangat matang. Ditambah dengan kondisi di sekitarnya yang sangat memaksanya untuk segera menikah. Benar, menikah! Bahkan mamanya saja sampai turun tangan untuk mengurusinya. Di umurnya sekarang, dia sudah tidak bisa menolak begitu saja. Dia sudah bisa berpikir dan memutuskan, sudah sejak dulu sebenarnya, dan kini dia harus mempertimbangkannya.
Sayangnya, Ben masih cukup idealis untuk urusan percintaannya. Itulah mengapa dia masih mempertahankan Daisy di dalam hatinya yang terdalam, dan selalu berusaha untuk menikah dengan perempuan itu saja. Dia masih belum bisa melihat sebuah kenyataan mengapa seorang pria harus memiliki kewajiban untuk menikah, entah dengan siapapun.
Benar juga, mengapa ya?
Ben tidak bisa memikirkannya. Dia mencoba untuk menyelesaikannya nanti sambil berjalan dan memikirkannya secara perlahan.
Setelah waktunya untuk tutup, tempat itu menjadi sepi seketika. Ben masih duduk di sebuah kursi taman di dekat dinding tanaman. Dia masih menatapi sebuah tempat kosong yang pernah diinjaknya bersama Daisy dulunya. Sebuah spot favorit mereka saat mereka masih berpacaran.
"Permisi, Pak. Ini sudah waktunya tutup."
Ben hanya menengok ke asal suara. Seorang penjaga tua yang melihatnya langsung memberikan hormat kepadanya dan menyampaikan bahwa tempat ini sudah tutup dengan lebih sopan lagi.
Karena sedang tidak ingin diganggu lebih lama lagi, Ben akhirnya bangkit berdiri dan pergi dari tempat itu. Dia hanya meninggalkan area umum di sky tower dan masuk ke tempat-tempat yang hanya boleh dipakai oleh penyewa kaya. Keberadaannya cukup mencolok untuk petugas keamanan yang sedang berjaga. Dan dia sampai harus bertemu sepuluh petugas keamanan saat dalam perjalanannya ke atas.
Ada beberapa acara yang diadakan di sana, Ben harus melewati jalan yang tidak mendekati area tersebut, alias melewati jalan yang biasanya para eksekutif melewatinya. Dan hanya Ben saja yang mau bertingkah di luar jam kerja demi keinginannya sendiri di tempat itu. Dia tidak membuat janji dengan pengurus tower sehingga semuanya menjadi sedikit kerepotan.
Kalau dia bukan seorang penguasa, dia pasti sudah dilempar dari tempat itu.
Tapi, dari semua petugas keamanan hanya bisa memberikan salam penghormatan setelah melihatnya langsung.
Dan dari situlah dia mendapatkan telepon dari Vincent.
"Apa kau tidak meminta izin terlebih dahulu untuk naik ke rooftop?!" Suara Vincent jelas sangat keras dan sedikit nyaring. Vincent sedang mendapati kerja lembur dari Ben sekarang, dan kini dia harus mengurusi bosnya yang sedang seenaknya sendiri.
Pengurus resmi dari sky tower pasti sudah menghubungi Vincent perihal Ben yang berada di tempat itu tanpa ada kabar apapun sebelumnya. Dia pasti merasa sangat kacau karena tidak bisa melayani bos besar itu dengan baik saat berada di tower tersebut. Dan saat terdengar oleh Vincent, itu seperti sebuah keluhan dari masyarakat akan kerja pemerintah.
Jika memang sedang bercanda, ini sudah kelewatan.
"Aku sudah bilang bahwa aku akan pergi ke sky tower."
"Ben, itu sudah satu jam yang lalu. Kukira kau akan melakukan sesuatu yang penting di sana!"
Laporan yang didapati Vincent adalah Ben hanya duduk di area observasi sampai tempat itu tutup dan ditemui oleh salah satu penjaga di sana.
Urusan Vincent dengan para permen sebenarnya belum selesai. Dan dia harus menjeda pertemuannya karena bosnya sendiri. Jika kinerjanya buruk untuk mengurus hal ini, yang patut disalahkan adalah Ben sendiri.
"Aku hanya ingin membelikan dumpling untuk Paman Shi."
Vincent sadar bahwa dia telah melakukan kesalahan di gudang tadi. Dia seharusnya membiarkan Tuan Shimizu di dalam sana. Ini pasti rencana Ben untuk membicarakan sesuatu yang penting dengan sembunyi-sembunyi. Bahkan dia saja sampai tidak mengetahui apapun soal itu.
"Ben. Ayo bicarakan hal ini nanti, oke." Vincent merubah dirinya sendiri menjadi sosok sahabat Ben.
"Kau harus mentraktirku kalau begitu."
"Ya..." sialan...
"Kau tahu harus mencariku di mana."
Ben langsung menutup panggilan tersebut tanpa mendengar balasan dari Vincent. Dia tahu kalau Vincent sedang ada urusan penting yang sedang dikerjakan dan dia tidak tidak ingin mengganggu asistennya yang sedang bekerja.
Harusnya itu pekerjaannya, tapi dia menjadi tidak bisa melakukannya karena harus bertemu dengan Paman Shimizu tadi. Tidak sesederhana itu saat dia mencoba untuk menemuinya di gudang lama milik pamannya.
Dia akhirnya sampai di sebuah hall paling atas dan paling megah di sky tower. Ada sebuah rooftop yang terhubung langsung dengan hall itu. Berhubung tidak ada acara hall tersebut, dia bisa menggunakannya untuk menyendiri.
Seorang bos besar sepertinya ternyata bisa menyendiri juga. Bahkan dia ingin menghabiskan waktunya yang tersisa untuk berpikir dengan tenang.
Angin malam itu sangat kencang sampai bisa membuat rambutnya berantakan seketika. Dirinya makin berjalan ke ujung rooftop untuk melihat keluar: berupa horizon antara langit, lautan, dan perkotaan. Pemandangan eksklusif yang hanya bisa dinikmati beberapa orang beruntung saja, dan dia adalah salah satunya. Termasuk Daisy yang masuk dalam daftar tersebut.
"Wow, ternyata dingin sekali ya! Anginnya juga kencang!" kata Daisy sambil sedikit menggigil di balik gaunnya yang sedikit terbuka.
Ben yang sudah menutup pintu kaca di balik mereka langsung membuka jas hitamnya dan menggantungkannya di tubuh Daisy. Mata mereka bertemu pada saat itu.
"Aku sudah bilang kalau pakai yang tertutup saja." Kata Ben sedikit sinis tapi juga merayu sambil menarik jasnya untuk menutupi dada Daisy yang sedikit terlihat belahannya.
"Apa kau cemburu ketika semua orang di pesta melihat tubuh seksiku?" Goda Daisy setelah dia melihat kembali ke dalam hall yang ramai.
Waktu itu ada sebuah pesta ulang tahun dari salah satu anak terkaya di negara itu yang ingin merayakan pesta besar-besaran. Katanya, ingin mengalahkan pesta ulang tahun dari kerabatnya yang sampai mengundang beberapa penyanyi holywood terkenal.
Tapi namanya anak kecil, mereka sangat suka membual.
Ben sengaja harus mengikuti pesta itu agar bisa membawa Daisy ke tempat ini. Sebuah rooftop yang paling legendaris.
"Apa kau ingin membahas bagaimana aku bisa menyentuh setiap lekukan di tubuhmu?"
Daisy langsung memerah meskipun udaranya sangat dingin. Dia menyikut Ben karena dia tidak ingin membahas hal yang tidak seharusnya dibicarakan di tempat umum. Dia tahu kalau itu tidak hanya terjadi dalam pembicaraan saja.
Ben hanya tersenyum senang dengan itu.
"Jadi... bagaimana bisa kita masuk ke tempat ini? Kau tahu, orang-orang di dalam sangat iri kepada kita." Tanya Daisy akhirnya. Dia tidak berhenti melihat ke dalam hall yang masih ramai itu.
"Ya biarkan saja. Aku tidak mengenal mereka, apa peduliku? Biarkan anak itu yang kena omel saja."
Daisy menyikut Ben lagi, dan kini tepat mengenai tulang rusuknya sehingga rasanya sedikit sakit. Ben harus menahannya dan tidak mengeluarkan suara apapun soal itu.
"Aku curiga. Apa yang dilakukan pacar terkaya di kota ini?"
"Aku hanya memberikan syarat padanya saja soal pesta ini. Aku tahu kalau ini terlihat begitu kampungan kalau tidak disediakan rooftop ini. Tapi, aku ingin menikmatinya bersamamu saja."
"Kau terdengar begitu egois."
"Sstt.... Abaikan saja, oke."
Ben menarik Daisy lebih dekat dengannya dan menuntunnya berjalan menuju ke pojokan rooftop yang gelap. Di sana, orang-orang yang berada di dalam hall tidak akan menyadari keberadaan mereka berdua di sana.
Mata Daisy langsung dimanjakan saat dia berdiri di paling ujung dari rooftop. Ada penghalang rooftop yang tinggi dan sudah dijamin aman di sana, sehingga dia tidak merasa takut harus berdiri di sana. Selain itu, ada Ben berada di sampingnya yang selalu memegangi tubuhnya dengan erat.
"Jadi ini pemandangan yang didapatkan oleh orang-orang paling beruntung?" Daisy tidak bisa melepaskan pandangannya. Dia sangat tertegun dengan apa yang dia lihat sekarang.
Daisy bisa melihat garis pantai yang seharusnya sangat jauh dari sky tower. Dia juga bisa melihat seisi kota yang berkelip-kelip layaknya bintang, serta suara-suara gemuruh yang terdengar sangat kecil dari sana. Semuanya itu seperti sedang dipantulkan langsung oleh langit gelap yang tidak kalah menampilkan germelapan cahaya bintang. Semua itu terbatasi sebuah garis tak nyata di ujung pandangan Daisy.
Ben membiarkan Daisy menikmatinya dengan puas. Dia tidak ingin menganggu Daisy yang begitu tertegun di dalam pelukannya. Ya meskipun dia juga tidak suka jika Daisy lebih suka pemandangan daripada niatnya membawanya ke tempat itu.
"Daisy, kau masuk ke dalam daftar orang beruntung itu sekarang." Bisik Ben.
Daisy tidak bisa menyembunyikan senyumannya yang lebar lagi. Dia benar-benar menyukai tempat ini, pemandangannya, suasananya, dan dia sangat mencintai Ben!
Dan perasaan cinta Daisy terasa sangat murah untuk semua yang diberikan oleh Ben untuknya.
"Dengarkan aku, Daisy. Datanglah kemari bersamaku lain kali. Dan di saat itu juga, aku pasti akan melamarmu..."
.
Blind Dates I