Chereads / Riddle of You / Chapter 12 - Blind Dates II

Chapter 12 - Blind Dates II

"Nah... sekarang kau terlihat begitu cantik dan menawan." Kata Linda pada anaknya yang sudah keluar dari kamarnya untuk bersiap-siap kencan malam ini.

Daisy malam ini menggunakan gaun malam yang dia beli enam tahun yang lalu. Meskipun memiliki kenangan buruk dengan gaun itu, dia cukup senang memakainya karena gaunnya masih muat di tubuhnya. Lihat saja lekukan tubuh Daisy yang masih begitu menonjol di umurnya yang sudah tak lagi muda. Warna hitam yang menghiasi tubuh itu, sangat begitu menunjukan sisi lain Daisy yang tidak pernah keluar. Ya, Daisy sedikit merasa lebih berani dan liar dengan gaun seksi ini.

Meski sudah sangat lama sekali, gaun ini masih begitu indah dan pantas untuk dikenakan.

Linda melihat-lihat putrinya yang memakai gaunnya itu. Dia tidak tahu kalau gaun itu sudah berumur enam tahun lamanya, dan dia hanya tersenyum karena anaknya masih bisa berpakaian seperti anak muda.

Apalagi Daisy juga masih punya tubuh yang kencang juga. Itu menjadi poin plus untuk putrinya sendiri.

Daisy berputar-putar untuk memamerkannya pada ibunya sendiri. Dia merasa sangat senang dipuji ibunya sendiri karena dia masih terlihat sangat muda.

"Sangat aneh jika tidak ada laki-laki yang terpikat padamu. Sebenarnya kau melakukan apa saja sampai tidak ada yang mau menikah denganmu?"

Daripada dibilang tidak ada yang mau menikahi Daisy, sebenarnya ada seseorang yang selalu menginginkan untuk meminang Daisy ke pelaminan. Dan selama itu pun, Daisy memilih untuk tidak memberitahu ibunya apa-apa tentang ini, sehingga ibunya tidak mengetahui usaha dari Ben yang sia-sia itu.

"Ma, sulit sekali untuk menikahi seorang pengusaha." Karena merasa bahwa suasana di antara mereka lebih santai, Daisy membalasnya begitu. Dia hanya bercanda saja untuk mengatakannya sambil menutupi kebenaran yang ada.

"Mengapa kau tidak berhenti saja kalau begitu? Menikah itu lebih penting."

Sebenarnya tidak juga... Daisy ingin menangisi hal ini. Padahal dia sudah sangat berusaha untuk menjunjung kariernya demi untuk menghidupi dirinya sendiri, dan membantu kebutuhan ibunya tentu saja, dan dia mendapatkan balasan yang kurang mengenakan hati.

Rasanya hampir sia-sia dia lakukan hal ini semua.

"Mama tidak memberitahu Daisy siapa orangnya?" tanya Daisy mengganti topik agar hal itu tidak dibahas lagi.

"RAHASIA." Jawab Linda penuh dengan penekanan. Kemudian dia mengambil sesuatu di atas meja makan dan memberikannya kepada Daisy.

Daisy menerimanya dengan kebingungan. Dia melihat tulisan perak berkilau dari sebuah kartu hitam yang diberikannya.

Sky Tower, STR, 056, 19:00

Itu sebuah alamat dan waktu. Kartu ini seperti sebuah undangan resmi untuk Daisy. Dan dibalik kartu itu, dia bisa melihat nama perusahaan yang membuat kartu undangan tersebut. Itu tidak meyakinkan.

"Ma... Mama tidak mencari jodoh di situs internet pencarian jodoh, kan?" Daisy merasa was-was.

"Hush! Jangan main-main. Kau pikir aku memilih calon menantu dengan sembarangan? Dia adalah anak pejabat, pernah menjadi teman baik papamu dulu."

"Apakah dia seorang artis?"

"Itu masih rahasia. Kau harus pergi sekarang..."

Linda mendorong tubuh putrinya keluar dari rumah agar mau bergegas. Dia tidak ingin Daisy menghabiskan waktunya untuk berbasa-basi tidak jelas. Apalagi, dia hampir saja terlambat.

Tepat sekali saat Daisy sudah berhasil didorong ibunya keluar, taxi yang dipesan olehnya sudah datang dan memberikan isyarat kedatangan.

Daisy kebingungan karena ada sebuah taxi di depan rumahnya. Tapi dia bisa berpikir dengan cepat tentang apa yang terjadi. Tingkah ibunya kini memang sangat serius sampai-sampai Daisy dipesankan sebuah taxi! Ya, Linda takkan membiarkan Daisy pulang sendirian dengan mobilnya sendiri. Bagaimanapun, Daisy harus mau diantarkan pulang oleh calon suaminya.

Dia tidak memiliki pilihan lain selain menurut. Setelah berpamitan pergi dan mencium pipi mamanya, Daisy akkhirnya pergi dengan taxi yang dipesankan itu. Tidak ada yang terjadi selama perjalanannya. Bahkan terasa cepat dan mulus untuk sebuah perjalanan. Tapi memang inilah yang diinginkan oleh Daisy. Dia ingin malam ini berjalan mulus tanpa ada sebuah faktor B yang akan muncul pada malam ini.

Hanya malam ini saja. Faktor B tidak boleh muncul!

Daisy bukannya takut dengan apa yang terjadi pada laki-laki itu, tapi dia hanya belum siap untuk memberikan reaksi seperti apa. Meskipun dia senang karena bisa memberikan pelajaran, tapi saat dipraktekan dan terjadi, itu juga sulit baginya.

Oh, Daisy... dia selalu tidak bisa berbohong pada hati kecilnya sendiri. Ketidaktegaannya muncul di saat yang kurang tepat.

Sesampainya di sky tower, taxi berhenti di titik pintu masuk eksklusif. Pintu ini biasanya dipakai oleh orang-orang penting yang diundang masuk ke sky tower untuk sebuah acara yang tidak biasa. Karena begitu eksklusif, Daisy disambut oleh seseorang dengan dibukakan pintu dan dipandu untuk turun dan berjalan masuk ke dalam sky tower.

Daisy memberikan kartu undangan hitamnya sebelum orang itu berbasa-basi padanya.

"Baik, mohon ikuti saya."

Itu terlalu cepat untuk membacanya! Orang itu hanya menerimanya dan melihatnya saja tanpa ada gestur membaca isinya.

Daisy mengikutinya dan mereka masuk ke dalam lift. Orang itu terus memandu Daisy hingga mereka masuk ke sebuah hall yang sangat besar dan penuh dengan meja bertaplak putih. Mata Daisy tidak siap untuk melihat ini, karena tempatnya begitu megah dengan berbagai kristal lampu, hiasan dan dekor pesta megah, serta orang-orang yang berpakaian begitu rapi nan apik.

Melihat dirinya sendiri, Daisy merasa pesimis dengan rasa percaya dirinya sebelumnya. Bahkan pujian mamanya bisa kalah dengan suasana di tempat ini.

Orang itu terus berjalan di sela-sela meja-meja bertaplak putih yang sudah dipakai oleh banyak orang. Mereka semuanya sedang asyik mengobrolkan sesuatu yang hanya terdengar angin oleh Daisy. Hingga akhirnya dia berhenti di sebuah meja yang berada di paling tengah dan tepat di depan sebuah panggung yang mewah.

Perasaan Daisy makin tidak enak.

"Tuan Javas Mehran, saya mengantarkan tamu Anda."

Jadi sudah dipesan sebelumnya ya... pantas saja orang itu langsung bergegas mengantarkan Daisy kepada laki-laki itu.

Ya, laki-laki yang sudah tidak terlihat muda itu. Daisy memperkirakan bahwa umurnya tiga tahun lebih tua darinya. Apalagi laki-laki itu memiliki kumis tipis di bawah hidungnya. Rambutnya yang pendek dirapikan dengan gel rambut sehingga membuat pria itu terlihat begitu dewasa.

"Terima kasih." Laki-laki bernama Javas itu bangkit dari kursinya. Dia melihat Daisy dengan penuh senyuman.

"Kau pasti putri dari Bibi Linda."

Itu tidak adil! Pria itu mengetahui identitasnya sedangkan Daisy tidak mengetahui apapun soal itu.

"Ya." Jawab Daisy dengan ramah. "Daisy Yin."

Ini terasa cukup aneh untuk Javas karena Daisy langsung memperkenalkan dirinya sendiri. Padahal dia ingin menyuruhnya untuk duduk dulu baru berkenalan.

"Javas Mehran Fidell." Balas Javas agar tidak menjadi canggung di antara mereka berdua.

Kesan pertama. Ingat. Kesan pertama harus tampil terbaik.

"SIlahkan duduk, Nona Yin." Kata Javas sambil menarikan kursi untuk Daisy.

Daisy duduk dan mengucapkan terima kasih.

"Terima kasih Tuan Fidell."

"Oh, Nona Yin. Panggil Jave saja."

"Kalau begitu panggil saya Daisy saja, Tu-maksud saya Jave."

Javas tersenyum lebih lebar karena merasa lebih senang karena dipanggil nama panggilannya. Ini membuat Daisy kurang nyaman sebenarnya, karena senyumannya seperti orang mesum.

"Apa kau menyukai tempat ini? Maafkan aku jika ini terlalu ramai, tapi kurasa tempat ini cukup sempurna untuk pertemua kita kali ini."

Daisy mengalihkan pandangannya dengan lebih memandangi dekorasi pesta besar di sini. Dan dia menyanjungi pesta ini dengan orang-orang borjuis. Sangat berbeda dengan Daisy yang hanya pas-pasan.

"Sangat klasik. Saya sangat suka panggungnya. Hiasannya sangat kontemporer, namun tirai merah marun yang menggantung di sana membuatnya terlihat klasik. Apakah akan ada pertunjukan sebentar lagi?"

"Mata yang sempurna, Daisy. Kau tidak salah menilai. Dan kau penyuka musik klasik, kurasa... dan kau tahu penyanyi yang baru naik daun karena suaranya mengingatkan kita dengan musik-musik klasik eropa."

"Rosmary Evergarden?"

Itu adalah nama yang keluar dari benak Daisy pertama kali. Dia tidak mengetahui banyak penyanyi kotemporer. Dan setahunya, Rosmary sudah lumayan lama berada di industri entertainment permusikan.

"Tepat! Kau tahu kalau dia adalah salah satu suara emas dari Rising Star Entertainment. Dia adalah legenda yang hadir pada permusikan era sekarang..."

Daisy hanya bisa tersenyum dan mendengarkan saja. Javas terus-terusan membicarakan tentang penyanyi naik daun itu dengan begitu antusias, bahkan bisa terbilang sebagai salah satu fans fanatik.

Itu sangat tidak bagus! Bagaimana Daisy bisa menerima orang yang merupakan fans fanatik.

"Oh, ini dia! Pertunjukannya dimulai."

.

Blind Dates II