Clarisa menatap lurus ke arah kolam renang yang ada di belakang Mansion mewah milik Jovan.
Sejak tadi Clarisa hanya berdiri diam dan tidak melakukan hal apa pun atau bicara apa pun selain hanya memandang gamang kolam renang yang terlihat tenang karna tidak ada siapa pun di sana.
Moza yang ditugaskan sebagai asisten pribadi Clarisa pun hanya bisa diam, menatap Clarisa dari jarak yang cukup jauh karna diminta untuk tidak mendekat. Katanya, wanita itu butuh waktu untuk sendiri dulu.
Dari apa yang Moza lihat, Clarisa adalah satu-satunya wanita berbeda dari wanita yang Jovan punya sebelumnya. Clarisa lebih banyak diam dari pada menggoda Jovan seperti wanita-wanita yang dulu.
Bahkan, saat tadi Jovan berangkat bekerja saja, Clarisa tidak sama sekali menahan Jovan untuk pergi, malah yang Moza lihat adalah, Clarisa ingin terus berjarak seperti ini dengan Jovan.
"Ada telepon."
Suara salah satu maid membuat fokus Moza pada Clarisa teralihkan. Ia menatap maid tersebut lalu menaikkan sebelah alisnya untuk bertanya tanpa suara. Paham akan kode yang Moza beri, maid itu pun menjawabnya dengan cepat.
"Tuan Jovan."
Anggukan kecil Moza berikan, meraih telepon rumah yang di ulurkan padanya kemudian ia tempelkan di telinga.
"Hallo Tuan?"
"Kau ada di Mansion?"
"Iya Tuan."
"Bersama Clarisa."
"Iya, Nona bersama saya. Apa Tuan mau bicara?"
"Kalian di mana?" Bukannya menjawab, Jovan malah melontarkan pertanyaan lain pada Moza.
"Halaman belakang, Tuan."
Ada jeda sebentar, tidak Moza dengar jawaban dari Jovan lagi, hingga suara hembusan napas terdengar jelas di telinga Moza.
"Jangan biarkan dia merenung seperti itu. Buat dia betah ada di sana, apa pun caranya."
Moza melirik kamera yang ada di atas dekat kolam renang. Moza yakin jika Jovan sedang melihat kegiatan mereka dari atas sana.
Hanya Jovan saja yang bisa mengakses cctv di mansion ini. Selain Jovan, Karim-lah satu-satunya orang yang bisa. Jovan terlalu sulit percaya pada orang hingga semua yang bersifat rahasia hanya akan ia dan Karim saja yang tau.
"Baik Tuan, akan saya lakukan apa yang Tuan minta."
"Hm. Sebelum saya pulang, saya mau dia cantik dan rapi. Ada pertemuan makan malam nanti, dan saya ingin membawa dia untuk ikut."
Sekali lagi Moza melirik cctv di atas sana kemudian mengangguk pelan. "Baik Tuan, sesuai perintah."
"Akan ada orang yang mengirim gaunnya nanti. Pakaikan itu untuknya."
"Baik Tuan."
"Hm, saya tutup."
Moza masih menempelkan telepon itu di telinganya saat tubuh Clarisa berbalik. Dengan cepat Moza mengulas senyum, menyerahkan telepon itu pada maid tadi kemudian menyambut Clarisa yang sudah melangkah mendekatinya.
"Apa kau butuh sesuatu?" tanya Moza pada Clarisa lembut.
"Belum," jawab Clarisa berusaha tersenyum kecil meski tetap saja Moza bisa melihat ada kesedihan di senyuman itu.
"Lalu, mau kemana sekarang? Tuan tadi meneleponku, memintaku untuk menyiapkanmu karna nanti dia akan mengajakmu pergi ke pertemuan."
Clarisa berhenti melangkah, menoleh pada Moza dengan pandangan yang sulit Moza artikan. "Apa aku terlihat seperti barang untuknya? Menyiapkanku seperti benda mati dan bisa dibawa kapan pun dia mau tanpa menanyakan apa aku mau ikut atau tidak."
Moza terdiam, keyakinannya soal Clarisa yang berbeda dari wanita malam Jovan terbukti. Bahkan Clarisa tidak senang saat tau jika Jovan akan membawanya pergi bersama. Karna perempuan Jovan yang dulu, sampai memaksa ikut tapi Jovan malah tidak menggubrisnya.
"Aku tidak tau, Clarisa. Aku di sini hanya bekerja. Sama seperti kamu yang diberi aturan oleh Tuan Jovan, aku pun sama. Aku diminta menuruti apa pun yang tertulis di dalam peraturan yang dibuat untukku dan yang lain."
Clarisa menghembuskan napasnya panjang. Tidak menjawab apa pun lagi, Clarisa memilih kembali membawa langkah kakinya untuk menuju kamar yang dirinya tempati bersama Jovan tadi malam. Begitu juga Moza yang ikut di belakangnya.
"Ada spa dan salon di lantai tiga, apa kamu mau pijat atau yang lainnya?"
Pertanyaan Moza yang tiba-tiba membuat Clarisa berhenti melangkah, ia jadi penasaran akan apa saja isi dari Mansion ini. Terlihat banyak lorong-lorong megah juga ruangan-ruangan yang sama sekali tidak Clarisa tau isinya apa saja.
"Spa?"
"Hm, selain itu kau juga bisa menonton film yang kau suka di lantai 4. Mau?"
"Sebenarnya ini Mansion atau Mall sih? Kenapa begitu lengkap?"
Moza terkekeh, ia melangkah makin dekat dengan Clarisa kemudian berhenti tepat di hadapannya. Senyum Moza ukir lebih dulu sebelum ia bicara. "Di sini semua ada. Entah untuk apa, tapi yang aku tau orang berkelas seperti Tuan Jovan selalu ingin apa pun yang ekslusif, termasuk pelayanan publik seperti tadi, ia mau memiliki sendiri. Itu kenapa Mansion ini dilengkapi hal-hal semacam itu."
"...lagi pula, aku yakin kau tidak akan bosan ada di sini jika kau mau menikmati setiap fasilitasnya. Kau dibebaskan melakukan apa saja di sini, asal satu---"
"Aku tidak boleh kabur atau pergi dari Mansion tanpa Jovan. Right?"
Moza mengangguk, ia menghela napas dengan satu tangan terentang di depan Clarisa. "Jadi, mau spa atau nonton?"
Clarisa diam sejenak, yang setelahnya ia tersenyum lebar, seakan lupa jika dirinya baru saja merasakan sakit luar dalam. Mencoba untuk melupakan kejadian semalam, Clarisa akhirnya menyetujui ajakan Moza untuk mencoba fasilitas Mansion milik Jovan ini. Dan mungkin, spa adalah pilihan yang pas.
"Aku boleh spa, Moza?"
"Tentu." Moza mengangguk, mengulurkan tangan agar Clarisa menggandengnya. "Mari, aku tunjukkan ruangannya."
Dengan senyum kecil yang masih dipaksakan, Clarisa akhirnya mengikuti langkah Moza. Tapi baru beberapa langkah Moza berjalan, Clarisa meringis dan menahan lengan wanita itu hingga Moza berhenti melangkah.
"Sshhh..." ringis Clarisa membuat Moza menoleh.
"Ada apa?"
Clarisa mendongak dan menggeleng pelan. "Bisa kau berjalan hati-hati saja, aku..."
Cukup lama Clarisa menggantung kalimatnya, Moza pun paham. Ia mengangguk, mengusap punggung tangan Clarisa yang melingkar di lengannya. Perlahan Moza menggiring Clarisa untuk sampai di tempat spa.
Sepanjang perjalanan juga, Moza kembali berpikir. Apa mungkin Tuan-nya itu mendapatkan gadis? Terlihat jelas dari bagaimana kemurungan Clarisa juga cara wanita itu berjalan.
"Sampai. Kau akan di layani dengan baik di sini. Nikmati harimu, Clarisa. Enjoy."
"Terima kasih."
Moza mengangguk, memberi arahan pada orang yang bertugas melayani Clarisa di sana. Banyak hal yang Clarisa lakukan di dalam. Hingga panggilan telepon membuat Moza buru-buru keluar dari ruangan itu karna yang menghubunginya adalah Jovan.
"Ya Tuan? Ada yang bisa saya--"
"Siapkan saya pelayan untuk spa. Saya akan pulang dan bergabung dengan Clarisa sekarang," kata Jovan cepat tak terbantahkan. Bahkan saat Moza ingin menjawab lagi, sambungan telepon tersebut sudah mati dan membuat Moza mengerjap pelan.
"Tuan Jovan pulang lebih awal? Demi spa bersama Clarisa? Ah, lupakan Moza, itu urusan Tuanmu, kau hanya harus bekerja dengan baik," katanya yang kemudian kembali masuk ruangan Spa, meminta agar orang-orang bersiap, karna Jovan akan datang.
Bersambung...