Dengan tergesa Azio Devian melangkah menghampiri Alpha Shaqille yang masih menyantaikan tubuhnya di ruang kerja sambil memeriksa beberapa dokumen dokumen penting perusahaannya.
"Tuan Muda," Panggil Azio Devian terlihat panik.
"Ada apa?"
"Orang kita kala cepat dengan orang suruhan Tuan Acheron," Jawab Azio Devian yang sontak membuat Alpha Shaqille terkejut, matanya melebar menatap tajam ke arah Azio Devian.
"Apa maksud mu?" Tanya Alpha Shaqille menutup keras laptopnya.
"Gadis itu.. "
"APA YANG TERJADI DENGAN GADIS ITU?" Teriak Alpha Shaqille keras seraya beranjak dari duduknya dan langsung mencengkram kera baju Azio Devian.
"Pagi tadi tubuhnya di temukan di tengah jalan tidak jauh dari supermarket tempatnya bekerja." Jawab Azio Devian perlahan yang sontak membuat Alpha Shaqille terkejut bersamaan dengan perasaan marah dan takut yang kini bercampur aduk di hatinya. "Gadis itu sekarat."
"APA?"
"Tapi, kabar baiknya, nyawa gadis itu masih bisa di selamatkan, dan ada masalah lain lagi Tuan, gadis itu.. "
"Apa? KATAKAN DENGAN JELAS."
"Gadis itu kritis di rumah sakit, dan.. " Azio Devian kembali menghentikan kalimatnya dengan tatapan yang masih mengarah ke arah Alpha Shaqille yang masih mencengkram kera bajunya.
"Bicaralah Ev,"
"Nyonya Aranka juga sedang sekarat di rumah sakit yang sama, rumah sakit di mana gadis itu di rawat." Ucap Azio Devian yang membuat Alpha Shaqille terdiam sesaat sebelum senyum smirk terlihat nampak di wajahnya.
"Tsk, akhirnya dia melakukannya juga, kita kerumah sakit sekarang." Balas Alpha Shaqille yang langsung melangkah keluar dari ruangannya dan di susul oleh Azio Devian menuju mobil yang sudah terparkir tepat di depan, hingga tidak berselang lama mobil tersebut sudah melaju dengan sangat kencang.
"ARRRGGGHHH... " Teriak Alpha Shaqille dengan suara kencangnya yang memenuhi mobil tersebut, matanya nampak berkaca dengan hati yang semakin di liputi rasa takut dan gelisah. "Bukankah semalam aku sudah menyuruhmu untuk mengawasi gadis itu?" Tanya Alpha Shaqille dengan wajah datar yang terlihat menakutkan.
"Maaf Tuan, orang kita sedikit terlambat, sepertinya mereka sudah mengincar gadis itu sejak insiden kemarin." Jawab Azio Devian yang memilih fokus pada kemudinya di bandingkan melihat ekspresi Alpha Shaqille saat ini yang terlihat sangat menakutkan. Sorot mata tajam dengan graham menyatu yang nampak tergambar jelas di pipinya.
'Ekspresi itu lagi, Sebenarnya sebesar apa rasa sayang Anda kepada gadis asing itu Tuan.'
Batin Azio Devian yang mulai merasa khawatir, dan saat melihat ekspresi juga sorot mata pembunuh dari wajah Alpha Shaqille, Azio Devian sebagai Asisten yang sudah sangat mengenal Alpha Shaqille sejak lama, memilih cari aman dan diam tanpa satu kata apapun. Sebab ia sangat tahu, jika saat ini kondisi hati dan tempramen Alpha Shaqille sedang buruk.
"AARGGHH SIAALL... ACHEROOON.. liat saja, aku akan membuatmu menyesal seumur hidup. Ev, Pastikan kau mengurus semuanya, rebut semua saham itu tanpa sisa sedikitpun." Ucap Alpha Shaqille dengan tatapan mata yang di penuhi dengan kebencian.
"Baik Tuan."
"Dan sebelum aku sampai ke sana, gadis itu sudah harus di pindahkan ke ruang VVIP." perintah Alpha Shaqille.
"Iya Tuan, saya akan menghubungi Dokter Drich untuk memindahkan gadis itu segera." Balas Azio Devian seraya meraih ponselnya dan terlihat menghubungi seseorang, hingga 5 menit berlalu, Azio Devian kembali fokus dengan kemudinya yang bahkan hanya berselang 30 menit saja mobil Alphard hitam itu sudah terparkir tepat di depan pintu rumah sakit, dan dengan cepat ke empat bodyguard Alpha Shaqille langsung menghampiri mobil tersebut untuk melindungi dan mengawal pria bermarga Elvern itu masuk ke dalam rumah sakit.
Dengan langkah lebar Alpha Shaqille berjalan masuk kedalam lift untuk menuju ke lantai 10 ruang VVIP. Hingga langkahnya terhenti di depan pintu kamar VVIP yang di mana tengah berdiri sosok Brenda Marlleta yang sedang membungkuk menyambut kedatangan Alpha Shaqille yang nampak mengernyit saat melirik ke dalam ruang kamar yang di sana masih terbaring tubuh istrinya.
Alpha Shaqille menampakan senyum smirknya dan kemudian terus melangkah menuju kamar VVIP lainnya yang hanya berjarak beberapa meter saja dari kamar istrinya di rawat sekarang.
"Apa anda tidak menjenguk Nyonya sebentar?" Tanya Azio Devian yang terus mengikuti langkah lebar Alpha Shaqille yang semakin menjauh dari kamar inap Istrinya.
"Apa kau pikir aku akan menghabiskan waktu berharga ku untuk melihatnya? Aku bahkan tidak peduli." Jawab Alpha Shaqille datar yang langsung masuk ke ruang VVIP tersebut, meninggalkan Azio Devian dan juga Brenda Marlleta yang hanya bisa saling menatap.
"Bagaimana kondisi Nyonya saat ini?" Tanya Azio Devian saat menghampiri Brenda Marlleta yang masih terdiam di depan pintu kamar Inap Aranka Demetria dengan perasaan sedih.
"Nyonya belum sadarkan diri," Jawab Brenda Marlleta tertunduk lemas.
"Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa Nyonya sampai berada dinsini? dan luka itu.. " Tanya Azio Devian, namun kalimatnya terhenti saat kembali menatap wajah Brenda Marlleta yang terdapat luka lebam di sudut bibirnya.
"Ah ini, saya tidak apa-apa Tuan," Jawab Brenda Marlleta sambil melambaikan kedua tangannya dengan senyum yang menghiasi wajah lelahnya.
'Dasar brengsek, bahkan dia juga melukai Brenda atas apa yang terjadi dengan anaknya.' Batin Azio Devian geram.
"Nyonya Aranka, ia terlalu banyak mengkonsumsi obat penenang, hingga over dosis, dan.. "
"Iya saya mengerti." Lanjut Azio Devian menarik nafas dalam dengan anggukan perlahan.
"Maaf Tuan Azio jika saya lancang bertanya, tapi.. "
"Ada apa Brenda?" Tanya Azio Devian menatap Brenda Marlleta.
"Siapa yang sedang di kunjungi oleh Tuan Besar Alpha?" Tanya Brenda Marlleta sambil mengalihkan pandangannya ke arah kamar VVIP yang tidak jauh dari ia berdiri sekarang. "Sepertinya pasien yang berada di dalam sana adalah seseorang yang sangat penting bagi Tuan besar Alpha," Lanjut Brenda Marlleta saat melihat beberapa pengawal Alpha Shaqille yang sedang menjaga pintu ruangan VVIP tersebut.
'Yah.. kau benar, sejak dua hari yang lalu gadis itu sudah menjadi sangat penting bagi Tuan Alpha.'
Batin Azio Devian sambil menggaruk keningnya dengan perlahan menggunakan telunjuk tangannya.
"Yah, mungkin kau benar." Jawab Azio Devian yang membuat Brenda Marlleta semakin gelisah.
'Apa ada seseorang yang lebih penting di bandingkan Nyonya Aranka istri Anda?
"Apa kau baik-baik saja?" Tanya Azio Devian saat melihat ekspresi wanita yang masih berdiri di hadapannya tersebut, hingga anggukan terlihat perlahan dari wanita itu yang membuat Azio Devian berhenti menatapnya dan kembali mengalihkan pandangannya ke dalam ruangan inap Aranka Demetria, yang di sana masih nampak terbaring sosok Aranka Demetria dengan selang infus yang masih menempel di lengannya.
"Baiklah.. saya akan menyusul Tuan Alpha," Ucap Azio Devian perlahan.
"Baik Tuan, Terima kasih atas kunjungan Anda di sini." Balas Brenda Marlleta mebungkuk.
"Hm," Jawab Azio Devian perlahan. "Dan kau, seharusnya bisa menjaga dirimu sendiri, jangan sampai mereka berbuat seenaknya lagi padamu." lanjut Azio Devian sebelum melanjutkan langkahnya.
"Tu-tuan Azio," Panggil Brenda Marlleta perlahan yang langsung menghentikan langkah kaki Azio Devian sebelum akhirnya kembali membalikkan tubuhnya untuk melihat Brenda Marlleta yang masih berdiri di sana. "Terimakasih," Ucap Brenda Marlleta yang kembali mebungkuk berulang kali dan hanya di balas anggukan pelan juga senyum oleh Azio Devian sebelum akhirnya ia kembali melangkah memasuki ruangan yang di mana sudah ada Alpha Shaqille di dalam kamar VVIP tersebut dengan ke empat bodyguard yang masih terus berjaga di depan pintu masuk. Sedang Brenda Marlleta yang masih terpaku di depan pintu kamar inap Aranka Demetria hanya bisa terdiam menatap punggung Azio Devian yang sudah menghilang di balik pintu kamar tersebut.
Wanita itu sangat mengetahui jika Azio Devian adalah pria yang sangat pekah di antara orang-orang yang berada di Mansion, sikap lembut dan perhatian Azio Devian sangat mirip dengan Almarhuma Ibunya, sahabat Brenda Marlleta.
'Anakmu sangat mirip denganmu, dia tumbuh menjadi anak yang sangat baik juga perhatian, dia juga berhati lembut sama sepertimu Serafina.'
Batin Brenda Marlleta yang langsung mengusap air mata yang tiba-tiba saja menitik dari sudut matanya, bahkan tanpa ia sadari. Hingga kalimat terakhir yang terucap dari mulut Serafina Falla Astley sebelum menghembuskan nafas terakhirnya kembali terngiang di ingatan Brenda Marlleta.
"Bisakah kau menjaga putraku? Brie.. jangan biarkan Azioku berurusan dengan keluarga Carden, jauhkan dia dari keluarga Carden.. aku mohon.. aku tidak ingin, anakku bernasib sama seperti keluarga Elvern, juga Ayah dan ibunya.."
Brenda Marlleta menarik nafas dalam, tubuhnya bergetar saat kembali mengingat permintaan Serafina Falla, permintaan yang bahkan tidak bisa ia tepati, sebab pada kenyataannya saat ini Azio Devian sudah berada di sekitar keluarga Carden, bahkan menjadi Asisten menantu keluarga Carden.
'Maafkan aku Sera, maaf.. aku gagal memenuhi janjiku padamu, aku tidak bisa melindungi putramu, sebab saat ini putramu lebih memilih melindungi Tuan besar Alpha, di bandingkan melindungi dirinya sendiri. Dia bahkan terlihat seperti Ayahnya. Dan sebaiknya kau tidak perlu khawatir Sera, putramu pria yang tangguh dan kuat, dia juga pria yang cerdas, aku yakin, dia pasti akan mampu melindungi orang-orang di sekitarnya.'
Batin Brenda Marlleta perlahan dan langsung beranjak dari duduknya, kembali melangkahkan kakinya masuk kedalam kamar inap Aranka Demetria. Di dudukan tubuhnya di atas sofa sambil memandang tubuh Aranka Demetria yang masih terbaring di sana.
"Nyonya Larissa, apa Anda tidak merindukan putri Anda? dia sedang terbaring sakit sekarang, dan saya sangat yakin, Aranka pasti sangat merindukan Anda."
Gumam Brenda Marlleta, tanpa ia menyadari jika Aranka Demetria sudah menunjukkan respon dengan telunjuknya yang mulai bergerak. Melihat hal itu membuat Brenda Marlleta yang sedari tadi terlarut dalam lamunannya tiba-tiba tersentak dan langsung beranjak dari duduknya, menghampiri tempat tidur Aranka Demetria dan memencet tombol hijau untuk memanggil Dokter.
"Nyonya Aranka... " Panggil Brenda Marlleta perlahan saat kelopak mata Aranka Demetria terlihat mulai bergerak sedikit demi sedikit, hingga akhirnya ia bisa membuka matanya setelah 24 jam mengalami koma.
"Bibi Brenda.. " Ucap Aranka Demetria perlahan dengan suara yang masih terdengar serak saat matanya menatap wajah wanita paru baya di sampingnya yang nampak tersenyum bahagia dengan air mata yang terus menetes dari sudut matanya. Hingga Dokter Aldrich Alexe Fenelon dan beberapa perawat lainnya datang dan langsung mengecek kondisi Aranka Demetria yang masih terlihat sangat lemah.
"Syukurlah, Nyonya baik-baik saja sekarang." Ucap Dokter Aldrich Alexe dengan senyuman yang terulas di bibirnya. "Detak jantung Nyonya sudah kembali normal, tapi Nyonya Aranka masih harus beristirahat dengan cukup, sampai kondisinya benar-benar pulih." Jelas Dokter Aldrich Alexe yang di balas anggukan oleh Brenda Marlleta.
"Baik Dokter Drich, terimakasih." Balas Brenda Marlleta membungkuk.
"Iya," Jawab Dokter Aldrich Alexe sedikit membungkuk sebelum berjalan meninggalkan ruangan tersebut.
Dokter Aldrich Alexe Fenelon adalah Dokter pribadi sekaligus sahabat Alpha Shaqille yang sengaja merawat Aranka Demetria atas permintaan Azio Devian khusus. Sebab dengan melihat kemampuan Dokter Aldrich Alexe, Azio Devian yakin jika Aranka Demetria akan segera pulih dengan sangat cepat, hingga ia tidak harus melihat Brenda Marlleta yang terus menerus gelisah dan ketakutan untuk menghadapi kemarahan Acheron Flavio atas apa yang terjadi dengan Aranka Demetria anaknya.
Perlahan Brenda Marlleta menghampiri Aranka Demetria yang masih termenung di atas ranjang dengan tatapan kosongnya, hingga membuat Brenda Marlleta kembali merasa khawatir. Bagaimana tidak, ia bisa melihat dengan sangat jelas kesedihan yang teramat mendalam dari wajah dan sorot mata Aranka Demetria yang masih nampak sayu, bahkan Brenda Marlleta bisa merasakan jika Aranka Demetria sama sekali tidak bahagia saat ia terbangun dari koma dan mendapati dirinya dalam keadaan baik-baik saja.
"Nyonya.. "
"Ternyata saya masih baik-baik saja," Gumam Aranka Demetria tersenyum tipis dengan nada yang penuh kekecewaan.
"Nyonya, apa yang sedang Nyonya bicarakan,"
"Kenapa Bibi Brenda menyelamatkan saya?" Tanya Aranka Demetria perlahan.
"Apa maksud Nyonya?"
"Seharusnya Bibi Brenda membiarkan saya mati saja." Ucap Aranka Demetria dengan suara bergetar.
"Nyonya, jangan bicara seperti itu."
"Tapi saya sudah tidak ingin hidup lagi,"
Balas Aranka Demetria kembali tertunduk dengan air mata yang mulai menetes dari sudut matanya.
"Aku mohon nyonya jangan berkata seperti itu lagi,"
"Saya tidak punya pilihan lain selain berhenti bernafas Bi, seharusnya Bibi Brenda tidak membawa saya kesini."
"Nyonya.. Siapa bilang anda tidak punya pilihan? Anda masih punya banyak pilihan, dan anda tinggal memilih pilihan apa yang akan anda ambil." Balas Brenda Marlleta meraih telapak tangan Aranka Demetria untuk di genggamnya.
"Tidak... Aku bahkan tidak berhak untuk memilih." Balas Aranka Demetria kembali meringkuk sambil terus terisak. Kekecewaan yang ia rasakan saat ini teramat besar, Jika ia bisa memilih, ia lebih memilih mati untuk saat ini, Aranka Demetria yang sudah kehilangan harapan sejak saat itu membuatnya enggan untuk melanjutkan hidup lagi, sejak di mana pria yang sangat ia cintai bahkan meminta dirinya untuk mati.
Dan hingga detik ini pun ia masih belum mengerti, kenapa Alpha Shaqille begitu membencinya. Jika hanya ia mengetahui maksud dan tujuan Ayahnya menikahkan dirinya karena harta, tidak mungkin Alpha Shaqille akan sebenci itu padanya.
Dalam diam, air mata Aranka terus menitik, sedang Brenda Marlleta yang sejak tadi menatap Aranka Demetria hanya bisa terdiam dengan perasaan sakit di dalam hatinya. Brenda Marlleta bahkan sudah tidak mempunyai kata-kata lagi untuk menghibur ataupun menguatkan Aranka Demetria saat ini, ia hanya bisa menyentuh bahu yang bergetar itu untuk di usapnya lembut, berharap sentuhan kecil itu bisa menenangkan hati Aranka Demetria yang sedang benar-benar terpuruk saat ini.
"Bi.. " panggil Aranka Demetria perlahan.
"Iya Nyonya,"
"Ibu.. apa dia juga merasakan hal yang sama?" Tanya Aranka Demetria yang masih meringkuk sambil menyembunyikan wajahnya di balik selimut dengan suara yang terdengar serak dan berat. "Apa Ibu juga sering menangis seperti ini?" Tanya Aranka Demetria sekali lagi, begitupun dengan Brenda Marlleta yang masih terdiam, meskipun ia bisa mendengar dengan sangat jelas pertanyaan Aranka Demetria.
"Nyonya... "
"Apa yang Ibu lakukan saat itu? Apa Ibu juga sama sepertiku?" Tanya Aranka Demetria sekali lagi.
"Nyonya.. Sebaiknya Nyonya istrahat, agar kesehatan Nyonya bisa pulih secepatnya," Ucap Brenda Marlleta, alih-alih menjawab pertanyaan Aranka Demetria.
Mungkin rasa sakit yang di rasakan Larissa Falla dulu jauh lebih besar dan menyakitkan di bandingkan Aranka Demetria saat ini. Dan dengan tiba-tiba, Brenda Marlleta kembali merasakan sakit ketika melihat kedua wanita yang terluka karena mencintai pria yang tidak mencintai mereka. Dan hal tersebut cukup membuatnya sedih.
'Bertahanlah sedikit lagi Nyonya, Saya yakin, nyonya akan jauh lebih tegar di bandingkan Ibu nyonya yang lebih memilih untuk menyerah dan memutuskan pergi meninggalkan semuanya.'
Batin Brenda Marlleta yang dengan perlahan mengusap punggung Aranka Demetria yang sudah terlelap dengan air mata yang masih membasahi kedua belah pipinya, mengusap rambut panjang Aranka Demetria yang nampak terlihat kusut dengan penuh kasih sayang.
"Apapun yang terjadi denganku nanti, aku minta satu hal padamu Brie, jangan pernah tinggalkan putriku Dee, tolong jaga dia seperti kau menjagaku saat ini."
Ucapan Larissa Falla yang selalu di ingat Brenda Marlleta hingga saat ini, dan itulah alasannya, kenapa sampai saat ini Brenda Marlleta selalu berada di samping Aranka Demetria, bahkan sampai kapanpun Brenda Marlleta akan selalu berada di samping Aranka Demetria, hingga ia bisa melihat wanita itu bahagia.
* * * * *
Bersambung...