Chereads / ALPHA. / Chapter 8 - Terluka parah.

Chapter 8 - Terluka parah.

HOSPITAL.

Tubuh Alpha Shaqille tiba-tiba terasa kaku dengan nafas yang terasa tercekik saat pandangannya tertuju pada sosok tubuh yang masih terbaring lemah di atas ranjang pasien. Alpha Shaqille mengepalkan kedua tangannya dengan sangat keras saat melihat kondisi Azura Aubrey yang masih terbaring dengan nafas yang terdengar pelan.

Dengan perlahan, Alpha Shaqille melangkahkan kakinya mendekati ranjang pasien Azura Aubrey, sambil terus mengamati kondisi gadis itu yang dari kepala, wajah hingga tubuhnya di penuhi oleh luka lebam juga luka lecet, bahkan pandangan Alpha Shaqille juga teralih pada sebuah ventilator, satu-satunya alat untuk membuat jantung Azura Aubrey tetap berdetak hingga saat ini.

Dan entah sejak kapan, tiba-tiba Alpha Shaqille merasakan sesuatu yang menusuk di dalam hatinya, perasaan sakit sungguh membuatnya sesak, hingga berganti dengan rasa amarah yang kini sudah menyelimuti hati dan pikirannya, juga rasa sedih dan ketakutan yang mendalam hingga membuat matanya sampai berkaca. Dengan tangan yang sedikit bergetar, Alpha Shaqille meraih telapak tangan Azura Aubrey, tangan yang masih terasa hangat, juga tangan yang membuat Alpha Shaqille seolah ingin terus menggenggamnya, berharap dengan genggaman itu bisa mengurangi rasa sakit yang kini di rasakan Azura Aubrey Meskipun ia sadar jika hal itu tidak akan pernah mungkin.

"Maafkan aku, kau terluka karena aku, seharusnya saat itu kau tidak melakukannya, seharusnya kau melihatnya saja, dasar gadis bodoh.. seharusnya aku yang terbaring di sini, bukannya dirimu,"

Gumam Alpha Shaqille lirih yang terus menatap wajah Azura Aubrey yang sepertinya masih betah untuk memejam di sana, bahkan tidak ada respon sedikitpun dari Azura Aubrey, meskipun hanya menggerakkan jemarinya. Dan hal itu semakin membuat Alpha Shaqille merasa semakin ketakutan. Bahkan membuat tubuhnya tiba-tiba bergetar karena menahan air matanya. Entah perasaan apa yang di rasakan Alpha Shaqille saat ini, yang jelas ia benar-benar merasa takut, hingga rasanya ingin berteriak sekeras mungkin untuk menghilangkan rasa sesak di dadanya. Di tambah lagi saat ingatan Alpha Shaqille kembali tertuju pada kenangan malam sebelumnya, malam yang di mana ia masih melihat Azura Aubrey tersenyum dan tertawa dengan sangat bahagia, berbicara dengan tidak ada hentinya, dan bersenandung kecil saat sedang bergelut dengan alat pelnya. Tapi lihatlah sekarang, bahkan hanya untuk menggerakkan telunjuknya saja gadis itu sudah tidak bisa lagi.

Bukan hanya Alpha Shaqille yang sedang merasakan sakit saat ini, tetapi juga Azio Devian, dan pemandangan di hadapannya sempat membuat Azio Devian terkejut, di mana untuk pertama kalinya selama 15 tahun ia bersama Alpha Shaqille, baru kali ini ia melihat presdirnya dengan mata berkaca, wajah merah dengan graham yang menyatu, sangat terlihat jelas di mata Azio Devian, jika saat ini presdirnya sedang berusaha menahan air mata juga amarahnya.

'Apa anda benar-benar menyukai gadis itu? Aku bahkan tidak pernah melihat anda seperti ini sebelumnya. Anda yang tidak pernah mengeluarkan air mata selama ini, Anda yang tidak pernah merasa peduli sampai sebesar ini ke pada seseorang, tapi sekarang aku bisa melihat semuanya, Anda bahkan rela duduk seharian untuk menemaninya, bahkan tidak memikirkan kesehatan Anda sendri.'

Batin Azio Devian yang masih mengamati Alpha Shaqille yang langsung bangkit dari duduknya sambil melangkah pelan mendekati Alpha Shaqille yang masih terdiam di sebuah kursi dekat ranjang Azura Aubrey sambil menggenggam tangan gadis itu erat.

"Tuan muda, dia akan baik-baik saja." Ucap Azio Devian perlahan.

"Bagaimana kau bisa yakin jika dia akan baik-baik saja Ev? Lihatlah dia sekarang, bahkan ia tidak bergerak sedikitpun." Balas Alpha Shaqille yang masih menatap wajah pucat Azura Aubrey dengan hidung yang masih tertutup alat oksigen, tanpa berniat mengalihkan pandangannya sedikitpun dari gadis itu.

"Iya Tuan, tapi saya percaya, dia akan segera bangun, sebab yang saya ketahui, Nona Zura adalah gadis yang kuat, kita hanya perlu mendo'akan keselamatannya." Balas Azio Devian berusaha menenangkan.

"Tapi bagaimana jika dia tidak bangun juga?" Balas Alpha Shaqille yang untuk pertama kalinya mulai berfikiran negatif. Ia bahkan tidak yakin dengan keinginannya sendiri yang berharap agar gadis itu bisa bangun dan kembali tertawa seperti sebelumnya.

"Dia pasti akan segera bangun Tuan." Ucap Azio Devian yang masih berusaha untuk meyakinkan Alpha Shaqille yang sudah terlihat nampak putus asa.

"Semoga saja." Gumam Alpha Shaqille yang semakin erat menggenggam telapak tangan Azura Aubrey.

"Saya sudah mengerahkan beberapa orang kita untuk menjaga kamar Nona Zura, jadi anda tidak perlu khawatir." Lanjut Azio Devian yang hanya di balas anggukan pelan oleh Alpha Shaqille.

"Aku serahkan semuanya padamu."

"Iya Tuan,"

"Dan soal CRDN KORP apa kau sudah membereskannya?" Tanya Alpha Shaqille yang langsung mengalihkan pandangannya ke arah Azio Devian yang tiba-tiba terlihat gelisah.

"Maaf Tuan, kalau Anda berkenan mendengar saran saya, sebaiknya kita tunda dulu rencana kita untuk merebut saham dan menjatuhkan CRDN KORP."

"Apa?"

"Ini hanya untuk sementara Tuan," Jawab Azio Devian.

"Apa maksudmu?"

"Kita tunggu sampai situasi membaik, jika kita memaksa untuk mengambil CRDN KORP sekarang juga, saya khawatir, tindakan kita akan berdampak buruk pada Nona Zura, sebab bukankah Nona Zura masih memiliki seorang ibu? Saya hanya takut, jika Tuan Acheron Flavio kembali menyakiti ibu dari Nona Zura." Jelas Azio Devian.

"Apa kau merasa takut sekarang?" Tanya Alpha Shaqille yang sepertinya sudah tidak bisa berfikir jernih lagi.

"Tentu saja tidak Tuan muda, kita bisa saja melindungi ibu dari gadis itu agar aman dari jangakauan tuan Acheron dan orang-orangnya, tapi masalahnya sekarang ibunya menghilang." Jawab Azio Devian yang membuat Alpha Shaqille terkejut.

"Menghilang? Maksudnya?"

"Sepertinya ada seseorang yang sengaja untuk menyembunyikan Ibu Nona Zura, itulah kekhawatiran saya tuan, sebab sampai saat ini kita belum mengetahui, siapa dan di mana Ibu Nona Zura sekarang, bukankah tuan tau sendiri tentang riwayat penyakit Ibunya yang tidak memungkinkan untuk keluar seorang diri."

"Apa kau juga berfikir jika Acheron yang membawanya pergi?"

"Ini masih dugaan saya tuan, dan semoga saja tidak." Jawab Azio Devian.

"Aakkhh sial.. " Umpat Alpha Shaqille mengusap wajahnya kasar.

"Dan semoga saja tuan Acheron belum mengetahui kebenaran tentang anda yang sudah tahu bahwa dialah dalang dari pembunuhan.." Azio Devian yang sepertinya sadar jika tidak seharusnya mengungkit masa lalu Alpha Shaqille langsung menghentikan kalimatnya.

"Aku tau, aku akan lebih berhati-hati lagi mulai sekarang," Balas Alpha Shaqille perlahan.

"Maaf Tuan, bukan maksud saya untuk mengingatkan Anda pada kejadian dulu," Ucap Azio Devian merasa menyesal saat melihat ekspresi Alpha Shaqille yang tiba-tiba berubah.

"Tenang saja, meskipun kau tidak mengingatkannya, aku masih selalu mengingat kejadian itu tiap malam." Balas Alpha Shaqille.

"Ma-maaf Tuan."

"Ng" Jawab Alpha Shaqille singkat dan kembali mengalihkan pandangannya ke arah Azura Aubrey, menatap wajah gadis itu lekat.

Dengan perlahan Alpha Shaqille mengusap kepala gadis itu yang masih terbungkus perban. Hingga perasaan aneh tiba-tiba muncul di hati Alpha Shaqille yang sangat ingin memeluk tubuh gadis itu saat perasaan sedih kembali menyelimutinya.

"Aku butuh udara segar." Ucap Alpha Shaqille perlahan.

"Iya Tuan, biar saya yang mengawasi Nona Zura di sini,"

"Hm, hubungi aku secepatnya jika terjadi sesuatu." Balas Alpha Shaqille yang langsung beranjak dari duduknya sambil merapikan selimut gadis itu, dan langsung melangkah pergi meninggalkan kamar tersebut dengan pengawasan penuh oleh beberapa bodyguardnya.

Hingga langkah Alpha Shaqille terhenti saat pintu ruangan VVIP yang tepat berada di samping kamar yang baru saja ia kunjungi terbuka, dan menampakkan sosok Aranka Demetria di depan pintu yang sepertinya hendak keluar sambil memegangi botol impusnya.

'Lee..'

Terlihat jelas keterkejutan di wajah pucat Aranka Demetria saat ia nyaris saja menabrak tubuh tinggi tegap yang sekarang tengah berdiri tepat di hadapannya, namun tidak dengan Alpha Shaqille yang masih menatapnya dengan tatapan dingin, bahkan tatapan itu semakin tajam menusuk hingga ke jantung Aranka Demetria yang hanya bisa terdiam sambil menundukkan kepalanya.

"Kau masih hidup?"

Pertanyaan Alpha Shaqille yang membuat Aranka Demetria seketika mematung dengan nafas yang tercekik, bahkan jantungnya tiba-tiba berdetak sangat kencang. Dengan keras Aranka Demetria meremat ujung baju pasiennya, berusaha untuk menahan air matanya agar tidak menetes di hadapan Alpha Shaqille yang masih menatapnya sambil memasukan kedua tangannya ke dalam saku Hoodienya. Bahkan Aranka Demetria bisa merasakan jika saat ini sudut bibir Alpha Shaqille melengkung ke atas membentuk senyum smirk yang membuat Aranka Demetria hanya bisa menarik nafas dalam.

"Tsk, kau membuatku muak."

Balas Alpha Shaqille yang kembali melanjutkan langkahnya, di ikuti oleh kedua bodyguardnya meninggalkan Aranka Demetria yang masih mematung di tempatnya, dengan air mata yang mulus keluar dari sudut matanya.

'Maaf jika aku kembali mengecewakanmu Lee."

Tubuhnya Aranka Demetria merosot kebawah, dengan kedua tangan yang menumpu ke atas lantai dingin untuk menahan tubuhnya agar tidak terbaring ke atas lantai dingin tersebut. Aranka Demetria mulai terisak dan dengan keras menarik selang infusnya yang masih menempel di punggung tangannya hingga mengeluarkan banyak darah.

Sementara Brenda Marlleta yang sejak tadi sedang merebahkan kepalanya di pinggiran tempat tidur Aranka Demetria tiba-tiba tersentak kaget saat ia mendengar suara isak tangis dari Aranka Demetria yang samar di luar sana. Sambil berlari kecil Brenda Marlleta menghampiri Aranka Demetria yang masih terisak dengan darah yang masih terus keluar dari punggung tangannya.

"Astaga Nyonya, apa yang sedang anda lakukan di sini?" Tanya Brenda Marlleta panik sambil memapah tubuh Aranka Demetria dan membawanya masuk ke dalam kamar.

"Saya akan memanggil Dokter Drich sekarang juga," Ucap Brenda Marlleta panik dan langsung melangkahkan kakinya. Namun langkah Brenda Marlleta tiba-tiba terhenti saat dengan sigap Aranka Demetria menarik tangannya.

"Tidak perlu." Ucap Aranka Demetria yang masih mencengkram lengan Brenda Marlleta.

"Tapi nyonya, tangan Anda.. "

"Saya baik-baik saja Bibi Brenda." Ucap Aranka Demetria.

"Nyonya saya mohon.. "

"Bibi, saya akan tidur sekarang, sebaiknya Bibi Brenda juga istirahat." Balas Aranka Demetria.

"Nyonya." Seru Brenda Marlleta saat melihat Aranka Demetria meraih selimutnya, bahkan tanpa mendengarkan ucapan dari Brenda Marlleta.

'Sudah cukup.. berhenti mengkhawatirkanku. aku akan baik-baik saja, mulai saat ini.'

Batin Aranka Demetria meringkuk dengan selimut yang menutupi seluruh tubuhnya.

'Semua akan berakhir.'

Brenda Marlleta tau, jika saat ini Aranka Demetria tengah menangis dalam diam, namun apa lagi yang bisa ia lakukan, jika Aranka Demetria sendiri sudah tidak ingin mendengarkan ucapan darinya lagi.

* * * * *

KEDIAMAN ACHERON FLAVIO CARDEN.

HAHAHAHAHAHA....

Tawa Acheron Flavio terdengar menggema memenuhi ruangan tersebut, raut bahagia tergambar jelas di wajah maskulinnya yang saat ini sedang menyandarkan tubuhnya di sebuah sofa sambil menenggak wine di tangannya.

"Semoga kau puas dengan karyaku anak sialan." Ucap Acheron Flavio dengan senyum smirknya yang terlihat penuh dengan kepuasan.

"Tuan, semalam Nona Aranka sudah sadarkan diri." Ucap Aillard Wren perlahan.

"Bagus, bukankah sudah seharusnya dia segera bangun,"

"Tapi masalahnya gadis itu juga di rawat di rumah sakit yang sama di mana tempat Nona Aranka di rawat." Balas Aillard Wren yang membuat Acheron Flavio terkejut.

"Apa?"

"Tuan Alpha menemukan gadis itu, dan langsung membawanya kesana, bahkan di tangani oleh Dokter Aldrich langsung."

"SIAL.. Apa Aranka mengetahui hal itu?" Tanya Acheron Flavio dengan wajah yang tiba-tiba berubah gelap.

"Cepat atau lambat pasti Nona muda akan mengetahuinya, Di tambah lagi selama Nona Aranka di rawat di sana, bahkan sekalipun Tuan Alpha tidak pernah menjenguknya."

PRAAANNG..

Dengan keras Acheron Flavio melemparkan gelasnya yang berisi wine ke lantai keramik hingga gelas itu hancur berkeping-keping.

"Anak itu benar-benar membuatku geram sekarang." Ucap Acheron Flavio beranjak dari duduknya dan lansung berjalan keluar dengan langkah lebarnya.

"Kita kerumah sakit sekarang." Ucap Acheron Flavio yang di susul oleh Aillard Wren dan beberapa bodyguardnya.

* * * * *

HOSPITAL.

Dengan di kawal beberapa bodyguard dan asistennya Aillard Wren, Acheron Flavio turun dari mobilnya dan langsung melangkah masuk ke dalam rumah sakit tempat putrinya sedang di rawat sekarang.

Suasana tegang dan menakutkan tiba-tiba terasa di lantai 10 depan kamar VVIP yang dimana di sana juga telah berdiri beberapa bodyguard dan Asisten Alpha Shaqille yang masing-masing sudah menunjukan tatapan tajam dan dingin yang jika di lihat sekarang, tatapan mereka sudah seperti segerombolan serigala yang sedang mempertahankan wilayah mereka masing-masing. Begitu pula dengan kedua asisten yang memiliki visual menarik, Azio Devian dan Aillard Wren yang bahkan sudah menampakkan aura mematikan di antara keduanya, dengan tatapan yang saling mengintimidasi, seolah sedang menunjukkan kekuatan di antara mereka.

Seolah sudah mengetahui kedatangan Acheron Flavio, Bodyguard Alpha Shaqille saling berpencar tanpa aba-aba, dua orang di antara mereka menjaga pintu kamar Azura Aubrey , dan sisanya berdiri tepat di samping Alpha Shaqille.

Sedang Alpha Shaqille yang sudah sejak tadi merasakan kedatangan sang pembunuh orang tuanya masih duduk santai di jejeran kursi depan kamar VVIP tempat di mana Azura Aubrey berbaring sekarang. Pria Elvern itu mulai tersenyum di balik masker hitamnya yang jika di lihat langsung oleh orang-orang, senyum Alpha Shaqille saat ini sangatlah menakutkan, lengkap dengan tatapan elangnya yang seolah siap untuk menerkam mangsanya.

Dengan sekuat tenaga, Alpha Shaqille berusaha mengatur perasaan dan keinginannya yang sangat ingin menempatkan ujung pistol dan menarik pelatuknya tepat di kepala pria yang sudah sangat lama di bencinya itu, pria yang kini tepat berada di hadapannya dengan senyum miring seperti biasa. Alpha Shaqille hanya bisa berharap kali ini, agar Tuhan bisa memberikan dirinya kesabaran ekstra agar pistol yang sejak tadi terselip di punggung balik baju kaosnya tidak berpindah tempat.

Bahkan kenangan 26 silam lalu kembali memenuhi ingatan Alpha Shaqille saat melihat tatapan mata Acheron Flavio yang masih sama dan tidak berubah sedikitpun saat ia menembak kepala sang Ayah tepat di depan matanya.

'Ayah.. apakah semuanya akan terbayar jika aku mebunuhnya sekarang? apakah mimpi burukku selama ini akan hilang jika aku sudah melenyapkan nyawa orang ini?'

Batin Alpha Shaqille yang dengan diam-diam menggerakkan tangan kanannya masuk di balik kaos dan memegang sebuah pistol berjenis Desert eagle yang sejak tadi terselip di punggungnya, memegangnya erat dengan tatapan tajam yang ia tujukan ke pada Acheron Flavio yang juga tengah menatapnya.

* * * * *

Bersambung...