Chereads / ALPHA. / Chapter 20 - Senang bertemu denganmu.

Chapter 20 - Senang bertemu denganmu.

"Banyak pikiran? Maksudmu?" Tanya Alpha Shaquille yang nampak terlihat serius.

"Sepertinya Melody mulai ingin mengetahui banyak hal, dari penyebab paman dan Bibi meninggal. Sampai dengan Aranka. Melody benar-benar penasaran dengan semuanya Lee." Jawab Dokter Aldrich Alexe yang membuat Alpha Shaquille terdiam sesaat sambil memijat kedua sudut matanya, menyenderkan tubuhnya di sandaran sofa dengan tarikan nafas panjang.

"Apa Didie benar-benar menanyakan semua itu padamu?" Tanya Alpha Shaquille perlahan.

"Benar."

"Lalu? Apa yang kau katakan pada Didie?" Tanya Alpha Shaquille yang nampak terlihat cemas.

"Kau berharap aku memberikan jawaban apa ke pada Melody, aku bahkan bingung akan menjawab apa tentang paman dan bibi!" Jawab Dokter Aldrich Alexe. "Apa tidak sebaiknya kau memampang foto paman dan Bibi saja di villa ini? Agar Melody bisa melihat rupa paman dan Bibi, mungkin saja dengan melihat wajah paman dan Bibi bisa membuat Melody sedikit mengurangi rasa penasarannya." Balas Dokter Aldrich Alexe mencoba memberikan idenya.

"Tidak, apa kau bisa menjaminnya jika Didie tidak akan berfikir keras dan memaksakan otaknya untuk mengingat semuanya jika ia melihat wajah Ayah dan Ibu? Aku pasti akan melakukannya, tapi tidak sekarang. Di tambah lagi akhir-akhir ini Didie sering merasakan sakit di kepalanya. Aku semakin khawatir dengan kondisinya." Jawab Alpha Shaquille menolak.

"Yah, aku tahu. Mungkin apa yang kau lakukan sekarang ada benarnya. Tapi, soal Aranka."

"Ada apa?"

"Melody sudah mengetahuinya."

"Apa? Maksudmu? Apa yang Didie ketahui?"

"Melody sudah mengetahui, jika Aranka adalah istrimu." Jawab Dokter Aldrich Alexe perlahan sambil memperhatikan ekspresi Alpha Shaquille yang terlihat biasa saja. Dan hal itu cukup membuat Dokter Aldrich Alexe lega. Sebab ia merasa jika sepertinya ia tidak melakukan kesalahan karena mengatakan siapa Aranka Demetria sebenarnya kepada Azura Aubrey.

"Lalu bagaimana dengan reaksi Didie?" Tanya Alpha Shaquille setelah beberapa saat terdiam.

"Tentu saja ia terkejut. Dan yang anehnya, dia berasumsi jika kalian berdua memiliki hubungan rumah tangga yang sangat harmonis, kau menyayangi Aranka seperti kau menyayanginya."

"Didie dan wanita itu berbeda." Jawab Alpha Shaquille datar. "Mana mungkin aku bisa memperlakukan mereka dengan sikap yang sama."

"Iya, aku tahu. Bahkan sampai sekarang pun kau masih belum bisa menghilangkan kebencianmu pada Aranka. Tapi setidaknya, bisakah Melody tidak mengetahui hal itu?" Tanya Dokter Aldrich Alexe yang kembali membuat Alpha Shaquille mengernyit.

"Maksudmu?"

"Mengetahui jika sebenarnya kau sangat membenci Aranka."

"Ada apa? Bukankah itu memang hal yang benar?" Tanya Alpha Shaquille yang sepertinya kurang setuju dengan keinginan Dokter Aldrich Alexe. "Jika memang Didie ingin mengetahui semuanya, aku siap untuk menceritakan kepadanya. Apapun yang ingin Didie ketahui soal wanita itu."

"Termasuk soal pembunuhan yang melibatkan keluarga Aranka?" Tanya Dokter Aldrich Alexe yang kembali membuat Alpha Shaquille terdiam dengan tarikan nafas panjang. "Bukankah masalahnya akan jadi berbeda? Dan malah akan semakin rumit. Bahkan kau bisa membuat Melody sakit, jika mengetahui cerita yang sebenarnya. Karena semua memang saling berhubungan. Mulai dari perjodohan kalian, penyebab kau membenci Aranka, dan menghilangnya Aranka. Melody tidak akan mampu mencerna semuanya dalam kondisinya saat ini. Kau tahu itu." Lanjut Dokter Aldrich Alexe yang lagi-lagi hanya bisa membuat Alpha Shaquille menarik nafas dalam sambil memijat tengkuk lehernya yang mulai menegang. Sedang Azio Devian yang sejak tadi duduk di antara mereka hanya terdiam tanpa mengeluarkan komentar apapun.

"Aku tahu," Balas Alpha Shaquille perlahan.

"Biarkan Azura Aubrey beranggapan jika kau benar-benar mencintai istrimu,"

"Itu gila!"

"Tapi bisa membuat Melody bahagia Lee. Bukankah itu yang kau inginkan? Selalu melihat Melody bahagia? Maka biarkan Melody beranggapan jika selama kau bahagia, dia tidak perlu melihat luka dan sakitmu, dan dia tidak perlu mengetahui betapa menderitanya dirimu saat kehilangan paman dan Bibi, juga mengetahui beban berat yang harus kau lalui bersama wanita yang Ayahnya sudah membuatmu kehilangan kedua orang tuamu." Balas Dokter Aldrich Alexe.

"Apa Didie akan mempercayai itu?"

"Tentu saja Melody sangat percaya, sebab yang ia tahu selama ini kau adalah sosok kakak yang sangat menyayangi keluarga. Jadi sudah sewajarnya jika Melody beranggapan demikian. Bahkan saat mengatakan hal itu wajahnya terlihat sangat berbinar bahagia. Jadi, biarkan dia dengan imajinasinya sendiri. Kau tidak perlu merusaknya." Sambung Dokter Aldrich Alexe perlahan.

Suasana kembali hening, tidak ada satu kata lagi terdengar di antara mereka. Alpha Shaquille masih memejam dengan segala perasaannya yang campur aduk. Sedang Azio Devian dan Dokter Aldrich Alexe hanya bisa saling menatap, seolah paham dengan perasaan Alpha Shaquille saat ini. Berbeda dengan Azura Aubrey yang sejak tadi menitikkan air mata dengan tubuh kaku di balik tembok yang tidak jauh dari ruang tengah. Tepatnya tempat Alpha Shaquille, Dokter Aldrich Alexe dan Azio Devian duduk saat ini.

"Kak Lee... " Gumam Azura Aubrey yang tidak hentinya mengeluarkan air mata sambil terus meremat kuat dadanya yang mulai terasa sesaat, kepala yang mulai terasa nyut-nyut dengan darah yang mulai keluar dari hidungnya. Bahkan sampai ia melangkahkan kakinya pun menuju kamarnya, tubuh Azura Aubrey masih bergetar dengan perasaan bersalah, juga sedih yang bercampur aduk. Memilih untuk tetap diam dan mendengar percakapan mereka secara diam-diam membuat Azura Aubrey jadi mengetahui banyak hal yang tidak ia ketahui sebelumnya. Meski ia harus menahan rasa sakit yang tiba-tiba menyerang tubuh dan hatinya, ia bahkan tidak merasakan penyesalan sedikitpun. Sebab mengetahui semua fakta tentang Alpha Shaquille dan keluarganya membuat Azura Aubrey sedikit lega. Meskipun masih menyisahkan luka di hatinya.

"Baiklah, aku mengerti." Jawab Alpha Shaquille setelah lama menimbang perasaannya sendiri juga perasaan Azura Aubrey. Bahkan ia setuju dengan semua yang di katakan oleh Dokter Aldrich Alexe padanya demi menjaga perasaan Azura Aubrey, sosok yang sangat di sayanginya.

"Lee,"

"Hm,"

"Bagaimana dengan perasaanmu sendiri? Apa kau tidak memikirkan Aranka sedikitpun? Dia bahkan sudah lama menghilang. Dan kita tidak pernah mendengar kabarnya sekali pun, apa dia baik-baik saja atau tidak."

"Aku tidak peduli. Dia memiliki Ayah yang bisa melindunginya." Jawab Alpha Shaquille mulai bersikap dingin, bahkan ekspresinya kembali berubah datar.

"Benar, tapi... "

"Berhenti membahas hal yang tidak penting Drich." Sela Alpha Shaquille, seolah mencoba untuk menghindari pembahasan yang menyangkut soal Aranka Demetria.

"Baiklah." Balas Dokter Aldrich Alexe mengangguk perlahan.

Sedang di ruangan lain, dengan air mata yang terus mengalir dari pelupuk matanya, Azura Aubrey meringkuk di atas tempat tidurnya, menutup seluruh tubuhnya menggunakan selimut tebalnya sambil berusaha menahan sakit yang seolah menyayat hatinya.

Mungkin selama ini ia hanya melihat senyum dan tawa seorang Alpha Shaquille, tanpa mengetahui sisi gelap juga kisah masa lalu yang ternyata sangat menyakitkan dari seorang Alpha Shaquille. Bahkan Azura Aubrey sangat menyesal dengan sikap keingin tahuannya yang secara tidak langsung membuat Alpha Shaquille terluka, bahkan kembali mengingat kenangan buruk keluarga mereka yang seharusnya Alpha Shaquille lupakan.

'Apa sebelum kehilangan ingatanku, aku juga merasakan kesedihan seperti apa yang di rasakan kakak sekarang? Bahkan aku tidak yakin bisa melalui semuanya, dan bisa kembali tersenyum dan tertawa seperti apa yang kakak lakukan sekarang.'

Batin Azura Aubrey yang terus mengusap air matanya. "Berhenti menagis, kak Lee pria kuat, aku percaya. Bahkan sampai saat ini kak Lee bisa berdiri dengan tegap. Kak Lee bukan orang yang lemah." Gumam Azura Aubrey berusaha meyakinkan hatinya.

'Maafkan aku kak Lee, mulai saat ini, aku tidak akan pernah bertanya lagi. Aku tidak ingin mengetahui hal yang seharusnya tidak aku ketahui. Aku hanya ingin hidup bahagia bersama kakak, meskipun aku harus kehilangan ingatanku selamanya. Asal aku selalu bisa bersama kakak, bahagia bersama kakak, dan buat kakak tersenyum, aku sungguh ikhlas.'

Batin Azura Aubrey berusaha memejam untuk tidur, berharap semua luka di hatinya bisa hilang saat ia membuka mata nanti.

* * * * *

KEDIAMAN CELESTA LORIA.

"Istrahatlah, kau pasti kelelahan setelah perjalanan jauh." Ucap Larissa Lobelia saat usai mengantarkan Celesta Loria di kamar tidurnya. "Inilah kediaman Nyonya Celesta dan Azura. Semoga orang-orang Ayahmu tidak menyadari kedatangan kita di sini." Lanjut Larissa Lobelia yang langsung mendudukkan dirinya tepat di samping Aranka Demetria yang tengah berdiri menatap beberapa foto yang terpampang di dinding ruangan tersebut.

"Ibu, apa dia Azura?" Tanya Aranka Demetria saat menatap satu foto di sana.

"Iya sayang, dia Azura saat berusia lima tahun. Bukankah dia sangat manis?" Tanya Larissa Lobelia dengan senyumnya sambil ikut menatap beberapa foto Azura Aubrey.

"Dia bahkan sangat mirip dengan Zev," Gumam Aranka Demetria. "Apa Azura tidak memiliki foto di usia dia sekarang?" Tanya Aranka Demetria lagi yang masih sangat penasaran dengan rupa Azura Aubrey.

"Sepertinya tidak. Azura hanya memiliki foto-foto ini." Jawab Larissa Lobelia. "Sebab dari dulu Azura memang tidak suka di foto, bahkan Ibu harus merayunya dulu agar mau berfoto." Lanjut Larissa Lobelia yang langsung tersenyum saat kembali mengingat kenangannya bersama Azura Aubrey, putri dari Celesta Loria Elvern dan Acheron Flavio.

"Sayang sekali, sedang aku sangat ingin melihat wajahnya sekarang." Ucap Aranka Demetria yang kembali duduk dengan pandangan yang kembali tertuju keluar jendela. Bahkan pandangan Aranka Demetria kembali menerawang, dan sangat jelas terlihat jika saat ini perasaan Aranka Demetria tengah gusar. Wajahnya seketika muram, bahkan sesekali terlihat sedang menarik nafas dalam.

"Sayang, you are okay?" Tanya Larissa Lobelia perlahan seraya menyentuh bahu Aranka Demetria yang masih menerawang, hingga akhirnya ia tersadar dan kembali tersenyum.

"I am fine,"

"Lalu apa yang sedang kau pikirkan? Kau nampak gusar." Tanya Larissa Lobelia terlihat khawatir. "Apa kau merindukannya?"

"Ibu, aku... " Kalimat Aranka Demetria menggantung. Tidak bisa ia pungkiri jika saat ini ia sangat merindukan sosok Alpha Shaquille. Bahkan perasaan rindu yang sekarang di rasakan olehnya benar-benar sangat menyiksanya.

"Apa kau tidak akan menemuinya?" Tanya Larissa Lobelia perlahan. "Jika kau memang merindukannya, temui dia, meskipun hanya untuk melihatnya saja."

"Tidak Ibu, Lee membenciku. Dia sangat membenciku. Dan mungkin saat ini ia juga sudah bahagia, dan melupakanku."

'Mungkinkah mereka sudah menikah? Kenapa hatiku masih saja merasa sakit.' Batin Aranka Demetria mengepalkan kedua telapak tangannya erat untuk menahan air mata agar tidak menetes dari pelupuk matanya saat ia kembali mengingat Alpha Shaquille dengan gadis yang terakhir ia lihat di rumah sakit sebelum ia menghilang.

"Sayang, apa kau yakin?"

"Aku sangat yakin Ibu. Aku sudah tidak memiliki keberanian lagi untuk bertemu ataupun menampakkan wajahku di hadapan Lee." Jawab Aranka Demetria. "Ditambah lagi saat aku tahu, jika Ayah penyebab semuanya. Aku benar-benar sudah tidak punya keinginan untuk bertemu Lee, meskipun aku sangat merindukannya."

"Tapi sayang,"

"Ibu, aku mohon... Aku baik-baik saja." Balas Aranka Demetria dengan senyumnya. "Aku akan istrahat sebentar. Sepertinya aku masih jet lag ibu."

"Baiklah sayang, istrahatlah." Balas Larissa Lobelia mengusap punggung Aranka Demetria sebelum ia beranjak dari duduknya dan langsung menuju ke dalam kamarnya. Kamar yang pernah di tinggali Azura Aubrey.

* * * * *

"Selamat pagi kak Akirra." Sapa Azura Aubrey yang baru saja turun dari tangga dan langsung menuju meja makan untuk sarapan. "Di mana kakak?" Tanya Azura Aubrey lagi saat ia tidak melihat Alpha Shaquille di manapun.

"Tuan Alpha sudah berangkat sejak beberapa jam lalu Nona." Jawab Akirra Raullin yang masih berdiri tidak jauh dari meja makan tempat Azura Aubrey duduk sekarang.

"Berangkat? Bukankah terlalu pagi? Bahkan kakak tidak membangunkan aku seperti biasa." Balas Azura Aubrey sedikit cemberut.

"Ini sudah pukul sepuluh Nona, dan sebenarnya tadi Tuan Alpha mencoba untuk membangunkan anda, tapi anda tertidur sangat pulas, membuat Tuan Alpha jadi tidak tega untuk membangunkan anda." Jelas Akirra Raullin.

"Ha? Iya juga sih, aku sungguh kelelahan. Mungkin aku tidak sadar saat kakak membangunkan aku." Balas Azura Aubrey kembali mengunyah sarapannya. "Lalu di mana kak Drich?" Tanya Azura Aubrey lagi.

"Dokter Aldrich mendapatkan telfon dari rumah sakit. Sepertinya hari ini Dokter Aldrich cukup sibuk."

"Benarkah?" Tanya Azura Aubrey yang langsung memikirkan sesuatu. Bahkan langsung tersenyum sambil menatap wajah Akirra Raullin yang mulai merasa was-was.

"Ma-maaf Nona, saya tidak bisa membiarkan anda untuk keluar tanpa seizin Tuan Alpha." Ucap Akirra Raullin yang bahkan sudah tahu dengan arti senyum di wajah Azura Aubrey.

"Hanya sebentar Kak, aku hanya butuh udara segar." Balas Azura Aubrey menghentikan makannya.

"Maaf Nona, saya tidak bisa."

"Ayolah Kak, hanya beberapa menit. Aku mohon." Rayu Azura Aubrey sambil menunjukkan wajah cutenya yang malah terlihat menggemaskan.

"Ta-tapi Nona... "

"Sekali ini saja, boleh kan? Kita tidak akan lama." Balas Azura Aubrey yang bahkan langsung beranjak dari duduknya dan meraih kunci mobil yang terletak di atas nakas. "Baiklah, aku akan pergi seorang diri jika kakak tidak mau menemaniku." Ucap Azura Aubrey yang membuat Akirra Raullin seketika panik saat Azura Aubrey sudah berlari keluar ruangan.

"No-nona.. tunggu, Nona.. " Seru Akirra Raullin yang ikut berlari keluar dengan wajah yang semakin panik saat melihat Azura Aubrey sudah berada di dalam mobil dengan senyum lebarnya. "Nona saya mohon, keluarlah. Tuan Alpha akan marah besar jika mengetahui ini." Pinta Akirra Raullin dengan wajah memelas.

"Hanya sebentar saja Kak, ayolah kita tidak akan lama. Kakak tidak akan tahu, biarkan ini menjadi rahasia kita berdua." Jawab Azura Aubrey yang masih berusaha meyakinkan Akirra Raullin yang masih berdiri tepat di depan mobil dengan kedua tangan yang menopang kedepan, tepat di atas mobil yang bahkan mesinnya sudah hidup dan siap untuk di jalankan.

"Nona, saya mohon... Setidaknya minta izin dulu kepada Tuan Alpha."

"Tidak, sudah jelas kakak tidak akan mengizinkannya." Balas Azura Aubrey cemberut. "Baiklah jika kakak tidak mau menemaniku. Aku akan pergi sendiri." Ancam Azura Aubrey.

"Ba-baiklah, biar aku yang mengemudi." Ucap Akirra Raullin yang akhirnya mengalah dan langsung melangkah masuk ke dalam mobil dan duduk tetap di belakang roda kemudi saat Azura Aubrey membuka kunci mobil tersebut. "Apa Nona bisa tenang sekarang?" Tanya Akirra Raullin saat mulai melajukan mobil menuju ke sebuah taman yang sering Azura Aubrey kunjungi.

"Tentu saja," Jawab Azura Aubrey dengan senyum lebarnya.

"Nona benar-benar membawa saya di dalam masalah sekarang." Balas Akirra Raullin terlihat khawatir.

"Kak Lee tidak akan mengetahuinya. Sebaiknya kakak tenang. Adapun kakak mengetahuinya, aku akan berbicara kepada kakak, jika semua ini keinginanku. Aku tidak akan mungkin membiarkan kakak dalam masalah, percayalah." Ucap Azura Aubrey meyakinkan.

"Baiklah, dan sekarang kita sudah sampai. kita tidak punya banyak waktu. Dan bisakah Nona tidak jauh dari pandangan saya?"

"Iya, kakak bisa mengawasi ku. Aku hanya akan duduk di kursi sana." Balas Azura Aubrey sambil menunjuk sebuah kursi yang terletak di pinggiran danau tepat di bawah pohon maple yang jaraknya juga tidak jauh dari mobil mereka parkir sekarang.

"Baiklah, saya akan menunggu anda di sini." Jawab Akirra Raullin saat merasa jika lokasi yang ingin di datangi oleh Azura Aubrey aman. Bahkan sebelum Akirra Raullin melanjutkan kalimatnya, Azura Aubrey sudah melangkahkan kakinya menuju ke sebuah kursi yang di sana nampak juga beberapa orang yang tengah menikmati suasana taman. Hingga membuat Akirra Raullin hanya bisa menggeleng dengan tarikan nafas dalam sambil meraih sebuah pistol dan di selipkan di punggungnya untuk berjaga-jaga.

Sedang Azura Aubrey tiba-tiba menghentikan langkah kakinya saat dengan tidak sengaja netranya tertuju pada satu sosok yang tengah duduk termenung di sebuah kursi yang akan ia duduki.

"Kak Aranka... " Gumam Azura Aubrey.

* * * * *

Bersambung...