Mendengar jawabannya, aku langsung membuka kaitan tas ransel di bahuku dan meletakkannya di bagian hood moulding mobil miliknya yang rata. Kubuka resleting tas sambil melirik kearahnya sekilas. Pak Mursal masih diam, serasa tak membebaniku akan hal ini.
"Ketinggalan, Pak." Aku menggeser beberapa buku tebal keperluan kuliah yang kubawa. "Saya lupa membawanya, Pak. Pasti ketinggalan di meja," ujarku sambil melihatnya yang diam berdiri di dekat pintu mobilnya.
"Allah paling benci melihat orang yang berdusta."
Telak, ucapannya membuatku menekuk bibir karena kesal. "Tidak ada, Pak. Serius!" Ku keluarkan semua isi ransel, hingga akhirnya Pak Mursal tertawa kecil.
"Sudah, saya percaya. Masukkan lagi buku-buku kamu itu, saya bisa terlambat kalau masih ada di sini."
Pak Mursal memerintah seenaknya, padahal aku baru memegang buku terakhir yang akan kukeluarkan. Menggelengkan kepala pelan, aku memasukkan lagi buku-buku itu dan menutup resletingnya.