Mbok Kantil turun dari motor, yang dikendarai oleh Mas Rebo. Salah seorang pelayan setia, dari Nyai Ayu Rembulan pula. Kemudian Mbok Kantil segera masuk ke dalam rumah, langsung menghampiri Seroja yang berada di dalam kamar Ibunya.
Sedangkan Mas Rebo duduk di ruang tamu, dengan raut wajah yang menggambarkan kesedihan mendalam.
"Bagaimana Mbok Kantil? Apakah semua perlengkapan untuk pemakaman Ibu sudah lengkap?" tanya Seroja ingin memastikan.
"Sudah Mbak, sekarang biarkan semuanya Mbok Kantil yang mengurusnya. Mbak Seroja cukup melihat dan membantu saja, jika terlihat Mbok Kantil membutuhkan bantuan," jawab Mbok Kantil sambil tersenyum tipis.
"Baik Mbok," jawab Seroja singkat.
Kemudian Mbok Kantil langsung memulai berbagai macam aktivitas, dalam proses memandikan, lalu mengkafani, jenazah almarhumah Nyai Ayu rembulan.
Cukup memakan waktu lumayan lama, untuk melakukan itu semua. Bahkan pada akhirnya, Seroja pun ikut membantu semua tahapan, yang dilakukan dalam mengurus jenazah Ibunya tersebut.
Setelah semuanya dirasakan rapi, Mbok Kantil pun segera memanggil Mas Rebo. Untuk segera menyiapkan keranda, juga memanggil beberapa orang pekerja lelaki yang ada di dalam rumah tersebut. Untuk membantu mengangkat keranda ke belakang rumah, lalu segera melakukan pemakaman.
Sebuah proses pemakaman yang sangat aneh sekali sebenarnya, bagi seseorang yang mengerti proses yang sesungguhnya secara agama Islam. Karena di dalam proses pemakaman yang dilakukan oleh Mbok Kantil tersebut, sebenarnya seperti proses penguburan seekor binatang saja tanpa ada pembacaan doa apapun. Hanya sekedar diberi kain kafan, lalu dikuburkan di dalam tanah.
Setelah pemakaman tersebut selesai Seroja dan Mbok kantil duduk di ruang tamu, sambil menikmati teh manis hangat untuk melepas lelah mereka, selesai melakukan semua proses pemakaman.
"Selanjutnya apa rencana Mbak Seroja, setelah Nyai Ayu Rembulan sudah tidak ada lagi di dunia ini?" tanya Mbok Kantil sambil menatap dalam ke arah mata Seroja.
"Rencananya besok aku akan segera berkemas, untuk pergi ke Jakarta Mbok. Karena aku ingin menemui Bapak, dan juga saudara kembarku Rembulan. Sesuai dengan percakapanku terakhir dengan Ibu," jawab Seroja menyampaikan rencananya tersebut.
"Apakah Mbak Seroja yakin, ingin pergi ke Jakarta? Bukankah lebih baik Mbak Seroja, tetap di sini saja untuk meneruskan. Segala yang dimiliki oleh almarhumah Nyai Ayu rembulan? Karena setahu Mbok Kantil, ada sebuah perjanjian khusus antara Nyai Ayu Rembulan. Dengan Bapaknya Mbak Seroja, yang membuat mereka berdua. Beserta dengan keturunannya, tidak boleh saling mengunjungi antara satu dengan yang lainnya?" tanya Mbok Kantil dengan raut wajah, yang mulai menampakan kecemasan.
"Aku sudah tahu mengenai hal tersebut Mbok, karena sebelum Ibu meninggal. Aku sudah membicarakan hal tersebut dengan beliau, dan hasil akhir dari pembicaraan kami. Ibu pun merestui apa yang aku inginkan, dengan ganjaran aku bersedia untuk menurunkan, semua ilmu kesaktian yang Ibu miliki!" jawab Seroja sambil tersenyum getir.
Mendengar jawaban dari Seroja tersebut, nampak jelas Mbok Kantil sangat terkejut sekali. Dia hampir tidak percaya, bahwa saat ini Seroja telah menurunkan semua ilmu yang dimiliki oleh Nyai Ayu Rembulan. Sedangkan dia sendiri tidak ditawari, oleh Nyai Ayu rembulan mengenai hal tersebut. Padahal sesungguhnya di dalam hati Mbok Kantil sangat mengharapkan, bahwa dirinyalah yang kelak akan mewarisi segala ilmu yang dimiliki oleh Nyai Ayu Rembulan tersebut.
Karena sejak dahulu Mbok Kantil sangat mengetahui, bahwa Seroja sangat tidak ingin menurunkan semua ilmu yang dimiliki oleh Ayu Rembulan. Mengetahui itu semua, seketika perasaan Mbok Kantil terbersit rasa marah, kecewa, dan juga sedih. Karena Mbok Kantil tadinya sudah sangat percaya diri, akan mewarisi semua ilmu yang dimiliki oleh Nyai Ayu Rembulan. Lalu dirinya lah, yang akan menjadi penerus dari Nyai Ayu Rembulan kelak.
"Apa yang sedang kau pikirkan Mbok kantil? Apakah kau marah, karena aku yang menurunkan semua ilmu yang dimiliki oleh Ibuku?" tanya Seroja, sambil balik menatap tajam ke arah Mbok kantil.
Mendengar pertanyaan Seroja tersebut, Mbok Kantil kembali nampak sangat terkejut. Sepertinya saat ini ilmu yang dimiliki oleh Nyai Ayu Rembulan, benar-benar sudah menurun kepada Seroja.
Karena seperti halnya Nyai Ayu Rembulan dahulu, beliau memiliki kemampuan untuk membaca apa yang ada di pikiran orang lain, dengan kesaktian yang dimilikinya.
"Ma-maaf Mbak Seroja, tidak ada maksud Mbok Kantil untuk marah, terhadap segala sesuatu yang sudah terjadi. Jika memang Mbak Seroja ingin segera pergi ke Jakarta, Mbok Kantil hanya bisa mendukung juga mendoakan. Agar perjalanan Mbak Seroja baik-baik saja!" jawab Mbok kantil, dengan suara yang gemetar karena ketakutan.
"Tenang saja Mbok! Jika memang Mbok Kantil ingin melanjutkan pekerjaan Ibuku di sini, sebagai seorang dukun. Silakan saja, aku merestui! Bahkan Mbok Kantil pun dapat menggunakan rumah ini, gantikan segala posisi Ibuku di rumah ini Mbok kantil. Karena aku rasa, aku belum tentu kembali lagi ke Jawa Timur. Aku ingin selamanya tinggal bersama dengan Bapak, dan juga rembulan di Jakarta!" ujar Seroja sambil tersenyum, dan menatap lurus kearah pintu rumah yang terbuka lebar. Terlihat ada harapan, yang penuh dengan kebahagiaan di Binar matanya.
"Ba-baik kalau begitu Mbak Seroja, sebagai amanah yang yang telah dipercayakan. Mbok Kantil akan melanjutkan pekerjaan, juga segala sesuatunya dari Nyai Ayu rembulan di rumah ini!" jawab Mbok kantil sambil tersenyum penuh kebahagiaan.
Setelah itu pun percakapan mereka terhenti, Seroja segera mengambil segelas teh manis hangat yang tersedia di atas meja lalu meminumnya secara perlahan. Di dalam hatinya, nampak sangat sudah tidak sabar sekali, ingin segera pergi ke Jakarta untuk menemui Bapak dan juga saudara kembarnya Rembulan.
Sebuah kerinduan yang sangat mendalam dan sudah memuncak, karena sudah terlalu lama rasanya Seroja memimpikan hal tersebut. Barangkali dulu hanya sekedar impian belaka, pada saat Nyai Ayu Rembulan masih hidup.
Tetapi saat ini impian tersebut sebentar lagi akan menjadi sebuah kenyataan, yang sangat indah dalam benak Seroja.
Seroja berjalan perlahan masuk ke dalam ruang kamar Ibunya, lalu duduk di kursi dekat meja rias yang berada di dalam ruang kamar tersebut. Lalu tangannya membuka sebuah laci kecil yang merupakan bagian dari meja rias, kemudian nampaklah secarik kertas yang bertuliskan sebuah alamat. Yang nantinya akan membimbing Seroja, menuju ke rumah Bapak dan saudara kembarnya di Jakarta.
Seroja segera mengambil kertas tersebut lalu membacanya sejenak, kemudian dia pun menggenggam kertas itu dengan sangat erat, seakan dia merasa ketakutan akan kehilangan secarik kertas tersebut.
Mungkin karena bagi Seroja kertas tersebut sangat berharga sekali saat ini, karena jika kertas tersebut hilang. Maka Seroja pun tidak tahu lagi, kemana akan mencari keberadaan Bapak dan saudara kembarnya Rembulan.
Setelah itu Seroja pun keluar dari kamar Ibunya, kemudian berjalan menuju ke dalam kamarnya sendiri. Untuk segera merapikan semua pakaian ke dalam koper, hal ini dilakukan untuk mempersiapkan keberangkatannya menuju ke Jakarta besok sore.