"Itu walikota?" tanya Andrea pada Silvy.
Silvy ikut menengok ke arah kerumunan depan cermin. Beberapa karyawan salon dan pelanggan meminta foto dengan walikota cantik itu.
"Iya, dia kan baru dilantik," ujar Silvy.
"Bukannya tak ada pemilihan kepala daerah, ya?" gumam Andrea.
"Dia benar pejabat? Kenapa cantik sekali, lebih cocok sebagai model," ujar Andrea.
Silvy menunjukkan ponselnya pada Andrea. Terlihat profil walikota Karlina di mesin pencarian lewat ponsel Silvy.
"Dia benar benar model?" Andrea tersentak saat melihat apa yang baru saja diketahui.
"Walikota yang sebelumnya kan terlibat skandal perselinhkuhan," ujar Silvy.
"Ah, benarkah? Aku tak tahu menahu," jawab Andrea.
"Apa yang kau tahu? Kau hanya tahu Felix, Felix dan Felix," ledek Silvy.
Andrea hanya mencibir sinis ke arah Silvy. Dia benar benar tak tahu jika walikota kota ini sudah berganti.
Lagipula untuk apa dia tahu. Dia hanya seorang pegawai salon biasa. Tak akan ada sangkut paut dengan Walikota.
"Itu Felix kan?" ucap Silvy.
"Hah?" Andrea menengok ke arah walikota. Dan benar saja ada Felix di sana sedang bicara dengan walikota.
"Felix bekerja di pemerintahan?" tanya Silvy.
Andrea menggeleng, ia tak tahu sama sekali. Ia tak mau ikut mendekat ke kerumunan itu. Apalagi ada Felix di sana.
Tapi dalam hatinya ia bertanya tanya, bukankah Felix mendaftar di perusahaan swasta?
"Andrea!" suara manager menghentikan langkah Andrea.
Andrea menoleh dengan sangat terpaksa.
"Iya, Manager," jawab Andrea.
"Layani Ibu Walikota Karlina," ujar manager salon.
"Saya?" Andrea tak mengerti mengapa harus ia.
Felix yang ada di sana pun turut menatap ke arah Andrea tanpa rasa bersalah.
"Iya, kau saja. Kau lebih berpengalaman," ujar manager salon.
Walikota Karlina menengok ke arah Andrea. Ia lantas tersenyum dengan ramahnya. Seolah sedang menebar aura aura positif.
"Tolong, saya ingin menata rambut saya. Saya pikir rambut saya ini telalu mencolok di kantor," ujar Karlina ramah.
Tentu saja terlalu mencolok. Rambutnya terjuntai panjang dikeriting spiral. Tak menunjukkan seseorang yang akan pergi ke kantor.
Lebih ke seorang yang akan performance di atas panggung.
Dengan terpaksa Andrea menghampiri walikota. Ia juga berusaha pura pura tak mengindahkan Felix yang berdiri tepaqt di samping Karlina duduk.
"Anda ingin model seperti apa?" tanya Andrea mencoba ramah.
Karlina nampak menatap dirinya pada cermin. Ia menepuk nepuk rambutnya yang memang bagus itu.
"Aku ingin terlihat berwibawa," ujar Karlina.
"Apa Anda keberatan jika saya memotong rambut Anda seukuran ini?" ujar Andre seraya mencontohkan dengan tangannya.
"Eumm, lebih pendek lagi. Segini," ujar Karlina.
Andrea tersenyum singkat lalu mengambil peralatannya. Beberapa orang orang berkerumun di dekat walikota.
Namun manager salon dan beberapa ajudan walikota termasuk Felix berusaha agar orang orang tak mengerumuni sang walikota.
Andrea mengerjakan pekerjaannya dengan profesional. Felix menatap Andrea yang sejak tadi hanya fokus pada pekerjaannya memotong rambut Karlina.
"Seperti ini, apa Anda suka, Bu Walikota?" tanya Andrea.
Karlina menolah noleh di depan cermin. Nampaknya ia suka dengan pekerjaan Andrea.
"Apa kau biasa menangani artis?" tanya. Karlina.
"Ah tidak, saya hanya kerja di sini. Sudah hampir lima tahun," jawab Karlina.
Matanya sesekali melirik Felix. Dalam hatinya berkecamuk begitu hebatnya.
*****
Setelah selesai melayani walikota cantik itu, Andrea menuju ke loker kembali. Buatnya bertemu Felix hanya menambah kepedihan di dalam hatinya.
"Andrea!" sapa Felix yang tiba tiba ada di ruang loker.
"Untuk apa kau ke sini? Pergi!" hardik Andrea.
Tiba tiba saja Felix menghampirinya dan memeluknya.
"Andrea aku mencintaimu. Sungguh hanya kau yang kucintai," ujar Felix sambil memeluk Andrea.
"Lepaskan aku! Aku bukan Andrea kekasihmu lagi. Jangan datang padaku!" ujar Andrea.
"Andrea, semalam itu kau salah paham. Maafkan aku, aku tak pernah mengkhianatimu. Sungguh, Andrea," bujuk Felix.
"Lepas!" pekik Andrea.
Felix justru semakin menyesakkan badannya dengan paksa. Lantas mencium bibir Andrea.
"Hemp, hemp!" Andrea berusaha melepaskan ciuman Felix. Tapi Felix justru semakin intens melakukannya.
"Aku mencintaimu. Kumohon, beri aku satu kesempatan lagi. Aku tak akan melakukannya lagi. Semalam itu aku hanya tergoda. Aku tak mengenal wanita itu."
"Aku membencimu , aku membencimu!" pekik Andrea sambil menepuk dada Felix.
"Baiklah, kau boleh membenciku. Tapi beri aku satu kesempatan lagi. Andrea, apa lima tahun kita berakhir begitu saja?" ujar Felix memelas.
"Apa yang kau mau Felix? Kau membuatku hancur berkeping keping. Aku tak bisa memaafkanmu begitu saja."
"Kau tak perlu memaafkanku. Kau hanya perlu memberiku kesempatan. Aku akan mencari maaf itu darimu. Aku janji," bujuk Felix.
Andrea menatap Felix, hatinya sakit. Tapi tak bisa dipungkiri. Ia masih mencintai Felix. Mungkin satu kali kesempatan bisa mengubah keadaan.
"Kau mencintaiku kan, Andrea?"
Andrea menghela napas, ia bingung harus bagaimana. Ia lemah sekali jika menyangkut cinta.
"Hem?" Felix mencoba mendekap Andrea lagi. Ia mendekatkan bibirnya pada bibir gadis cantik itu.
Dan dalam sekejap, Andrea terlena menyambut bibir Felix dengan pagutan mesra. Mereka saling menikmati pagutan satu sama lain.
"Aku mencintaimu Andrea," ujar Felix
Andrea hanya menatap ke arah Felix yang begitu dekat dengannya.
***
"Bagaimana Felix, kapan kau bisa mempertemukan saya dengan pemilik lahan itu?" tanya Karlina di dalam ruangannya.
Penampilannya berubah lebih fresh dan formal setelah dari salon Andrea.
"Saya usahakan minggu depan, Bu," jawab Felix.
"Kau yakin bisa melobi mereka?" tanya Karlina.
"Saya usahakan. Saya sedang mengusahakan untuk itu," jawab Felix.
"Usaha apa yang kau lakukan?" tanya Karlina.
Felix tersenyum licik seolah memikirkan sesuatu.
"Bukan hal yang istimewa. Saya hanya akan mengajaknya makan," ujar Felix dengan sopan.
"Baiklah. Jika kau sudah dapat jadwalnya, segera beritahu saya. Jangan menunda pekerjaan," ujar Karlina.
"Baik Bu," jawab Felix.
TOK! TOK! JEGREK!
"Permisi Bu Walikota, tamu kita sudah datang," ujar sekretaris Thomas, sekretaris Karlina.
"Baiklah, saya akan bersiap. Felix, kembalillah ke ruanganmu," ujar Karlina.
"Baik Bu," ujar Felix.
Ia lantas keluar dari ruangan Karlina. Dan saat berjalan keluar itu, seorang pria gagah tinggi besar dengan pakaian setelan jas lengkap melewati Felix dan masuk begitu saja ke ruangan walikota.
"Siapa dia?" gumam Felix.
Ia tak mau memusingkan hal itu dan kembali ke ruangannya.
Sementara di dalam ruangan walikota, Karlina nampak sumringah menyambut kedatangan tamunya itu.
"Tuan!" sapa Karlina sambil berlari ke arah pria itu.
Pria gagah yang tak lain adalah Evans itu menyambut Karlina ke dalam pelukkannya.
"Aku rindu sekali padamu," ujar Karlina.
"Benarkah?" ujar Evans.
"Iya, Anda jarang menemui saya. Padahal saya ingin sekali bertemu," ujar Karlina manja.
Ia lupa dengan seragam yang ia pakai. Ia lupa jika saat ini ia bertugas sebagai kepala dari sebuah kota di sebuah negara bernama Republik Indonesia Merdeka.
Next ...