Chereads / THE SCANDALS / Chapter 11 - MENGANCAM TUAN MUDA

Chapter 11 - MENGANCAM TUAN MUDA

"Baiklah, kita ke cafe di bawah," ujar Rendy seraya keluar dari unit apartemennya, namun Evan menahannya.

"Saya tak punya waktu, kita bicara di dalam saja," ujar Evans.

"Eummh," Rendy nampak bingung karena ia tak mau ada yang tahu ia menyekap Andrea di dalam.

"Maaf tapi ada masalah gas di dalam. Saya takut Anda tak nyaman," ujar Rendy dengan tatapan sinis ke Evans.

"Tak masalah, itu cuma bau gas. Bukan mesiu." Evans melemparkan senyumnya seolah memaksa.

"Tidak, itu tidak sopan. Ku traktir Anda kopi di bawah."

"Saya tak keberatan kalau Anda punya wisky," sahut Evans.

Rendy menatap tajam ke arah Evans. Mengapa ia tak mau mengikuti ajakan Rendy ke cafe?

"Kau mengincar sesuatu dariku? Katakan, kau dari partai mana? Atau kau dari koalisi siapa?" ujar Rendy sambil menatap curiga ke arah Evans.

"Saya tak mengerti apa maksud Anda. Saya tak tahu menahu tentang politik," uajr Evans.

"Apa kau ingin kesepakatan bisnis? Kita bicara di kantor saja!" ujar Rendy.

"Saya hanya ingin membicarakan ganti rugi perbaikan mobil. Mengapa Anda malah menuduh saya yang bukan bukan ... "

" ... Apa Anda terbiasa diperlakukan begitu? Atau Anda terbiasa memperlakukan orang lain seperi itu. Dan kenapa Anda sepertinya enggan memperbolehkan saya masuk. Apa ada yang Anda sembunyikan?" tebak Evans dengan nada yang mengintimidasi.

Rendy tak suka dengan pertanyaan Evans. Namun ia tak ingin mengalah begitu saja pada pria asing di depannya ini.

"Kau terlalu banyak menarik kesimpulan. Baiklah, masuk saja. Toh kau bukan orang miskin yang sedang meminta sumbangan seperti yang lain," ujar Rendy yang lantas membuakakan pintu untuk Evans.

Evans kemudian masuk ke dalam kediaman Rendy sambil tersenyum. Matanya mulai bergerilya mencari dimana Andrea. Namun ia tak menemukan apa apa.

"Tak ada bau gas?" ujar Evans menyindir Rendy.

"Duduklah, kuambilkan wisky," ujar Rendy tak mau menggubris sindiran Evans.

Rendy menuju ke dapur dan sesekali ia menoleh ke arah kamarnya. Andrea tergolek lemas di kamar. Kemungkinan untuk bangun sangat kecil. Tapi ia tetap harus waspada.

Ia lantas kembali ke ruang tamu menemui Evans. Lantas meletakkan wisky dan dua buah gelas kosong

"Apa kau minta dari ganti rugi mobil itu? Kau tak mau uang, itu sudah jelas. Lalu apa?"

"Wanita," ujar Evans tanpa basa basi.

Rendy terkekeh mendengar ucapan Evans. Ia lantas menuangkan minuman beralkohol itu pada kedua gelas itu.

"Kau pikir aku makelar wanita? Aku yakin kau tahu siapa aku. Tak mungkin kau meminta hal remeh seperti itu padaku," uajr Rendy lalu menyodorkan segelas wisky kepada Evans.

"Wanita yang kau simpan di sini," ujar Evans.

"Apa maksudmu? Aku tak mengerti," ujar Rendy.

Ia terkejut saat Evans tahu apa yang ia lakukan pada Andre. Matanya nampak melirik ke sana ke mari tanda ia gugup.

"Saya yakin kau lebih tahu," ujar Evans menambahi.

"Jangan bicara sembarangan. Kau bisa kutuntut tanpa peradilan!" pekik Rendy.

Evans menenggak minumannya dengan santai. Seolah tak terintimidasi oleh ancaman Rendy.

"Silahkan," ujar Evans.

"Kau! Siapa kau sebenarnya?" Rendy membelalakan matanya saat mendengar jawaban Evans yang sama sekali tak terintimidasi oleh ancamannya.

"Saya? Saya hanya orang biasa. Tak seberkuasa Anda dan keluarga Anda," ujar Evans santai.

"Pergi dari sini! Akan kuberikan mobil macam itu padamu!" pekik Rendy tak terima dengan ucapan Evans yang bagai penghinaan baginya.

Seluruh negeri tahu bahwa keluarga Rendy adalah konglomerat yang sangat penting dan punya andil dalam menentukan kekuasaan di negara ini.

Tak ada kelompok, partai, pejabat manapun yang mengelak pengaruh kuat keluarga Rendy. Tapi Evans menganggapnya hanya angin lalu yang tak penting.

"Kenapa? Harga dirimu terluka? Apa saya juga harus tunduk padamu seperti orang orang di Gedung Patriot? ( Gedung Patriot = gedung parlemen wakil rakyat)

Rendy mengernyitkan keningnya. Ia tak mengenal pria ini. Dari kelompok mana? Dari partai mana?

"Katakan siapa kau? Apa yang kau inginkan dariku?"

"Wanita yang kau sembunyikan di sini," ujar Evans.

"Darimana kau tahu? Kau menyelidikiku?" hardik Rendy.

"Dari manapun," jawab Evans santai.

Rendy menghela napas sejenak. Sepertinya ia bertemu orang yang salah. Tak seharusnya ia meladeni Evans.

"Baiklah, silahkan pergi sekarang juga. Aku tak ada waktu meladenimu," ujar Rendy lagi.

Tiba tiba Evans melemparkan gelas yang dipakainya untuk mimun melewati Rendy. Suaranya begitu keras saat jatuh ke lantai.

Rendy menjadi geram karena ulah Evans yang membuat kekacauan di rumahnya. Namun, bukan tanpa tujuan Evans melakukannya.

Ia sengaja membuat suara agar Andrea mendengarnya. Dan benar saja, mendenar suara gelas pecah membuat Andrea tersadar meskipun ia nampak lemas.

"Ada orang?" gumam Andrea lemas.

Semntara Rendy maju menghampiri Evans dan menarik kerah pakaian pria gagah itu.

"Menyingkirlah dari rumahku. Aku tak peduli siapapun kau. Apapun posisimu, apapun jabatanmu. Tapi saat kau merusak apa yang merupakan milikku, aku tak akan tinggal diam!" pekik Rendy.

Evans menatap Rendy lalu tersenyum ke arahnya. Digenggamnya tangan Rendy yang menarik kerah bajunya. Ditekannya keras tangan itu.

"Aaahh!" Rendy memekik karena kekuatan tangan Evans.

"Aku juga tak peduli kau siapa, anak siapa, kuasamu atas negara ini juga aku tak peduli. Tapi saat kau mengambil buruanku, aku tak segan segan membunuhmu saat ini juga!" tantang Evans.

"Kau akan dipenjara!" teriak Rendy kesakitan karena Evans masih menekan tangannya.

"Lakukan apa maumu. Kupikir ayahmu tak akan mebantumu jika urusanmu hanya seorang wanita," ujar Evans yang merasa di atas angin.

Rendy sadar pria ini bukan pria biasa. Di negeri ini tak ada yang berani memperlakukannya seperti ini.

"Lepaskan wanita itu. Maka kau akan kuampuni," ujar Evans.

"Dia wanitaku! Aku sudah menyerahkan hal berharga hanya demi dia!" pekik Rendy yang merasa frustasi.

Obsesinya pada Andrea tak bisa ia abaikan begitu saja. Padahal saat ini ia juga tak punya pilihan.

Karena tak mungkin, ada orang yang berani melawannya jika bukan orang yang kuat.

"Dimana dia?" ujar Evans sambil menatap tajam ke arah Rendy. Semakin lama semakin geram.

"Di - dia tak di sini!"

"Kau ingin pekerjaan kotormu tersebar ke publik?"

Rendy semakin membelalakan matanya. Siapa pria ini? Dia bahkan tahu apa yang sudah dilakukannya.

"Lepaskan aku dulu!" ujar Rendy yang mulai ketakutan.

"Tunjukan dimana dia?" hardik Evans.

Ternyata Andrea mendengar perselisihan antara Evans dan Rendy. Ia mencoba keluar dengan langkah kaki yang lemah.

"Siapa?" gumamnya.

Ia berusaha melihat keluar dan mendapati Rendy nampak kesakitan karena tangannya digenggam teramat erat oleh Evans.

"Dia?" gumam Andrea.

Next ...