"Kau ini shio anjing ya? Sakit … shh …." Rexy memegangi pundak yang digigit oleh Ve.
"Enak? Makanya, jangan berani berbuat kurang ajar padaku! Hmph!" Ve melengos pergi.
Teriakan Rexy membuat semua orang tercengang. Baru hari pertama bergabung sudah terlibat masalah dengan Ve. Dia termasuk laki-laki yang beruntung karena hanya digigit oleh gadis itu, korban laki-laki yang mengganggu Ve biasanya harus masuk rumah sakit karena patah tulang.
Pluk!
"Tuh! Hadiahnya sudah kuberikan. Selamat ulang tahun dan semoga kita tidak pernah bertemu lagi!" Ve merogoh saku jaket birunya. 'Hapeku? Ah, sepertinya tertinggal di kamar.'
"Mau ke mana, Ve? Baru jam tiga," ujar Bella.
Mereka berencana pulang jam lima pagi, tapi Ve harus bekerja esok hari. Ia tidak bisa ikut pulang terlalu pagi. Ve kebingungan menghubungi ojek langganannya.
"Kenapa Ve? Kamu kebingungan gitu," kata Cici melihat Ve menggaruk-garuk kepalanya.
"Ada yang bisa nganterin aku, gak?"
"Aku saja!" jawab Rexy sambil mengangkat tangan.
Putra berboncengan dengan Bella, Cici dengan Bono, dan Keling memboncengi Kodok. Hanya Rexy yang bisa ditumpangi oleh Ve. Mereka seperti sengaja tidak mau mengantar Ve dan memberikan kesempatan kepada Rexy untuk lebih dekat dengan gadis itu.
"Kalian belum berencana pulang, kan? Antar aku sebentar, deh," ucap Ve memelas kepada mereka.
"Kita juga mau pulang, kok. Iya, kan?" tanya Putra pada yang lain.
"Iya. Kita pulang bareng saja," jawab yang lain mengiyakan.
Ve menghela napas berat. Terpaksa harus menerima tawaran Rexy, jika ia tidak mau menginap di sirkuit. Ve menaiki motor dan duduk dengan jarak satu jengkal.
Bruum!
"Akh! Kamu … sengaja, kan!" pekik Ve yang terkejut saat laki-laki itu langsung tancap gas. Hampir saja Ve terjengkang dari motor. Ia pun terpaksa memegang pinggang Rexy karena takut terjatuh di jalan.
Rexy tersenyum puas. Ia berhasil membuat Ve mau berpegangan padanya. Tidak terbayang jika Andika bisa melihat mereka saat ini.
'Sayang sekali Andika tidak melihat pacarnya dibonceng olehku.'
***
Andika terus menatap pintu gerbang dari jendela kamarnya. Sudah jam tiga lebih tiga puluh menit, tapi belum ada tanda-tanda Ve akan pulang. Tangannya bersedekap dengan salah satu tangan menopang dagu.
"Ke mana dia? Ini sudah pagi, tapi dia masih belum pulang."
Saat ia hendak pergi ke toilet, ia mendengar suara deru mesin motor yang berhenti di depan gerbang. Andika mengurungkan niatnya ke toilet dan melihat Ve dari kaca jendela kamar. Darahnya seperti air yang mendidih ketika melihat Ve pulang bersama Rexy.
Walaupun dari kejauhan, ia yakin, ia tidak akan salah mengenali laki-laki itu. Terlebih motor yang dipakainya masih sama dengan motor yang dipakai lima tahun yang lalu. Dengan wajah merah padam, ia berlari keluar dari kamar, dan menghampiri Ve.
"Selamat pagi," sapa Rexy dengan senyum sinis.
"Kenapa kamu pulang dengan laki-laki ini?" tanya Andika dengan tangan menunjuk ke arah Rexy.
"Aku bisa jelasin nanti. Kita masuk dulu," ucap Ve yang tidak ingin membuat keributan.
Tatapan mata Andika dan Rexy dipenuhi kebencian. Ve tidak tahu ada masa lalu apa di antara mereka. Namun, satu hal yang pasti, hubungan mereka tidak baik.
"Jawab aku dulu! Kenapa kalian bisa bersama? Kamu … selingkuh dengan dia?" tanya Andika emosi.
"Apa?! Jangan ngaco, deh. Aku baru kenal sama dia, bagaimana bisa kamu menuduhku selingkuh sama dia?" Ve balas membentak Andika dengan marah. "Kamu juga, pergi sana!"
Ve mengusir Rexy dan menarik tangan Andika. Mengajak laki-laki itu masuk sebelum mereka bertengkar. Ve takut membangunkan ibu dan kakaknya, jika mereka mendengar keributan.
"Sampai jumpa, Ve! Terima kasih kadonya!" ucap Rexy sengaja membuat Andika mendengarnya.
Ve membawa Andika ke kamarnya, lalu mengunci pintu. Astari yang sejak tadi bersembunyi, melihat hal itu dengan wajah menyeringai. Ia menoleh ke arah gerbang, menatap kepergian Rexy dengan senyum licik.
"Aku harus mencari laki-laki itu jika ingin memisahkan Ve dan Dika," gumamnya sambil melirik tajam ke kamar Ve.
Andika duduk di tepi ranjang. Matanya menatap Ve dengan tajam, seolah tatapan itu sedang menguliti Ve. Gadis itu masih berdiri, bersandar ke daun pintu. Ia mencoba menenangkan diri sejenak.
Jujur saja, ia takut melihat kemarahan di wajah Andika. Apalagi jika mengingat saat penyakit laki-laki itu kambuh. Ve sangat takut trauma Andika kembali kambuh, jika laki-laki itu merasa tertekan karena takut ditinggalkan.
"Dika, kamu jangan salah paham dulu. Aku cuma cinta sama kamu, kamu harus percaya padaku. Aku bisa jelasin semuanya, tapi kamu jangan marah seperti ini," bujuk Ve sebelum menghampiri kekasihnya.
"Hah … aku percaya. Kemari dan jelaskan dengan jujur. Kalau kamu berani bohong, aku akan membongkar hubungan kita di depan anak-anak dan ibu." Andika mengancam Ve agar gadis itu tidak membohonginya.
"Aku pergi dan berkumpul dengan teman-temanku. Laki-laki tadi adalah kakak sepupu temanku. Karena aku lupa membawa ponsel, aku tidak bisa menelepon ojek langgananku. Kebetulan cuma dia yang bisa mengantarku." Ve menjeda ucapannya. Melihat kedua mata elang sang kekasih, mencari tahu apakah laki-laki itu percaya pada ceritanya atau tidak?
"Aku~ Uhm …."
Andika menangkup dagu gadis itu dan mengecup bibir sensualnya. Kecupan yang sangat kuat dan mendominasi, membuat Ve terengah-engah. Kecupan laki-laki itu merambah ke leher, lalu menggigit kecil leher jenjang Ve.
"Ehm …." Ve menutup mulutnya agar suara pekikannya teredam.
Andika memeluk Ve dan menghentikan kecupannya. "Itu hukuman, karena kamu pergi diam-diam. Lain kali, kamu hanya boleh pergi denganku. Aku tidak mau memberikan kesempatan pada Rexy untuk mengantarmu dua kali. Ini yang pertama dan terakhir. Apa kau mengerti?"
"Aku mengerti. Aku tidak akan melakukannya lagi."
"Bagus. Tidurlah sekarang. Kamu harus bangun sebelum jam delapan," ucap Andika setelah membaringkan Ve dan menyelimutinya. Kecupan lembut mendarat di kening Ve sebelum Andika keluar dari kamar itu.
Sampai hari ini, mereka belum ketahuan oleh anggota keluarga dari panti. Hanya Astari yang terus memantau dan memerhatikan mereka. Wanita itu tidak dapat menekan Ve lagi, karena adik angkatnya sudah berjanji untuk tetap berada di sisi Andika.
Saat Andika baru menutup pintu kamar Ve, tiba-tiba Nurlena lewat di bawah tangga, dan melirik ke arah Andika. Laki-laki itu tersenyum canggung. Apa yang dipikirkan ibu panti? Andika sungguh gugup.
Namun, Nurlena kembali melangkah seolah tidak melihat apa-apa. Walaupun seandainya mereka tidur di kamar dan ranjang yang sama, Nurlena yakin Ve tidak semurahan itu untuk menyerahkan mahkotanya. Nurlena juga tahu kalau Ve dan Dika saling mencintai, tapi mereka terpaksa merahasiakan hubungan demi menjaga perasaan Astari.
*BERSAMBUNG*