"Arsoni?"
"Aku ke apartemenmu. Penjaga di sana berkata kau telah pindah. Boleh aku masuk?"
Senyum menawan terbit di bibir Arsoni. Dengan canggung, Sandra membukakan pintu. Toh di dalam juga ada Bara dan yang jelas dia tidak sendirian.
"Siapa Sayang?" tanya Bara yang mendekat ke arah Sandra. "Kau!"
"Oh hai Paman." Arsoni menggaruk kepalanya yang tak gatal. Dia pikir siang begini Bara akan berada di kantor. Tidak menyangka justru bertemu dengannya di sini.
"Mau apa kau?" ujar Bara yang tidak bisa beramah tamah.
"Aku hanya mau menemui adikku, Sky."
Arsoni menunjukkan deretan giginya yang rapi. Sungguh dia merasa konyol saat ini. Mana ada yang percaya dengan alasannya.
"Ck, kau sebaiknya pulang," usir Bara terang-terangan.
"Hah, sudah sampai sini diusir?" Arsoni tentu tidak terima. "Ayolah Paman, toh bukan hanya aku dan Sandra di sini. Ada Paman dan Sky 'kan?"
"Panggil Tante. Dia bukan temanmu!" protes Bara tak suka.
Meskipun Arsoni dan Sandra satu angkatan, tetap saja status mereka berubah. Kini Sandra adalah Bibi Arsoni karena menikah dengan Bara. Sudah seharusnya Arsoni menunjukkan sopan santun terhadap orang yang dituakan.
"Ck, bahkan dia lebih muda empat bulan dariku."
Bara hanya bisa melotot. Mulutnya sudah dibungkam kue bolu yang baru saja matang. Sebelumnya sudah ditiup agar jauh lebih dingin dahulu. Bukan tanpa alasan Sandra melakukannya, dia hanya tak ingin perdebatan tak bermanfaat ini didengar oleh Sky dan Erlangga.
"Apa enak? Kurang sesuatu?" tanya Sandra tulus. Dia bahkan tak sabar menunggu jawaban Bara, karena laki-laki itu mengunyah terlalu lama.
"Enak, apa pun yang kau hasilkan lewat tanganmu selalu nikmat." Bara mengerlingkan matanya jahil. Sengaja memuji Sandra dan bermesraan di depan Arsoni. Sudah saatnya bocah itu sadar diri siapa dirinya.
"Apa kau membuat bolu cokelat kesukaanku, San?"
Ucapan Arsoni sungguh membuat tak nyaman. Bara bahkan sampai melotot tak suka. Menyebalkan sekali Arsoni.
"Bolu cokelat, ditaburi kacang almond di atasnya. Sedap pasti San. Jadi mau." Tanpa malu, Arsoni mengambil satu potongan yang menganggur di atas meja. Melahapnya sekali masuk dan mengunyahnya. Ekspresinya sungguh membuat siapa saja paham betapa enaknya kue yang sedang dinikmati.
Cokelatnya melebur bersamaan dengan kacang almond yang gurih. Arsoni setuju dengan ucapan Bara. Produk tangan Sandra tak pernah gagal.
"Lancang sekali kau!" seru Bara kesal.
Meski keponakan, dia benar-benar muak dengan tingkah Arsoni saat ini.
"Sudah-sudah. Aku buat untuk Sky dan Erlangga. Mereka suka bolu ini. Sebaiknya kalian berhenti bertengkar. Aku akan panggil anak-anak untuk makan siang."
Sandra meninggalkan dua orang pria dewasa yang saling melempar tatapan tak bersahabat. Dalam diri mereka tentu jelas, satu nama yang terpatri dan tak bisa dilupakan begitu saja.
"Sebaiknya benar apa kata Sandra barusan Paman. Berhenti memusuhiku. Ada Sky yang masih dalam masa pertumbuhan. Tidak bagus untuk psikologisnya nanti," ujar Arsoni bijak. Dia tentu saja bisa meredam gejolak kesal terhadap Bara. Malah ini menjadi ajang yang bagus untuknya kembali dekat dengan Sky dan Sandra tentunya.
Sandra kembali dengan dua orang anak yang mengikutinya. Raut wajah Sky biasa saja melihat Bara mau pun Arsoni di sana. Berbeda dengan Erlangga yang memucat dan gerogi.
"Halo Erlangga! Sudah lama?" sapa Bara melihat anak laki-laki memakai kruk untuk berjalan.
Erlangga sedikit terkejut kemudian menguasai dirinya. Bayangan akan dimarahi Bara hilang sudah. Entah mengapa saat melihat Bara, Erlangga ketakutan. Pesona pria itu begitu kuat dan dingin. Terpatahkan hari ini yang begitu ramah menyapanya. Bahkan sampai tersenyum.
"Lumayam Sir," sahut Erlangga kaku.
"Haha panggil saja Om." Bara tertawa dengan panggilan yang terlontar dari mulut Erlangga. "Sering-sering main ke sini agar Sky tidak kesepian," lanjutnya.
"Eh iya. Kalau tidak merepotkan."
"Tentu tidak."
Pintu apartemen kembali berdenting. Memutus percakapan Bara dan Erlangga. Dengan sigap Sandra ke depan untuk melihat siapa tamu yang hadir.
***
Dandanan perempuan dewasa ini begitu modis. Rambutnya terurai dengan aksen ikal di ujungnya. Berlian cantik seharga mobil bertengger di depan lehernya. Tas buatan Prada melingkar di lengan tangan kanannya dengan manis. Dengan anggun dia meletakkan ponsel ke dalam tas tersebut.
"Nyonya Brisia!" ujar Sandra keheranan. Untuk apa saudara Bara yang tidak pernah menyukai dirinya ada di sini. Tentu dia bukan orang nganggur yang iseng ke tempat mereka. Pastilah ada sesuatu yang mendasari hal ini.
Sandra jadi teringat dengan Arsoni. Apa mungkin Brisia tahu jika anak laki-lakinya berada di dalam.
"Kenapa? Kau tak mengijinkan aku untuk masuk ke apartemen adikku sendiri?" ujar Brisia dengan sinisnya.
"Bukan begitu Nyonya. Silakan masuk, kami akan makan siang bersama."
Sandra membuka pintu lebar-lebar. Bergeser ke samping hingga Brisia masuk.
Perempuan itu melenggang dengan angkuhnya. Tatapannya intens menyapu ruangan yang bersih dan berisi perabotan mahal.
"Di sini Nyonya." Sandra menunjuk meja makan tempat di mana semua orang berkumpul.
Dengan langkah angkuhnya, Brisia menikuti arah yang Sandra tunjukkan.
"Siapa yang datang Sayang?"
Bara mengangkat kepalanya. Pandangannya beralih dari Sandra kepada perempuan yang juga dia kenali.
"Kakak ...."
"Ma ...."
"Arsoni!" Brisia melotot tajam ke arah puteranya yang duduk manis dengan potongan kue di tangan. Dia menggeleng tidak percaya.
"Sedang apa kau di sini?" tanyanya geram.
"Sebaiknya Kakak duduk dan ikut kami makan siang. Jangan buat keributan di depan anak-anak." Bara angkat bicara mengetahui akan ada amukan besar dari mulut Brisia.
"Sky dia adalah Ibu besar, Kakak dari Papa. Kau boleh memanggilnya Tante, atau Ibu Besar atau Budhe. Terserah kau, sekarang beri penghormatan padanya," ujar Bara pada Sky.
"Salam kenal," ucap Sky singkat.
Brisia mendengkus kesal. Seenaknya saja dia dianggap Ibu besar untuk anak yang tidak akan dia akui ibunya. Tidak sudi rasanya keluarga Hernandez memiliki keturunan dari rahim Sandra.
"Silakan duduk Ma, masakan Sandra begitu lezat. Kau tidak akan kecewa." Arsoni menarik kursi dan membiarkan mamanya duduk di samping dirinya.
Demi menghargai Bara yang tidak mau ada keributan di depan anak-anak, Brisia menurut.
Bisa bernapas lega, Sandra menghidangkan masakan yang harumnya begitu menggugah selera. Semua orang memakan dengan lahap, tak terkecuali Brisia.
***
Sandra menggiring anak-anak untuk masuk ke kamar lebih dulu. Terdengar ucapan Erlangga sebelum dia menutup pintu.
"Masakan Mamamu sungguh lezat Sky. Mamaku juga enak. Sayangnya beliau terlalu sibuk akhir-akhir ini, sehingga sudah jarang memasak," ucap Erlangga jujur.
"Kau bisa kapan saja ke sini kalau kau mau," sahut Sky.
"Benarkah? Aku bahagia sekali mendengarnya. Tapi ngomong-ngomong, ibu besarmu terlihat galak. Aku tidak akan datang kalau ada beliau. Begitu menyeramkan."
Ucapan Erlangga juga dirasakan oleh Sandra. Timbul juga pertanyaan besar dalam benaknya. Untuk apa sang Nyonya ke sini? Firasatnya mulai tidak enak. Langkahnya melambat untuk tidak cepat sampai ke ruang tengah.