Di sebuah pondok pesantren terlihat wajah sedih dari Firman setelah Aisyah pergi meninggalkannya. Dia sangat menyesal sekali telah menyia-nyiakan sosok Aisyah perempuan terbaik yang pernah menjadi istrinya. Perempuan yang tidak pernah sama sekali menuntut akan sebuah rumah tangga yang sempurna.
Sebelumnya Firman memanggil putri kecilnya dengan sebutan Balqis. Namun mendadak dia berubah memanggil putri kecilnya menjadi Aisyah kecil.
" Maafkan ayahmu yang pernah menyia-nyiakan ibumu. "Kata Firman penuh dengan rasa bersalah. Ia mulai meneteskan air matanya karena kesalahannya di masa lalu.
Aisyah sangat cantik sekali bahkan memiliki kedua mata yang cukup lentik. Senyumannya terlihat begitu sangat mempesona. Dia sangat lucu dan menggemaskan.
Kecantikan Aisyah mewarisi dari ibunya.
" Bagaimana kondisi anak kamu? " tanya Kyai Abdullah sambil menatap wajah Firman yang terlihat sangat menyesal.
" Alhamdulillah kondisi Aisyah baik-baik saja, Abi. "
"Baguslah kalau begitu. Jangan lupa jaga dan sayangi Aisyah baik-baik karena dia membutuhkan mu sebagai seorang ayah. "Tutur Kyai Abdullah sambil menatap wajah Firman.
Kemudian Kyai Abdullah pergi begitu saja meninggalkan Firman Di kamar bersama dengan Aisyah kecil. Dia mulai berjalan menuju ke pondok pesantren untuk melihat para santrinya.
Mendadak Kyai Abdullah merasa dadanya sangat sesak sekali sehingga dia jatuh pingsan begitu saja. Beberapa santri di pondok pesantren yaitu berlari untuk menolong Kyai Abdullah yang sudah tergeletak di sebuah koridor lantai pondok pesantren.
Seorang santri pergi ke rumah Kyai Abdullah untuk memberitahukan bahwa Kiai Abdullah jatuh pingsan kepada Firman. Sontak Firman pun langsung berlari untuk segera menghampiri Kyai Abdullah sambil menggendong Aisyah kecil.
"ABI!"
*
Di sebuah Cafe Khadijah sedang menunggu Rumi untuk datang satu jam yang lalu. Dia mendengus dengan sangat kesal sekali Bahkan dia tidak bisa menghubungi ponsel dari Rumi.
" Maksudnya apa coba?!" tadi Dia terlihat sangat kesal sekali sambil mengaduk minuman es tehnya dengan sedotan. Dia sudah menunggu hampir satu jam yang lalu. Dia sangat kesal sekali Bahkan dia tidak bisa menghubungi ponsel dari Rumi.
Kemudian Khadijah memilih untuk segera pergi dari Cafe. Karena dia sudah terlalu lama untuk menunggu di sana. Dia sudah terlanjur kesal.
Khadijah langsung pergi meninggalkan Cafe.
*
Hasan menghentikan mobilnya di sebuah galeri lukisan dekat sebuah taman. Ia memakirkan mobilnya. Lalu, ia turun dari mobilnya.
Hasan menghirup napas pelan-pelan, "Ya, kayaknya sambil nungguin si bawel, jalan-jalan aja siapa tahu ketemu bidadari tak bersayap."
Pameran lukisan tahunan di musim semi. Baru kali ini Hasan bisa berkunjung di galeri lukisan. Terlihat keluar masuk pengunjung.
Hasan berjalan masuk ke dalam galeri lukisan, tanpa sengaja pandangannya ke sebuah perempuan berkursi roda.
"Sumpah dia bak Aisyah yang tersembunyi. Kecantikannya terpancar bak angin surga, cukup tersenyum membuat hatiku luluh lantah," puji Hasan dengan bergumam.
Hasan melihat sebuah guratan lukisan. Ia terus mengamati lukisan itu.
"Ada yang bisa saya bantu, mas?" tanya perempuan di atas kursi roda itu.
Hasan tertegun menatap perempuan yang baru saja ia lihat, dan kagumi bak Aisyah,"Terasa teduh hati ini bila di dekatmu, kau mungkin bidadari tak bersayap yang sengaja Allah kirimkan untukku. Semoga kita bisa bertemu dalam pertemuan-pertemuan selanjutnya," batinnya.
"Mas?" tegur perempuan cantik itu.
"Oh," Hasan tersadar dalam lamunannya sambil menatapnya.
"Mas, kok melamun?"
"Maafkan, saya tadi baru saja kepikiran sesuatu," pernyataan bohong keluar dari mulut Hasan, lalu ponselnya berdering. Sebuah pesan singkat dari Khadijah.
Khadijah: "Aku udah kelar, Can. Jemput aku sekarang."
Hasan: "Siap, kembaranku!"
Selesai membalas chat, lalu Hasan berpamitan terhadap perempuan itu,"Maaf ya, aku harus pergi. Semoga kita bisa bertemu kembali."
*
Rumi mendapatkan panggilan dari pihak kepolisian mengenai ayahnya yang terlibat kasus penculikan seorang perempuan bernama Rania Medina. Hal itu membuat dia sangat terkejut sekali.
Rumi segera pergi menuju ke kantor kepolisian untuk melakukan sebuah keterangan. Dia juga merasa tidak tahu jika ayahnya terlibat kasus penculikan Beberapa bulan yang lalu.
Rumi pergi ke kantor kepolisian menggunakan Sebuah bus kota. Kemudian dia turun di sebuah halte bus lalu dia segera untuk berjalan menyeberang menuju ke kantor Kepolisian.
Sepuluh menit kemudian Rumi telah sampai di depan kantor Kepolisian. Dia segera untuk melangkahkan kedua kakinya menuju ke dalam kantor Kepolisian.
"Ayah?" Rumi melihat wajah dari Adnan yang terlihat babak belur karena sebelumnya Adnan telah dipukuli oleh beberapa orang yang ada di dalam sel tahanan.
"Kenapa kamu membantuku disini Rumi?" Adnan merasa sangat malu sekali ketika melihat Rumi datang ke penjara untuk menemuinya. Sementara Dia memiliki banyak sekali kesalahan dengan cara menyakiti hati dari Dania yang merupakan ibu dari Rumi.
" karena Ayah adalah Ayahku jadi Sudah sewajarnya seorang anak datang untuk menjenguk ayahnya. "Rumi memiliki sikap yang sangat bijaksana sekali bahkan membuat Anan sangat malu. Dia merasa sangat berdosa sekali karena telah menyakiti hati Rumi dan ibunya.
Rumi berusaha untuk mengurus beberapa hal yang akan dihadapi oleh ayahnya. Namun ayahnya pun menolak agar Rumi tidak pernah sama sekali ikut campur dengan urusannya.
"Rumi?" Haqi sangat terkejut sekali melihat Rumi ada di sebuah kantor kepolisian bertemu dengan Adnan. "Apa kalian merupakan ayah dan anak?"
"Ya, Adnan adalah Ayah kandungku yang selama ini aku cari, Om," kata Rumi.
*
Ketika Khadijah keluar dari kafe dia Melihat rumah yang baru saja datang. Dia sudah terlanjur sangat kesal dan bete karena sudah menunggu begitu sangat lama sekali.
"Maafkan aku Khadijah. Aku harus datang terlambat dikarenakan masih banyak urusan. "Kata Rumi menatap wajah Khadijah dengan rasa penyesalan yang sangat mendalam.
Khadijah terlihat sangat kesal sekali karena dia sudah terlanjur bete untuk menunggu seseorang. Ia memilih untuk pergi melewati Rumi lalu dia segera untuk naik bus kota di sebuah halte.
*
Keesokan harinya Khadijah berada di sebuah kampus. Dia duduk di sebuah bangku perpustakaan untuk mencari beberapa bahan-bahan tesisnya.
"Widih! Ternyata kamu semangat sekali untuk mengerjakan tesisnya? "Tanya dari Fabian sambil menatap kedua manik mata dari Khadijah.
"Biasa saja sih. "Kata Khadijah sambil menatap wajah Fabian." Aku nggak mau ya seperti kamu menjadi manusia abadi di kampus. "
Fabian hanya menggelengkan kepalanya karena dia merasa tersindir kalau dia merupakan seorang mahasiswa yang selalu saja tidak bisa mencapai target untuk bisa mengikuti sidang skripsi.
*
Sore harinya Khadijah berada di sebuah mushola untuk mengikuti salat ashar. Kemudian dia mulai berwudu.
Mendadak jantung Khadijah berdebar sangat kencang sekali ketika dia harus berpapasan dengan Rumi. Dia berharap jika Rumi mampu menjadi rumah untuk dirinya. Namun untuk mencintai seorang Rumi agar bisa terbalaskan tidak akan pernah mungkin terjadi.
Detak jantung Khadijah semakin berdebar sangat kencang sekali. Dia terlihat semakin menahan gejolak asmaranya yang semakin membara.
"Apakah Mungkin dia juga mencintaiku?" Khadijah menggumam dalam hati kecilnya sambil melangkahkan kedua kakinya berjalan menuju ke sebuah mushola.
*
Jalan kota Seoul padat merayap, Hasan sangat kesal, karena mobilnya nggak bisa jalan.
Terlihat begitu ricuh di depan sana, ada beberapa anak - anak sekolah menengah ke atas tawuran. Hasan terlihat sangat geram dan makin kesal.
"Ya Allah anak-anak itu apa nggak ada kerjaan? kenapa harus tawuran di saat tak tepat!" keluh Hasan, lalu ponselnya berdering dan terdapat panggilan dari Khadijah.
Chat Khadijah masuk seketika.
Khadijah : "Acan, kamu dimana?"
Khadijah : P
Khadijah : P
Khadijah : "Yaa Allah, ini udah mau magrib. Kalau nggak niat jemput nggak usah jemput!!!!!"
Khadijah : "Ok, Fix. Kamu nggak usah jemput di kampus. Telat! aku bareng Rumi!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!"
Setelah baca chat dari Khadijah, ia langsung putar balik pulang ke rumahnya.
*
Kejadian tadi sore membuat Khadijah teringat-ingat akan sholat jamaah bersama Rumi. Ia mulai tersenyum-senyum menatap langit kamarnya sambil rebahan.
"Nggak nyangka bisa jamaah dan kamu jadi imamku," batin Khadijah.
"Semoga kamu calon imamku di dunia maupun akhirat," gumam Khadijah dalam lamunan.
Suara ketukan pintu dari luar kamarnya menganggu lamunan Khadijah tetang lelaki yang sangat ia kagumi. Langkah malasnya menuju ke daur pintu.
Pintu telah terbuka, Khadijah melihat Sera sambil meringis.
"Sera?!"
Sera tersenyum polos seperti tidak berdosa sama sekali.
"Ada apa kamu ke sini?"
"Khadijah, aku nginep di sini ya?"
Khadijah memincingkan matanya seolah ia merasa sahabatnya ada sesuatu yang disembunyikan.
"Kamu kenapa lihat aku kayak gitu? terus mengendus-endus gitu kayak kucing?"
"Karena aku mencium bau-bau."
"Maksud kamu? aku bau ikan asin atau pindang gitu?"
"Maksudnya kamu mau modus sama Hasan, karena kamu sudah move on dari Fabian. Bukankah gitu?"
"Ehem, Ada yang nyebut namaku nich," cetus Hasan yang menghampiri mereka.
"Mampus dah aku!" umpat Sera dalam hati, ia merasakan keringat dingin keluar, jantungnya berdebar-debar. Perasaan itu berbeda saat di dekat Fabian.
"Kalian kenapa ngomongin aku? aku denger loh!" sindir Hasan.
"Ngomongin kamu? emang situ seleb?"
"Ya, kata temen-temen muka aku memang mirip seleb, dan bikin ngangenin."
"Ngangenin?" ulang Khadijah. "Mungkin, yang kangen sama kamu itu lagi salah minum obat kaleeee!"
"Wew, emang situ laku? enggak juga kan? masih tetep jomblo akut, kan? Ya jelaslah, karena mulut situ kayak mercon banting!"
"Ya ya ya, sesama kaum jomblo nggak usah ngatain jomblolah!" cetus Sera.
"Nggak bisa gitu!" ucap mereka serempak saling menatap.
"Kalian itu lucu bikin gemes," tawa Sera.
"Kok bisa?" tanya mereka kompakan.
"Kalian itu kembar, terus kompakan jadi jomblo!"
"Emang situ udah punya pacar?"
"Kan, calon pacarku di depanku, dan saudaranya sahabatku!"
Hasan melotot ke Sera, "Enggak, kamu itu setipe sama Khadijah. Suka menye-menye nggak jelas, hobi ngedrakor."
Sera langsung mak jleb mendengar penolakan secara tidak langsung. Ia merasa selalu gagal buat dapatin lelaki yang ia suka.
Hasan langsung berlalu pergi, sedangkan Khadijah mempersilahkan masuk Sera ke dalam kamarnya.
"Jadi aku boleh nginep nich?"
"Boleh, tapi kita tidurnya bertiga sama baby Husein."
"Ya, aku pengen curhat sama kamu malam ini aja, please."
"Okay, kamu pasti curhat ibu tiri kamu ya?"
Sera mengangguk, lalu tak sengaja air matanya mengalir deras. Khadijah berusaha memeluk untuk menenangkan hatinya. Ia masih belum tahu apa yang sedang dialami sahabatnya saat ini.
"Jah, aku nggak_" air mata Sera kembali menetes sebelum meneruskan kata-katanya.
Sebelum menceritakannya Sera memeluk tubuh Khadijah. Air matanya tidak dapat diseka malam ini akan ia tumpahkan.
*
Di sebuah taman belakang rumah Ayass dan Haqi sedang duduk bersama sambil menikmati secangkir kopi hangat ditemani cahaya Rembulan Malam. Mereka berdua terlihat terlibat dalam sebuah perbincangan serius tentang Khadijah.
Ayass dan Haqi mengetahui bahwa Rumi adalah putra dari Adnan. Mereka merasa jika tidak mampu melihat Khadijah bersama dengan anak dari pria brengsek.
Ayass dan Haqi mulai melakukan sebuah diskusi bersama-sama mengenai Perasaan dari putrinya. Mereka tahu jika Khadijah sangat mencintai sosok Rumi.
"Aku nggak akan pernah setuju jika Khadijah bersanding dengan anak dari pria brengsek itu! "Kata Ayass menatap Haqi." Aku tidak akan pernah merestui Khadijah jika bersama dengan pria itu! "
" Apakah kita harus memukul rata antara anak dan ayah yang memiliki perilaku yang sama? Bisa jadi kita hanyalah berpikiran negatif mengenai Rumi. Bisa jadi rumit adalah pria yang baik tidak seperti ayahnya. "
" Buah tidak akan pernah jauh jatuh dari pohonnya. Pepatah itu akan mengatakan Jika seorang ayah dan anak pasti akan memiliki sebuah kemiripan. Dan aku tidak akan pernah membiarkan semua itu terjadi kepada putriku! " Ayass tetap bersikeras untuk tidak akan pernah merestui hubungan Khadijah dengan Rumi. Ia tidak akan pernah bisa melupakan sebuah kejadian yang mampu memisahkan kisah cintanya dengan perempuan yang sangat dia cintai.
Sementara Haqi masih berpikiran positif mengenai sosok Rumi yang terbilang memiliki tingkah laku yang baik dan dia mampu menjadi seorang calon imam yang terbaik untuk Khadijah.
Kemudian mereka berdua terlibat dalam sebuah perdebatan antara hubungan Khadijah dengan Rumi.
*
Di kamar, Sera memeluk dijadikan sangat erat sekali. Dia tidak tahu harus berkata apalagi kepada sahabatnya mengenai sesuatu yang terjadi dalam kehidupannya saat ini.
"Katakanlah apa yang terjadi sebenarnya kepadamu Sera?" Khadijah melepaskan pelukan itu sambil menatap kedua manik mata Sera.
Sebelumnya Sera Mendengarkan sesuatu yang membuat dia cukup terkejut mengenai hubungan antara bibinya dengan ayahnya.
Dua hari yang lalu sebelum aksi kaburnya Sera dari apartemennya. Sebuah drama atau sandiwara terbongkar oleh sang waktu. Kenyataan terberatnya sudah mulai ia temui titik terangnya.
Sejam pulang dari kampus, sebelum makan malam. Ia mendengarkan obrolan antara Dahlia dan Ayahnya. Penasaran dan perasaan kepo mengusik Sera. Ia pun mulai menguping di balik pintu kamar orang tuanya.
"Gerald, kita sepertinya berhasil."
Suara Naina terdengar begitu lirih, namun masih bisa Sera dengar dari balik pintu kamar mereka.
"Iya, kita berhasil melenyapkan perempuan bodoh itu! Ya ya ya, kau bahagia?"
"Sangat, Gerald!"
"Kau bisa membuat skor satu sama atas kematian Arimbi dengan rasa sakit hatimu ke lelaki brengsek itu!"
"Ya, Gerald. Kau selalu menjadi garis terdepanku."
Saat mendengar nama Arimbi dada Sera menjadi sesak. Ia merasa kalau kematian ibunya benar-benar dalam rencana mereka. Ia berusaha membungkam mulutnya dengan telapak tangan kanannya, sedangkan tangan kirinya membuat sebuah kepalan atas rasa sakit hatinya kepada ayah dan ibu tirinya.
"Dia berhak mendapatkan semua itu atas dosa lelaki yang pernah menghancurkan hidupmu. Kau tahu aku tidak rela setetes air matamu jatuh, karena lelaki itu!"
Di balik pintu, Sera menguatkan hatinya kuat-kuat. Ia merasa harus menemukan titik terangnya. Dia mencari lelaki yang membuat Arimbi menjadi titik sasaran atas perbuatan lelaki itu.
Sera merasakan sebuah kehancuran dalam hatinya. Kecewa dan marah melebur jadi satu bak api yang membara siap membakar siapa saja yang mendekat.
Sera melangkahkan kedua kakinya menuju kamarnya, lalu mengemasi barang-barangnya ke dalam tas ranselnya. Ia hanya mengambil beberapa barang penting. Lalu, ia mencari tempat tinggal sementara waktu.
Setelah menceritakan kejadian dua hari yang lalu. Sera merasa sedikit lega. Ia merasa beban hidupnya terbagi bersama Khadijah sahabatnya.
"Sera, kamu sebaiknya sementara tinggal di sini bersamaku," ucap Khadijah mengenggam kedua tangan sahabatnya.
"Enggak, Khadijah. Cuman malam ini aja aku menginap di tempatmu, karena aku tak ingin merepotkan keluargamu," balas Sera.
Khadijah menyeringai,"Kau ini bicara apa sich? kau sahabatku dan tidak ada seorang sahabat akan mengeluh ke sahabatnya!"
"Aku nggak bisa, Khadijah. Dan, aku takut sekali buat kembali ke Apartemenku."
"Tinggal di sini aja untuk sementara waktu, aku tahu kau terlihat sangat kacau atas masalah keluargamu."
Sera menghela napasnya,"Khadijah, hal yang ku benci, dimana mereka melibatkan ibuku! mereka nggak pernah tahu bagaimana kebaikan ibuku kepada mereka, apalagi dengan Naina putri dari bibi Dahlia. Kau tahu ibu selalu sama memperlakukan bak anak kandungnya, sebelum napas terakhir ibuku yang merelakan dan melepaskan ayahku demi bibi Dahlia. Namun, sialnya dibalik kematian ibuku adalah rencana terbesar mereka. Aku sulit memaafkan mereka yang tega melibatkan ibuku dalam aksi balas dendamnya dengan mensabotase beberapa obat-obat an, agar ibuku cepat meninggal."
Sera makin terisak tangis saat mengingat masa-masanya dalam dekapan ibunya hingga sebuah kematian pada akhirnya membuat duka dalam hidupnya.
*
Di ruang kamarnya Dahlia terlihat sangat sibuk sekali untuk melukis. Dia merasa sangat kesepian ketika Sera pergi begitu saja tanpa meninggalkan sebuah pesan. Dia merasa sangat aneh sekali dengan perubahan sikap Sera yang terlihat sangat marah sekali terhadap dia.
Dahlia mencoba untuk berpikir tentang apa yang terjadi sebenarnya terhadap Sera. Karena dia tidak merasa berbuat kesalahan kepada Sera. Dia juga mencoba untuk menghubungi Sera namun malah panggilannya direject.
Dahlia hanya mampu menyebutkan dirinya untuk melukis sebelum dia kembali ke Jakarta. Sebenarnya dia masih ingin sekali untuk dekat dengan Sera. Karena dia sudah menganggap Sera sebagai saudarinya.
Terdengar suara ketukan pintu dari luar kamar Dahlia.
"Dahlia, Kita makan malam dahulu." Perintah Naina.
Dahlia merasa tidak nafsu untuk makan karena dia masih menunggu kabar dari Sera.
Di sisi lain Dahlia tidak ingin untuk mengecewakan ibunya. Dia segera untuk keluar dari kamar dan menuju ke ruang makan. Dia berusaha untuk memasang wajah tersenyum walaupun tidak sanggup.
*
Sera merasa sangat kecewa sekali dengan perilaku yang ditunjukkan oleh Naina dan ayahnya. Dia tidak menyangka jika mereka melaksanakan pembunuhan dari ibunya. Dia Merasa dikhianati oleh orang-orang terdekatnya. Air matanya pun jatuh seketika saat mengingat kejadian itu. Awalnya dia tidak percaya sama sekali kalau Ayahnya dan Naina memiliki rencana busuk di balik semua itu.
"Kamu masih memikirkan mereka? " tanya Khadijah menatap kedua mata Sera yang terlihat penuh dengan duka yang mendalam. Walaupun Sera terlihat baik-baik saja tapi dia yakin jika senyumannya itu menambah sebuah luka.
Sera hanya mencoba untuk tersenyum. Dia tidak ingin menjadi beban bagi Khadijah. Dia memilih untuk menyimpan semua rahasia itu sendirian.
"Sera, kita makan malam dulu yuk. Karena kamu sendiri sampai sekarang belum makan sama sekali. Aku tidak ingin kamu kenapa-kenapa. "
*
Di ruang makan terlihat beberapa anggota keluarga dari Khadijah sudah duduk di meja makan. Mereka hanya menunggu Sera dan Khadijah untuk segera turun dari lantai dua.
Beberapa menu makanan sudah tersaji di atas meja makan.
Khadijah dan Sera segera untuk menghampiri seluruh anggota keluarga yang sudah duduk di meja makan.
"Astaga! Akhirnya kalian berdua turun juga. " kata Hasan sambil menatap mereka berdua yang sedang memilih tempat duduk.
Suasana makan malam sudah siap, namun sebelumnya Hasan telah membacakan doa makan.
Akhirnya mereka semua menikmati santapan makan malam spesial yang telah dibuat oleh pelayan di rumahnya.
*
Mawar sedang menghadiri acara yang diselenggarakan oleh agensi modelnya. Dia merupakan model ambassador yang cukup terkenal untuk saat ini. Ia bahkan akan melakukan segala cara agar bisa membuktikan bahwa dirinya dapat melakukan sesuatu dengan baik.
"Mawar?"
"Azka?"
Azka merupakan salah satu produser terkenal. Lelaki paruh baya yang umurnya sudah menjelang angka kepala lima. Namun dia terlihat masih sangat tampan sekali.
"Kamu nyari Bella?" Mawar menatap wajah Azka yang terlihat celingukan mencari sesuatu. "Bella sudah pergi bersama dengan Samuel barusan saja."
Azka hanya tersenyum sambil menatap Mawar.
" Iya. Aku tahu itu," singkat dari Azka sambil menatap Mawar.
*
Di sebuah apartemen milik Sera terlihat makan malam bersama antara lain Naina, Dahlia dan Gerald yang baru saja datang.
"Kemana Sera?" Tanya Gerald menatap kedua mata Naina.
Naina menggelengkan kepalanya saja. Karena sudah dua hari ini Sera belum juga pulang ke rumah. Bahkan dia tidak tahu apa alasan yang terjadi.
" Dahlia juga tidak tahu di mana Sera berada, ayah. Bahkan beberapa pakaian dari Sera juga tidak ada bersama dengan kopernya. "Kata Dahlia mencoba untuk menjelaskan kepada Gerald.
"Di mana anak itu berada? "Gerald sangat khawatir sekali dengan kondisi Sera. Ia merasa jika Sera sengaja pergi dari rumah setelah perdebatannya kemarin dengan lainnya. Dia sangat takut sekali kehilangan sosok Sera yang merupakan anak kandungnya satu-satunya.
" Gerald, kamu harus tenang. Mungkin saja Sera sedang ada tugas kelompok di rumah temannya. Nanti aku akan coba menghubungi Sera lagi. "Kata Naina sambil menatap Gerald." Sebaiknya kamu selesaikan dulu makan malamnya. "
"Baiklah," balas Gerald sambil menikmati makan malamnya kembali.
*